1. Salah satu aspek dari cyber law adalah
aspek privasi, terutama terkait perlindungan data pribadi.
a. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan konsep privasi?
Privasi memliki konsep yang universal, privasi merupakan suatu hak
untuk menikmati hidup dan menuntut hukum untuk melindungi privasi tersebut. Privasi
bukan semata soal rahasia atau menyembunyikan informasi tertentu. Privasi
adalah tentang otonomi, kuasa, dan kontrol yang memungkinkan kita untuk
memutuskan bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita.
b. Apakah yang
dimaksud data pribadi? Berikan contoh.
Data pribadi
merupakan informasi pribadi yang dapat digunakan untuk membedakan atau melacak
identitas individu. Contoh: nama, nomor telepon, alamat, catatan biometrik,
nomor rekening dan kartu kredit, dan masih banyak yang lain.
c. Bagaimana
pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini?
UU ITE diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi di Dalam Sistem
Elektronik. Namun, peraturan tersebut dirasa belum cukup untuk melindungi data
pribadi masyarakat dan mengikuti perkembangan teknologi. Masalah perlindungan data pribadi
ini menjadi perhatian mengingat perkembangan teknologi membuat penyalahgunaan
data semakin rentan. Kini Pemerintah sedang memprioritaskan untuk mengkaji RUU
PDP di DPR. Sebelumnya, ada 32 undang-undang yang menyinggung pengaturan data
pribadi warga negara, antara lain yaitu KUHP, KUHAP, UU HAM, UU
Telekomunikasi, UUPK, UU Perlindungan Konsumen, UU Perbankan, UU OJK dll yang
regulasinya masih tumpang tindih karena
tidak terintegrasi dalam konsep besar perlindungan data pribadi.
1. Salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam suatu
perjanjian adalah kesepakatan. Bagaimana kesepakatan di buat dalam kontrak
elektronik berdasarkan regulasi di Indonesia?
Indonesia
mengatur adanya kontrak elektronik yang sah dan mengikat para pihak yakni
tertuang dalam PP No.80/2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kesepakatan dalam transaksi elektronik akan dianggap sah dan mengikat apabila Penerimaan Secara
Elektronik telah sesuai dengan mekanisme teknis dan substansi syarat dan kondisi
dalam Penawaran Secara Elektronik, dan apabila Penerimaan Secara Elektronik
tersebut tidak sesuai dengan Penawaran Secara Elektronik maka para pihak
dianggap belum mencapai kesepakatan, hal ini sesuai Pasal 44 PP No.80/2019. Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik dapat menggunakan mekanisme Kontrak Elektronik atau mekanisme
kontraktual lainnya sebagai perwujudan kesepakatan para pihak.
Kesepakatan kontrak elektronik harus memuat hal-hal
sebagai berikut sebagaimana tertuang dalam Pasal 52 PP No.80/2019 yang
berbunyi:
Kontrak Elektronik sah dan mengikat
para pihak apabila:
a. sesuai dengan syarat dan
kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik;
b. informasi yang tercantum
dalam Kontrak Elektronik sesuai dengan informasi yang tercantum dalam Penawaran
Secara Elektronik;
c. terdapat kesepakatan para
pihak, yaitu syarat dan kondisi penawaran yang dikirimkan oleh pihak yang
menyampaikan penawaran, diterima dan disetujui oleh pihak yang menerima penawaran;
d. dilakukan oleh subjek
hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. terdapat hal tertentu;
dan
f. objek transaksi tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
Kontrak elektronik dilarang
mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang mengenai Perlindungan Konsumen, Kontrak elektronik dapat
menggunakan tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan para pihak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kontrak Elektronik yang
ditujukan kepada konsumen di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia.
Pelaku usaha wajib menyediakan kontrak elektronik yang dapat diunduh dan/atau
disimpan oleh konsumen. Pemerintah menegaskan kontrak elektronik dianggap
otomatis menjadi batal demi hukum apabila terjadi kesalahan teknis akibat
sistem elektronik tidak aman, andal, dan bertanggung jawab. Apabila terjadi
kesalahan teknis, pihak penerima tidak wajib mengembalikan barang dan/atau Jasa
yang telah dikirimkan dan diterima. Hal ini tercantum dalam pasal 53 s.d pasl
57 PP No.80/2019 Tentang Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar