Menurut anda, apakah perbuatan Robin Hood merupakan kejahatan?
Ditinjau dari segi
yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang
bertentangan dengan undang undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang
dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain
merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya
keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. Dari definisi tersebut perbuatan
Robin Hood tersebut merupakan kejahatan, meskipun pada masanya masyarakat
menggapnya sebagai pahlawan. Karena bias saja orang yang kelihatannya adalah
korban dalam kenyataannya adalah pelaku kejahatan.
Apakah ia seorang penjahat ?
Kesulitan hukum di Indonesia untuk mendefinisikan secara yuridis siapa itu penjahat adalah tidak adanya satu pasal pun yang memuat pengertian tentang penjahat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun terdapat beberapa klasifikasi terhadap penjahat yang dapat kita gunakan sebagai pendekatan untuk memahami apa dan siapa penjahat.
Mayhew dan Moreau mengajukan
tipologi kejahatan berdasarkan cara kejahatan yang dihubungkan dengan kegiatan
penjahat, yaitu penjahat profesional yang menghabiskan masa hidupnya dengan
kegiatan-kegiatan kriminal dan penjahat aksidental yang melakukan kejahatan
sebagai akibat situasi dan kondisi lingkungan yang tidak dapat diperhitungkan
sebelumnya. Sedangkan Lindesmith dan Dunham membagi
penjahat atas penjahat individual yang bekerja atas alasan pribadi tanpa
dukungan budaya dan penjahat sosial yang didukung norma-norma kelompok tertentu
dan dengan kejahatan memperoleh status dan penghargaan dari kelompoknya.
Dalam
pembahasan mengenai definisi penjahat di atas dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa seorang Robin Hood merupakan penjahat, karena walaupun demi kebaikan cara
yang dilakukannya tetap salah. Walaupun Robin Hood dipandang sebagai tokoh
pahlawan bagi rakyat Inggris. Kan tetapu disini yang terpenting bukanlah
pemberian capnya, tetapi lebih pada bagaimana kita memahami masalah agar
evaluasi terhadap kecacatan hukum di Indonesia segera tuntas.
Jelaskan bentuk-bentuk viktimisasi sekunder terhadap perempuan korban kekerasan yang dilakukan oleh media dan sistem peradilan pidana!
Viktimisasi sekunder adalah
pengulangan viktimisasi yang lebih cenderung terjadi karena perlakuan
dan penanganan terhadap korban yang tidak sesuai oleh aparat hukum, seperti
polisi, pelayanan untuk pendamping hukum, dan persidangan.
Bentuk viktimisasi sekunder (system
peradilan pidana) : intimidasi dan pengabaian laporan oleh apparat penegak
hukum, kebijakan diskriminatif, penyiksaan atau pelecehan oleh aparat dan
bentuk kekerasan lain, dampak yang ditimbulkan adalah bahwa pada akhirnya
banyak korban yang menutup mulut karena penanganan korban baik dari aspek
hukum, sosial maupun kebijakan institusi untuk kasus kekerasan terhadap
perempuan belum lah terbangun degan baik sehingga menyebabakan korban menjadi
krisis kepercayaan terhadap Lembaga Hukum.
Bentuk viktimisasi sekunder (media) : pencantuman
identitas lengkap korban perempuan yang mencakup nama lengkap, ras, agama, nama
keluarga dan alamat lengkap korban perempuan. Kedua, eksploitasi foto korban
dan dokumentasi keadaan korban saat ditemukan. Eksploitasi foto korban ini
mencakup bagaimana pemberitaan menyertakan foto korban kejahatan dengan keadaan
yang mengenaskan, penggunaan kata-kata yang berbeda dengan berita yang
korbannya adalah laki-laki. Pemberitaan cenderung menggunakan kata-kata sifat
tertentu yang berubungan dengan fisik, psikis dari korban perempuan, adanya
kemungkinan korban perempuan mengalami victim blaming (pesan tersirat bahwa itu
merupakan kesalahan korban) atas kejahatan yang menimpanya, objektifikasi
pemberitaan terhadap perempuan yang mengeksploitasi semua aspek kehidupan
korban, dengan contoh media memberikan informasi menarik yang jauh lebih
menjual dibandingkan berita kejahatan itu sendiri. Sedangkan substansi
kejahatan jauh lebih penting untuk dibahas dan hak korban lebih penting untuk
dilindungi daripada diberitakan secara besar-besaran. Dan terakhir adalah
pemberitaan terhadap korban perempuan mengandung stereotype. Stereotype ini
muncul karena adanya padangan patriarki yang bersarang kuat di dalam badan
industri surat kabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar