Sabtu, 05 Desember 2020

MAKALAH TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENIPUAN BISNIS ONLINE

 

MAKALAH

TINJAUAN KRIMINOLOGIS

PENIPUAN BISNIS ONLINE


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

XXXXXXXXXX

NIM : XXXXXX

 

 

 

PROGRAM ILMU HUKUM (S1)

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ XXXX

2020


DAFTAR ISI

 

Halaman

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................       i

DAFTAR ISI ....................................................................................................      ii

 

1.    PENDAHULUAN .......................................................................................      1

A.       LATAR BELAKANG MASALAH ......................................................      3

B.        RUMUSAN MASALAH ......................................................................      4

 

2.    PEMBAHASAN..........................................................................................      4

A.        Perkembangan White Collar Crime di Indonesia saat ini ......................      4

B.        Upaya Represif White Collar Crime......................................................      9

 

C.   PENUTUP ...................................................................................................      12

A.     SIMPULAN ..........................................................................................      12

B.      SARAN .................................................................................................      12

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.             LATAR BELAKANG

Internet di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat menggunakan internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada dikota-kota besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Kalangan tua, muda, sampai anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhanya.

Teknologi informasi dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia. Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online. Semua itu dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan orang lain. Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet, jejaring sosial,  maupun layanan e-banking. Layanan bisnis online ini tertunya berpeluang untuk dijadikan lahan kejahatan atau yang lebih populer dengan istilah cybercrime.

Cybercrime  merupakan  kejahatan  yang memanfaatkan  perkembangan  teknologi jaringan komputer khusunya internet. Internet yang menghadirkan  cyberspace  dengan  realitas virtualnya  menawarkan  kepada  manusia berbagai  harapan  dan  kemudahan.  Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan  yang  dinamakan  cybercrime, baik  sistem  jaringan  komputernya  itu sendiri  yang  menjadi  sasaran  maupun komputer  itu  sendiri  yang  menjadi  sarana untuk  melakukan  kejahatan.  Tentunya  jika kita  melihat  bahwa  informasi  itu  sendiri telah  menjadi  komoditi  maka  upaya  untuk melindungi  aset  tersebut  sangat diperlukan.  Salah  satu  upaya  perlindungan adalah melalui hukum  pidana.

Dalam  media  internet,  kejahatan  yang sering  terjadi  adalah  penipuan  dengan mengatasnamakan  bisnis  jual  beli  dengan mengunakan  media  internet  yang menawarkan  berbagai  macam  produk penjualan  khususnya  handphone  dan barang  elektronik  yang  di  jual  dibawah harga  rata-rata.   Bisnis  online  sudah menjadi tren saat ini, akan tetapi membuka cela  bagi  pihak  yang  tidak  bertanggung jawab  untuk  melakukan  suatu  tindak kejahatan yang menyebabkan kerugian bagi orang  lain.  Ada  begitu  banyak  penipuan dalam  dunia  nyata,  namun  dalam  dunia maya  juga  tak  lepas  dari  kasus-kasus penipuan. Penipuan tersebut menggunakan modus operandi berupa penjualan berbagai macam  barang  yang  menggiurkan  bagi calon pembeli karena harganya yang begitu murah  dan  jauh  dari  harga  aslinya.  Yang pada  akhirnya  setelah  uang  dikirimkan, barang yang sudah dipesan tidak di terima.

Demi  mendapatkan  keuntungan  dan memperkaya  diri  sendiri,  para  pelaku melanggar  aturan  dan  norma-norma hukum  yang  berlaku.  Bisnis  secara  online memang  mempermudah  para  pelaku penipuan dalam melakukan aksinya. Penjualan  adalah  merupakan  transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara  umum  adalah  bagian  yang terpenting  dalam  aktivitas  usaha.  Dan manusia  adalah  makhluk  sosial  yang membutuhkan  interaksi,  dan  dengan kebutuhannya  yang  tidak  terbatas.  Hal tersebut  menuntut  untuk  pemenuhan kebutuhan yang semakin bertambah setiap harinya.  Berbagai  cara  dilakukan  untuk dapat  memenuhi  kebutuhan  hidup.  Salah satu  cara  pemenuhan  kebutuhan  adalah dengan kegiatan jual beli.

Dengan adanya internet  pembeli  dapat  melihat  langsung barang  yang  diperdagangkan  dalam  dunia maya,  membayarnya  dengan  transfer  bank dan hanya menunggu beberapa saat hingga barang itu tiba. Di  zaman  ketika  internet  telah  menjadi kebutuhan  bagi  sebagian  masyarakat, proses jual beli melalui internet sudah tidak asing  lagi.  Karena  internet  bukan  hanya konsumsi  golongan  tertentu  saja  seperti bertahun-tahun  yang  lalu,  tapi  sudah merambah  ke  masyarakat  golongan menengah  ke  bawah.  Proses  jual  beli melalu  internet  ini  lazim  disebut  ecommerce  atau  electronic  commerce  atau EC,  EC  pada  dasarnya  adalah  bagian  dari electronic business.

E-commerce  merupakan  suatu  kontak transaksi  perdagangan  antara  penjual  dan karena  e-commerce  memberikan  banyak kemudahan  bagi  kedua  belah  pihak  yaitu pihak  penjual  (merchant)  dan  pihak pembeli  (buyer)  didalam  melakukan transaksi perdagangan sekalipun para pihak berada  didua  dunia  berbeda.  Dengan  ecommerce  setiap  transaksi  yang  dilakukan kedua  belah  pihak  yang  terlibat  (penjual dan pembeli) tidak memerlukan pertemuan langsung atau tatap muka untuk melakukan negoisasi. Pembeli  dengan  menggunakan  media internet,  dimana  untuk  pemesanan, pengiriman  sampai  bagaimana  system pembayaran  dikomunikasikan  melalui internet.  Keberadaan  e-commerce merupakan  alternatif  bisnis  yang  cukup menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini.

 

1.2.             RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah  pengaturan  hukum  di Indonesia  terhadap  tindak pidana penipuan dalam jual-beli online?

2. Peraturan  apa  saja  yang  menjadi  dasar aparat  penegak  hukum dalam  upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual-beli online?

 

1.3.             TUJUAN

1.       Untuk mengetahui pengaturan di Indonesia  terhadap  tindak pidana penipuan dalam jual beli online;

2.       Untuk mengetahui peraturan  apa  saja  yang  menjadi  dasar aparat  penegak  hukum dalam  upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual beli online.

 

1.4.             MANFAAT

Untuk menambah khasanah dan wawasan agar lebih waspada ketika melakukan transaksi jual beli online, karena sangat mungkin terjadi penipuan.


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1.        Pengaturan  Hukum  di  Indonesia Terhadap  Tindak  Pidana  Penipuan Jual-Beli Online

 

2.1.1.            Pengaturan  Tindak  Pidana Cybercrime

Sekelumit mengenai kondisi yang terjadi dalam  masyarakat  ini  dapat  menimbulkan berbagai  issue  dalam  penyelesaian  tindak pidana  di  bidang  teknologi  informasi.

Mudahnya seseorang  menggunakan  identitas  apa  saja untuk  melakukan  berbagai  jenis  transaksi elektronik  di  mana  saja  dapat  menyulitkan aparat penegak hukum dalam menentukan identitas  dan  lokasi  pelaku  yang sebenarnya.  Eksistensi alat bukti elektronik dalam system peradilan pidana di Indonesia dan  bagaimana  alat  bukti  elektronik  tersebut  dapat  diterima  dipersidangan sebagai  alat  bukti  yang  sah  akan  menjadi opic  penting  dalam  beberapa  tahun  ke depan,  terlebih  dengan  ditetapkannya Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Perkembangan  teknologi  informasi termasuk  internet  di  dalamnya  juga memberikan  tantangan  tersendiri  bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di  Indonesia  dituntut  untuk  dapat menyesuaikan  dengan  perubahan  sosial yang  terjadi.  Perubahan-perubahan  sosial dan  perubahan  hukum  atau  sebaliknya tidak  selalu  berlangsung  bersama-sama. Artinya  pada  keadaan  tertentu perkembangan  hukum  mungkin  tertinggal oleh  perkembangan  unsur-unsur  lainnya dari  masyarakat  serta  kebudayaannya  atau mungkin  hal  yang  sebaliknya.

Cybercrime  merupakan  bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi  internet.  Perkembangan  yang pesat  dalam  pemanfaatan  jasa  internet mengundang  untuk  terjadinya  kejahatan. Dengan  meningkatnya  jumlah  permintaan terhadap  akses  internet,  kejahatan terhadap  penggunaan  teknologi informatika  semakin  meningkat  mengikuti perkembangan  dari  teknologi  itu  sendiri. Semakin  banyak  pihak  yang  dirugikan  atas perbuatan  dari  pelaku  kejahatan  cyber tersebut  apabila  tidak  tidak  ada ketersediaan  hukum  yang  mengaturnya.

Sebelum  diberlakukan  UU  ITE,  aparat hukum  menggunakan  KUHP  dalam menangani  kasus-kasus  kejahatan  dunia cyber. Ketentuan-ketentuan  yang  terdapatdalam  KUHP  tentang  cybercrime  masih bersifat  global.  Terdapat  beberapa  hal  yang secara khusus  diatur  dalam  KUHP  dan  disusun berdasarkan  tingkat  intensitas  terjadinya kasus tersebut yaitu :

1.       Ketentuan  yang  berkaitan  dengan  delik pencurian pada Pasal 362 KUHP;

2.       Ketentuan  yang  berkaitan  dengan perusakan/penghancuran  barang;

3.       terdapat dalam Pasal 406 KUHP;

4.       Delik  tentang  pornografi  terdapat dalam Pasal 282 KUHP;

5.       Delik tentang penipuan terdapat  dalam Pasal 378 KUHP;

6.       Ketentuan  yang  berkaitan  dengan perbuatan  memasuki  atau  melintasi wilayah orang lain;

7.       Delik  tentang  penggelapan  terdapat dalam Pasal 372 KUHP & 374 KUHP;

8.       Kejahatan  terhadap  ketertiban  umum terdapat dalam Pasal 154 KUHP Delik  tentang  penghinaan  terdapat dalam Pasal 311 KUHP;

9.       Delik tentang pemalsuan surat terdapat dalam Pasal 263 KUHP;

10.   Ketentuan tentang pembocoran rahasia terdapat  dalam  Pasal  112 KUHP,  pasal 113 KUHP, & pasal 114 KUHP;

11.   Delik tentang perjudian terdapat dalam Pasal 303 KUHP.

 

Tindak-tindak  pidana  yang  diatur  dalam UU  ITE  diatur  dalam  BAB  VII  tentang perbuatan  yang  dilarang, perbuatan  tersebut  dapat  dikategorikan menjadi  beberapa  kelompok  sebagai berikut :

1.  Tindak  pidana  yang  berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:

a.  Distribusi  atau  penyebaran, transmisi,  dapat  diaksesnya  konten illegal yang terdiri dari :

·           Kesusilaan terdapat  dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE;

·           Perjudian  terdapat  dalam  Pasal 27 ayat (2) UU ITE;

·           Penghinaan  atau  pencemaran nama baik terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE;

·           Pemerasan  atau  pengancaman dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE;

·           Berita  bohong  yang menyesatkan  dan  merugikan konsumen/penipuan  terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE;

·           Menimbulkan  rasa  kebencian berdasarkan  SARA  terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE;

·           Mengirimkan  informasi  yang berisi  ancaman  kekerasan  atau menakut-nakuti  yang  ditujukan secara  pribadi  terdapat  dalam Pasal 29 UU ITE.

b. Dengan  cara  apapun  melakukan akses illegal pada Pasal 30 UU  ITE,

c.  Intersepsi  illegal  terhadainformasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik  terdapat  dalam  Pasal  31 UU ITE.

 

1.       Tindak  pidana  yang  berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

a.     Gangguan  terhadap  Informasi  atau Dokumen  Elektronik  (data interference)  terdapat  dalam  Pasal 32 UU ITE,

b.    Gangguan  terhadap  Sistem Elektronik  (system  interference) terdapat dalam asal 33 UU ITE.

 

3.    Tindak  pidana  memfasilitasi  perbuatan yang  dilarang  terdapat  dalam  Pasal  34 UU ITE,

4.    Tindak  pidana  pemalsuan  informasi atau  dokumen  elektronik  terdapat dalam Pasal 34 UU ITE,

5.    Tindak  pidana  tambahan  terdapat dalam Pasal 36 UU ITE,

6.    Perberatan-perberatan  terhadap ancaman pidana dalam Pasal 52 UU ITE.

 

Dalam   Pasal  42  UU  ITE  diatur  bahwa penyidikan  terhadap  tindak  pidana  cyber dilakukan  berdasarkan  ketentuan  dalam hukum  acara  pidana  dan  ketentuan  dalam UU ITE. Maksudnya, semua aturan yang ada dalam  KUHAP  tetap  berlaku  sebagai ketentua umum (lex generalis) kecuali yang disimpangi  oleh  UU  ITE  sebagai  ketentuan yang  khusus  (lex  specialis).  Dengan  kata lain,  ketentuan-ketentuan  mengenai penyidikan  yang  tidak  diatur  dalam  UU  ITE tetap  diberlakukan  sebagaimana  diatur dalam  KUHAP.  Pengaturan  ini  juga  selaras dengan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP  yaitu  bahwa  terhadap  semua perkara  diberlakukan  ketentuan  KUHAP, dengan  pengecualian  untuk  sementara mengenai  ketentuan  khusus  acara  pidana sebagaimana  tersebut  pada  undangundang  tertentu,  sampai  ada  perubahan dam atau dinyatakan tidak berlaku lagi. UU ITE ialah salah satu contoh dari “ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada  undang-undang  tertentu”  dan ketentuan  khusus  acara  pidana  ini  tetap berlaku  sebelum  ditinjau  kembali,  diubah atau dicabut.

 

2.2.             Peraturan  yang  Menjadi  Dasar  Aparat Penegak  Hukum  Dalam  Upaya Penanggulangan  Tindak  Pidana Penipuan dalam Jual-Beli Online

Tindak  pidana  penipuan  menggunakan internet  termasuk  dalam  kelompok kejahatan  Illegal  Contents  dalam  kajian penyalahgunaan  teknologi  informasi berupa  Computer  Related  Fraud.  Illegal contents  adalah  merupakan  kejahatan dengan  memasukkan  data  atau  informasi ke  Internet  tentang  sesuatu  hal  yang  tidak benar,  tidak  etis,  dan  dapat  dianggap melanggar  hukum  atau  mengganggu ketertiban  umum.  Dan  Computer  Related Fraud  ini diartikan sebagai kecurangan atau merupakan  penipuan  yang  dibuat  untuk mendapatkan  keuntungan  pribadi  atau untuk  merugikan  orang  lain.  Sebagai contohnya,  penyebaran  berita  bohong  dan penyesatan melalui internet. Hal ini sering kali  kita  dapati  terjadi  dalam  dunia  siber dalam proses jual-beli  online.  Dimana pihak pembeli  sering  dirugikan  atas  tindak perbuatan dari penjual yang berlaku curang yang  tidak  melaksanakan  kewajibannya sebagai penjual.

Penipuan secara  online  pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi  perbedaan  hanya  pada  sarana perbuatannya  yakni  menggunakan  Sistem Elektronik  (komputer,  internet,  perangkat telekomunikasi).  Sehingga  secara  hukum, penipuan  secara  online  dapat  diperlakukan sama  sebagaimana  tindak  pidana konvensional  yang  diatur  dalam  Kitab Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP). Undang-Undang  No.  11  Tahun  2008 tentang  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik tidak  secara  khusus  mengatur  mengenai tindak  pidana  penipuan.  Tindak  pidana penipuan  sendiri  diatur  dalam  Pasal  378 KUHP, yang berbunyi:

Barang  siapa  dengan  maksud  untuk menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang lain  secara  melawan  hukum,  dengan memakai  nama  palsu  atau  martabat palsu,  dengan  tipu  muslihat,  ataupun rangkaian  kebohongan,  menggerakkan orang  lain  untuk  menyerahkan  barang sesuatu  kepadanya,  atau  supaya memberi  hutang  rnaupun menghapuskan  piutang  diancam  karenapenipuan  dengan  pidana  penjara  paling lama empat tahun.”

Mengenai  illegal  konten,  yaitu perbuatan  menyebarkan  berita bohong  dan  menyesatkan  sehingga mengakibatkan  kerugian  konsumen dalam  transaksi  elektronik  Diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, pasal ini berbunyi:

“Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa  hak  menyebarkan  berita  bohong dan  menyesatkan  yang  mengakibatkan kerugian  konsumen  dalam  transaksi elektronik.”

Dan  diacam  dengan  sanksi  pidana  oleh Pasal 45 ayat (2) yang menentukan:

  Setiap  orang  yang  memenuhi  unsur sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  28 ayat  (1)  atau  ayat  (2)  dipidana  dengan pidana  penjara  paling  lama  6  (enam) tahun  dan/atau  denda  paling  banyak Rp.1.000.000.000,00  (satu  miliar rupiah).”

Pasal  35  Undang-Undang  Nomor  11 Tahun  2008  Tentang  Informasi  dan Transaksi  Elektronik  yang  mengatur mengenai  perbuatan-perbuatan  yang dilarang, antara lain sebagai berikut :

Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa  hak  atau  melawan  hukum melakukan  manipulasi,  penciptaan, perubahan,  penghilangan,  pengrusakan Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut  dianggap  seolah-olah  data yang otentik.”

Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong  dan  menyesatkan  ini  sangat diperlukan  untuk  melindungi  konsumen yang  melakukan transaksi komersial secara elektronik.  Perdagangan  secara  elektronik dapat  dilaksanakan  dengan  mudah  dan cepat.  Idealnya,  transaksi  harus  didasarkan pada  kepercayaan  para  pihak  yang bertransaksi (mutual trust). Kepercayaan ini diasumsikan  dapat  diperoleh  apabila  para pihak  yang  bertransaksi  mengenal  satu sama  yang  didasarkan  pada  pengalaman transaksi terdahulu atau hasil diskusi secara langsung  sebelum  transaksi  dilakukan.  Dari segi  hukum,  para  pihak  perlu  membuat kontrak  untuk  melindungi  kepentingan mereka  dan  melindungi  mereka  dari kerugian-kerugian  yang  mungkin  muncul dikemudian  hari.  Kontrak  berisi  hak  dan kewajiban  masing-masing  pihak  yang bertransaksi.  Selain  itu,  kontrak  ini  juga biasanya  diakhiri  dengan  pilihan  hukum dan/atau  yuridiksi  hukum  yang  dapat diterima  olehpara  pihak  apabila  terjadi sengketa  atau  perselisihan.  Hal  ini  menjadi ketentuan  yang  sangat  penting  apabila transaksi  tersebut  dilakukan  oleh  para pihak yang berbeda kewarganegaraan.


 

BAB III

PENUTUP

 

1.1.    SIMPULAN

1.       Penipuan secara  online  pada prinisipnya sama  dengan  penipuan  konvensional. Yang  menjadi  perbedaan  hanya  pada sarana  perbuatannya  yakni menggunakan  Sistem  Elektronik (komputer,  internet,  perangkat telekomunikasi).  Pengaturan  hukum mengenai  tindak  pidana  penipuan  ini masih  terbatas  dalam  penggunaan KUHP,  dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan  Transaksi  Elektronik.  Aparat penegak  hukum  sering  mengalami kesulitan dan hambatan dalam menjerat pelaku tindak kejahatan penipuan.

2.       Tindak pidana penipuan ini  dapat dijerat dengan  Pasal  378  KUHP  sebagai  tindak pidana  penipuan  atau  Pasal  28  ayat  (1) UU  ITE  tentang  pengaturan  mengenai penyebaran  berita  bohong  dan menyesatkan  yang  merugikan konsumen.  Atau  dapat  dijerat berdasarkan  kedua  pasal  itu  sekaligus yaitu,  378  KUHP  jo dan  Pasal  28  ayat  (1)  jo Pasal  45  ayat  (1)  UU  No  11  Tahun  2008 tentang  Penipuan  dan  atau  Kejahatan ITE.

 

1.2.    SARAN

1.       Sebaiknya polisi yang menangani kasus-kasus  penipuan  bisnis  online  adalah mereka  yang  sudah  menguasai  bidang teknologi  informasi  dan  komunikasi atau  mereka  yang  memahami  seluk beluk  kejahatan  cyber.  Hal  tersebut sangat  penting  untuk  mencegah  polisi penerima  laporan  atau  penyidik  yang kemudian  ditunjuk  tidak  mengerti  dan tidak  memahami  duduk  perkara,  untuk tercapainya  keadilan  hukum  dan keamanan  dalam  masyarakat konvensional maupun masyarakat dalam dunia siber. 

2.       Bagi masyarakat yang ingin membeli  barang  melalui  internet  harus lebih  berhati-hati  lagi  terhadap  iklan maupun  tawaran  yang  menggiurkan. Sebelum  melakukan  kegiatan  jual-beli, sebaiknya  dicek  terlebih  dahulu keabsahan  dari  situs  tersebut  agar terhindar dari kasus penipuan.

3.       Untuk  dapat  memaksimalkan  aparat penegak  hukum  dalam  memberantas tindak  pidana  cybercrime,  perlu  adanya undang-undang  yang  khusus  mengatur tentang  cybercrime.  Diberlakukannya sertifikasi bagi para pelaku usaha seperti yang  tertuang  dalam  UU  ITE  pasal  10 ayat (1) bahwa setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan  transaksi  elektronik dapat  disertifikasi  oleh  Lembaga Sertifikasi  Keandalan,  hal  ini  mengingat begitu  mudahnya  seseorang /  penjual melakukan  kecurangan  dalam  transaksi jual  beli  online sehingga  banyak  pembeli  yang tertipu.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

http://bacaonlines.blogspot.com/2011/05/karya-tulis-hukum-penipuanmelalui.html

http://etikaiptek.blogspot.com/2013/05/cyber-law-dan-undang-undang-yang.html

http://fraudbsi.blogspot.com/2012/09/pengertian-fraud.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya

http://irwin2007.wordpress.com/category/jual-beli-dan-hukum-hukumnya/

http://jhohandewangga.wordpress.com/2012/08/01/cybercrimedanpenanggulangannya-dengan-penegakanhukum-pidana-dan-undang-undangnomor-18-tahun-2008-di-indonesia/

http://ranggablack89.wordpress.com/2012/04/01/cyber-crime-definisi-jenis-jenisdan-cara-penanggulangannya/

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f814bf6c2ca4/carapenyidikmelacak-pelaku-penipuan-dalam-jualbeli-online

http://www.mint.web.id/2013/03/pengertian-internet-dan-sejarah.html

http://news.detik.com/read/2015/04/28/142327/2900365/10/polda-sulselbar-gulung-sindikat-penipuan-toko-online

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar