Sabtu, 05 Desember 2020

HUKUM TELEMATIKA

1. Salah satu aspek dari cyber law adalah aspek privasi, terutama terkait perlindungan data pribadi.

a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep privasi?

Privasi memliki konsep yang universal, privasi merupakan suatu hak untuk menikmati hidup dan menuntut hukum untuk melindungi privasi tersebut. Privasi bukan semata soal rahasia atau menyembunyikan informasi tertentu. Privasi adalah tentang otonomi, kuasa, dan kontrol yang memungkinkan kita untuk memutuskan bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita.

 

b. Apakah yang dimaksud  data pribadi? Berikan contoh.

Data pribadi merupakan informasi pribadi yang dapat digunakan untuk membedakan atau melacak identitas individu. Contoh: nama, nomor telepon, alamat, catatan biometrik, nomor rekening dan kartu kredit, dan masih banyak yang lain.

 

c. Bagaimana pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini?

UU ITE diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi di Dalam Sistem Elektronik. Namun, peraturan tersebut dirasa belum cukup untuk melindungi data pribadi masyarakat dan mengikuti perkembangan teknologi. Masalah perlindungan data pribadi ini menjadi perhatian mengingat perkembangan teknologi membuat penyalahgunaan data semakin rentan. Kini Pemerintah sedang memprioritaskan untuk mengkaji RUU PDP di DPR. Sebelumnya, ada 32 undang-undang yang menyinggung pengaturan data pribadi warga negara, antara lain yaitu KUHP, KUHAP, UU HAM, UU Telekomunikasi, UUPK, UU Perlindungan Konsumen, UU Perbankan, UU OJK dll yang regulasinya masih tumpang tindih  karena tidak terintegrasi dalam konsep besar perlindungan data pribadi.

 

 

1.   Salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian adalah kesepakatan. Bagaimana kesepakatan di buat dalam kontrak elektronik berdasarkan regulasi di Indonesia?

Indonesia mengatur adanya kontrak elektronik yang sah dan mengikat para pihak yakni tertuang dalam PP No.80/2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Kesepakatan dalam transaksi elektronik akan dianggap sah dan mengikat apabila Penerimaan Secara Elektronik telah sesuai dengan mekanisme teknis dan substansi syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik, dan apabila Penerimaan Secara Elektronik tersebut tidak sesuai dengan Penawaran Secara Elektronik maka para pihak dianggap belum mencapai kesepakatan, hal ini sesuai Pasal 44 PP No.80/2019. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dapat menggunakan mekanisme Kontrak Elektronik atau mekanisme kontraktual lainnya sebagai perwujudan kesepakatan para pihak.

 

Kesepakatan kontrak elektronik harus memuat hal-hal sebagai berikut sebagaimana tertuang dalam Pasal 52 PP No.80/2019 yang berbunyi:

Kontrak Elektronik sah dan mengikat para pihak apabila:

a.    sesuai dengan syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik;

b.    informasi yang tercantum dalam Kontrak Elektronik sesuai dengan informasi yang tercantum dalam Penawaran Secara Elektronik;

c.     terdapat kesepakatan para pihak, yaitu syarat dan kondisi penawaran yang dikirimkan oleh pihak yang menyampaikan penawaran, diterima dan disetujui oleh pihak yang menerima penawaran;

d.    dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e.    terdapat hal tertentu; dan

f.      objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

 

Kontrak elektronik dilarang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perlindungan Konsumen, Kontrak elektronik dapat menggunakan tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kontrak Elektronik yang ditujukan kepada konsumen di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia. Pelaku usaha wajib menyediakan kontrak elektronik yang dapat diunduh dan/atau disimpan oleh konsumen. Pemerintah menegaskan kontrak elektronik dianggap otomatis menjadi batal demi hukum apabila terjadi kesalahan teknis akibat sistem elektronik tidak aman, andal, dan bertanggung jawab. Apabila terjadi kesalahan teknis, pihak penerima tidak wajib mengembalikan barang dan/atau Jasa yang telah dikirimkan dan diterima. Hal ini tercantum dalam pasal 53 s.d pasl 57 PP No.80/2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar