MAKALAH
WHITE COLLAR
CRIME
DAN PENCEGAHANNYA
Disusun oleh :
DADING JAYAHADIKUSUMA
NIM : 041036339
PROGRAM ILMU HUKUM (S1)
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ FAKFAK
2020
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
1.
PENDAHULUAN .....................................................................................
A.
LATAR BELAKANG MASALAH ................................................. 3
B.
RUMUSAN MASALAH ................................................................... 4
2.
PEMBAHASAN........................................................................................ 4
A.
Perkembangan White Collar Crime di
Indonesia saat ini .............. 4
B.
Upaya Pencegahan White Collar
Crime............................................ 9
C.
PENUTUP ................................................................................................. 12
A.
SIMPULAN ......................................................................................... 12
B.
SARAN ................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA
1.
PENDAHULUAN
Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia sudah mehras dalam maq,arakat. Perkembangannya terus meninglat dari
tahun ke tahrm, baik dari jumlah kasus yang tet'adi dan jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilalrukan semakin
sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.[1]
Dalam memahami white collar crime, diperlukan
pengetahuan terkait tipologi pelaku kejahatan tersebut. Sebab, definisi terkait
suatu tindak kejahatan dapat digolongkan ke dalam white collar
crime atau tidak dapat dilihat berdasarkan tipologi pelakunya.
Tipologi pertama dilihat dari status social pelaku, apakah berasal dari status
“terhormat” atau tidak. Status terhormat dalam hal ini merupakan suatu jabatan
yang dimiliki pelaku dalam instansi, baik negera maupun swasta, yang ia miliki.
Selanjutnya, tipologi yang dapat dilihat adalah tindak kejahatan yang dilakukan
memerlukan keahlian di bidang komputerisasi atau tidak. Jika, iya, maka
kejahatan yang dilakukan dapat digolongkan sebagai WCC dalam lingkup cyber
crime. Terakhir, tindak kejahatan yang dilakukan pelaku bertujuan
untuk menguntungkan individu atau kelompok. Melalui ini, dapat dilihat pola
seleksi dan penggolongan dari kasus white collar crime yang
terjadi. Tipologi pelaku white collar crime dapat dilihat
melalui gambar bagan berikut.
Kasus white collar crime banyak tersebar di berbagai
negara di Asia seiring dengan tekanan yang dihasilkan dari kondisi ekonomi saat
krisis. Krisis menyebabkan banyak barang yang dipasarkan melebihi dari
kapasitas pembeli. Sehingga perputaran uang tidak dapat berjalan lancar. Di
asia-pasific hal ini menyebabkan berkurangnya permintaan untuk berbagai area
ekspor, khususnya tourism, manufaktur dan komoditas. Dengan ini, pendapatan
pemerintah juga menurun drastis, terutama dari pekerja luar negeri. Di era
krisis ini, korupsi kemudian menjadi salah satu fenomena yang marak berkembang.
Terhambatnya arus perputaran uang di masa krisis menyebabkan banyaknya tawaran
hutang luar negeri. Tawaran hutang luar negeri inilah yang banyak dimanfaatkan
oleh pelaku white collar crime untuk menjalankan aksinya
dengan berbagai bentuk modus kejahatan. Berbagai bentuk white collar
crime yang umumnya terjadi di Asia antara lain seperti korupsi,
penyuapan, penipuan, pencucian
uang, penggunaan asset publik untuk kepentingan pribadi, penjualan gelap, dan
penghindaran pajak.
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Munir Fuady suatu
white collar crime dapat juga terjadi di sektor publik, yakni yang melibatkan
pihak-pihak pemegang kekuasaan publik atau pejabat pemerintah, sehingga sering
disebut juga dengan kejahatan jabatan (occupational crime). White collar crime
ini seperti banyak terjadi dalam bentuk korupsi dan penyuapan, sehingga terjadi
penyalahgunaan kewenangan publik. Korupsi dan suap-menyuap yang terjadi di
kalangan penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim adalah hal yang sangat
gencar dibicarakan di mana-mana, di samping korupsi di kalangan anggota
legislatif dan eksekutif. Berbeda dengan kejahatan konvensional yang melibatkan
para pelaku kejahatan jalanan (street crime, blue collar crime, blue jeans
crime), perbuatan white collar crime ini jelas merupakan kejahatan kelas tinggi
karena sama saja menjarah dana negara yang nilainya sangat besar. White collar
crime ini sangat sulit untuk di ungkap sehingga perlu penanganan yang ekstra,
khusus dan serius untuk ditangani.[2]
Masalah korupsi bukan lagi
masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu negara karena masalah
korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Korupsi telah menyelinap masuk dari berbagai penjuru dunia
sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan
kepentingan masyarakat. Korupsi mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi,
yang menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya
sangat penting. Oleh karenanya, diperlukan untuk mencegah dan memberantas
korupsi dengan suatu pendekatan secara efektif. Pendekatan dimaksud salah
satunya adalah keberadaan bantuan teknis yang dapat memainkan peranan penting
dalam meningkatkan kemampuan Negara, termasuk dengan memperkuat kapasitas dan
dengan peningkatan kemampuan lembaga untuk mencegah dan memberantas korupsi
secara efektif.
Kehidupan perekonomian
nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan hakhak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua
maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa
(ordinary crime) melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime) yang penanganannya harus benar-benar didahulukan dari kejahatan
biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara
biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah perkembangan White
Collar Crime di Indonesia saat ini?
2.
Bagaimanakah upaya pencegahannya?
2.
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan White Collar Crime di
Indonesia saat ini
Kejahatan korupsi kian berkembang
bahkan merajalela hingga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat
Indonesia karena
tidak pernah diberantas secara sungguh-sungguh hingga tuntas
oleh Pemerintah. Maraknya
kasus-kasus korupsi dinegeri ini membuat gemas dan cemas masyarakat terhadap
masa depan Negara kita. Korupsi telah menggerogoti kehidupan bangsa dan Negara
Indonesia sejak kemerdekaannya diproklamirkan.
Selama ini korupsi terus terjadi dalam struktur kehidupan sosial manusia
di sepanjang periode waktu. Korupsi telah dianggap memberikan dampak negatif
bagi kehidupan manusia baik terhadap perekonomian masyarakat, maupun terhadap
norma dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi masalah di dalam sebuah
negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Dikarenakan dampaknya yang
sangat luas terhadap kehidupan manusia, maka korupsi menjadi musuh bersama yang
harus di berantas. Untuk memberantas korupsi, berbagai negara termasuk
Indonesia telah membentuk lembaga pemberantas korupsi.
Semakin
besar kekuasaan dan kewenangan seseorang, semakin besar pula peluang melakukan
korupsi. Bedanya, terletak pada pelaku-pelaku korupsi. Dalam rezim otoriter,
berkembang secara luas korupsi birokrasi (beaurocrazy corruption) yang
dilakukan oleh birokrat sipil dan militer. Militerisme menyebarkan benih
korupsi.penguasa kroni merupakan jaringan patronase korupsi. Itulah sebaliknya,
skala dan volume korupsi dalam rezim otoriter orde baru demikian besar dan
mengakar. Sebaliknya, dalam rezim demokratis, pelaku korupsi didominasi oleh
aktor-aktor politik (politicien corruption).[3]
Selama ini korupsi terus terjadi dalam struktur kehidupan sosial manusia
di sepanjang periode waktu. Korupsi telah dianggap memberikan dampak negatif
bagi kehidupan manusia baik terhadap perekonomian masyarakat, maupun terhadap
norma dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi masalah di dalam sebuah
negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Dikarenakan dampaknya yang
sangat luas terhadap kehidupan manusia, maka korupsi menjadi musuh bersama yang
harus di berantas. Untuk memberantas korupsi, berbagai negara termasuk
Indonesia telah membentuk lembaga pemberantas korupsi.
Pemahaman oleh masyarakat terhadap berbagai macam dampak korupsi
terhadap kehidupan manusia di haraapkan dapat menciptakan norma dan budaya anti
korupsi dalam masyarakat Indonesia khususnya. Penolakan masyarakat terhadap korupsi
yang terjadi dalam suatu negara mampu meningkatkan tingkat deteksi terhadap
korupsi. Sebaliknya pembiaran atau penerimaan masyarakat terhadap korupsi
akan membuat korupsi semakin merajalela dan menjadi pola-pola perilaku yang
sangat merugikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penolakan
masyarakat terhadap koruptor dan perbuatan korupsi menyebabkan sanksi sosial
terhadap korupsi menjadi tinggi, sehingga mengurangi niat koruptor untuk
melakukan korupsi.
Jadi dikalangan masyarakat, korupsi merupakan salah satu dampak yang
sangat merugikan terhadap masyarakat berbangsa dan bernegara. Tingkat korupsi
di Indonesia dapat di kategorikan masih tinggi seperti kasus berikut yang
baru-baru ini terjadi ditengah wabah Covid-19: DPRD Beberkan Temuan Dugaan Markup
Bansos Kota Serang Rp 1,9 M.[4]
Serang - Anggaran bansos berupa jaring pengaman sosial (JPS) untuk warga
terdampak COVID-19 di Kota Serang diduga ada markup Rp 1,9
miliar. Bantuan Rp 200 ribu per keluarga ini sempat jadi perbincangan karena berisi
beras 10 kg, 2 sarden merek Sampit, dan 14 mi Top Ramen.
Anggota Komisi II DPRD Kota Serang Nur Agis Aulia mengatakan hasil rapat Dewan
dengan Dinsos pada Selasa (12/5) menemukan ada ketidaksesuaian harga barang
yang dibeli oleh penyedia. Hasilnya, ada Rp 1,9 miliar kelebihan pembayaran.
"Jadi sudah dikonfirmasi kita hitung betul komponennya berapa. Akhirnya
Dinsos melakukan penghitungan kurang-lebih ada pengembalian Rp 1,9 miliar. Ini
salah satu pengawasan dari kita bahwa ada ketidaksesuaian dari (harga)
komoditas," kata Nur Agis di DPRD Kota Serang, Rabu (13/5/2020).
Persoalan kelebihan pembayaran ini sekarang menurutnya menjadi ranah
Inspektorat.
Di tempat yang sama,
Ketua Komisi II Pujianto menambahkan, temuan Rp 1,9 miliar merupakan di luar
keuntungan pihak ketiga sebagai penyedia barang untuk bansos. Penyedia,
menurutnya, mengambil keuntungan 13 persen di luar adanya kelebihan pembayaran.
"Kami
siap mempertanggungjawabkan evaluasi dengan Dinsos," ujarnya.
Dalam
kesempatan itu, Pujianto menyampaikan prosedur pengadaan bansos yang totalnya
Rp 30 miliar ini sudah sesuai dengan aturan. Audit dilakukan inspektorat ke
penyedia. DPRD menyampaikan temuan ini agar tidak ada polemik di tengah
masyarakat.
"Kota
Serang dalam menjalankan jaring pengaman sosial sudah sesuai dengan regulasi
yang ada," ujarnya.
Total
anggaran bansos untuk terdampak COVID-19 ini sejumlah Rp 30 miliar. Bansos
dibagi sebanyak tiga kali untuk 50 ribu dengan pembagian Rp 200 ribu per
keluarga. Bansos berupa beras 10 kilo, mi instan 14 bungkus, dan sarden.
Penegakan hukum yang betangung jawab (akuntabel) dapat diartikan
sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, Bangsa dan Negara yang berkaitan terhadap
adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan
dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Memang proses penegakan
hukum tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedangkan sistem
hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses/ tahapan yang saling
bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh penegak hukum dan
masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.[5]
Dengan begitu, baik keluarga besar kampus, terutama mahasiswa, maupun
pihak di luar kampus dapat mengontrol berjalannya sistem di dalam kampus yang
transparan dan akuntabel, terutama dalam persoalan keuangan, penerimaan
mahasiswa baru, rekrutmen dosen dan karyawan, serta persoalan lain yang
sensitif di mata publik. Perguruan tinggi juga harus berani memasang poster,
spanduk, baliho dan beragam alat peraga lain yang berisi tulisan “kampus bebas
korupsi”, jika itu dilakukan, maka secara moril kampus memiliki tanggung jawab
yang luar biasa besar untuk terus berusaha “membersihkan diri” dari praktik
korupsi. karena sampai sejauh ini, perguruan tinggi masih belum terjamah oleh
isu-isu antikorupsi. Padahal, tidak ada jaminan bahwa perguruan tinggi terbebas
dari praktik korupsi.
B.
Upaya Pencegahan White Collar
Crime
Prasyarat keberhasilan
dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh
komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga
Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan
dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya
sebagai berikut:
1.
Ketetapan
MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang
Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Undang-undang Nomor 28
tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3.
Undang-undang
No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya
disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.
4.
Undang-undang
No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5.
Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
6.
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan
Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
7.
Disamping
itu Pemerintah dan DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang
tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan
korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan
dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut
harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk
meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya.
Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang
dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.
Strategi preventif pemberantasan White Collar Crime,
sebagai berikut :
1.
Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk
mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan
faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif
dapat dilakukan dengan:
1)
Memperkuat Dewan
Perwakilan Rakyat;
2)
Memperkuat Mahkamah
Agung dan jajaran peradilan di bawahnya;
3)
Membangun kode etik di
sektor publik;
4)
Membangun kode etik di
sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
5)
Meneliti sebab-sebab
perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6)
Penyempurnaan
manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai
Negeri;
7)
Pengharusan pembuatan
perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi
pemerintah;
8)
Peningkatan kualitas
penerapan sistem pengendalian manajemen;
9)
Peningkatan kualitas pelayanan kepada
masyarakat;
10)
Kampanye
untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
11)
12)
Meningkatkan kesadaran dari
pribadi manusia itu sendiri, baik melalui etika dan agama; dan
13)
Memberikan kewenangan khusus pada
Lembaga Penegakan Korupsi, sebagai lembaga khusus di Indonesia.
Pelaksanaan
strategi preventif akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua
komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus
berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang
bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan
menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi
pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun
pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan
pengawasan legislatif (wasleg).
3. PENUTUP
A.
SIMPULAN
1. Kejahatan korupsi kian berkembang bahkan merajalela hingga merusak sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia karena tidak pernah
diberantas secara sungguh-sungguh hingga tuntas oleh
Pemerintah.
2.
B.
SARAN
1.
Pemerintah
sebaiknya memperbaiki sistem agar menjadi lebih baik dan bisa meminimalisir
terjadinya tindak pidana korupsi misalnya transparansi penyelenggara negara
dengan menerima laporan seperti LHKPN;
2.
Edukasi dan kampanye sebagai strategi pembelajaran
Pendidikan Antikorupsi dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat
mengenai dampak korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan
antikorupsi, serta membangun perilaku dan budaya antikorupsi;
DAFTAR PUSTAKA
I.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No.
19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
II.
BUKU-BUKU
Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi Dalam
Perspektif HAN, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 2.
O.C Kaligis, Deponeering Teori dan
Praktik, Alumni, Bandung, hlm.
88.
Marwan Effendy, Korupsi dan Strategi
Nasional, Pencegahan Serta Pemberantasannya, Refensi, Jakarta 2013, hlm. 155.
III.
INTERNET
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5013947/dprd-beberkan-temuan-dugaan-markup-bansos-kota-serang-rp-19-m
[1] Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
[2] Jawade Hafidz Arsyad,
2013, Korupsi Dalam Perspektif HAN, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2.
[3] Dwi Saputra dkk (ed),
Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa tengah, Semarang, 2004,hlm.27 dan 28
[4]
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5013947/dprd-beberkan-temuan-dugaan-markup-bansos-kota-serang-rp-19-m
[5] O.C
Kaligis, Deponeering Teori dan Praktik, Alumni, Bandung, hlm 88
[6] Marwan
Effendy, Korupsi dan Strategi Nasional, Pencegahan Serta Pemberantasannya,
Refensi, Jakarta 2013, hlm 155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar