MAKALAH
TINJAUAN
KRIMINOLOGIS
PENIPUAN BISNIS
ONLINE
Disusun oleh :
XXXXXXXXXX
NIM : XXXXXX
PROGRAM ILMU HUKUM (S1)
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ XXXX
2020
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
1.
PENDAHULUAN
....................................................................................... 1
A. LATAR
BELAKANG MASALAH ...................................................... 3
B.
RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 4
2. PEMBAHASAN.......................................................................................... 4
A.
Perkembangan
White Collar Crime di Indonesia saat ini ...................... 4
B.
Upaya
Represif White Collar Crime...................................................... 9
C. PENUTUP
................................................................................................... 12
A. SIMPULAN
.......................................................................................... 12
B. SARAN
................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Internet di Indonesia
dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat menggunakan internet pada
saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada dikota-kota
besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan
dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Kalangan tua, muda, sampai
anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhanya.
Teknologi
informasi dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat yang
memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia. Banyak hal dapat dilakukan
melalui internet mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan
bisnis jual beli secara online. Semua itu dilakukan tanpa melakukan kontak
langsung dengan orang lain. Bisnis secara online dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet, jejaring
sosial, maupun layanan e-banking. Layanan bisnis online ini tertunya
berpeluang untuk dijadikan lahan kejahatan atau yang lebih populer dengan
istilah cybercrime.
Cybercrime merupakan kejahatan
yang memanfaatkan
perkembangan teknologi jaringan
komputer khusunya internet. Internet yang menghadirkan cyberspace
dengan realitas virtualnya menawarkan
kepada manusia berbagai harapan
dan kemudahan. Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan
berupa kejahatan yang dinamakan
cybercrime, baik sistem jaringan
komputernya itu sendiri yang
menjadi sasaran maupun komputer
itu sendiri yang
menjadi sarana untuk melakukan
kejahatan. Tentunya jika kita
melihat bahwa informasi
itu sendiri telah menjadi
komoditi maka upaya
untuk melindungi aset tersebut
sangat diperlukan. Salah satu
upaya perlindungan adalah melalui
hukum pidana.
Dalam media
internet, kejahatan yang sering
terjadi adalah penipuan
dengan mengatasnamakan
bisnis jual beli
dengan mengunakan media internet
yang menawarkan berbagai macam
produk penjualan khususnya handphone
dan barang elektronik yang
di jual dibawah harga
rata-rata. Bisnis online
sudah menjadi tren saat ini, akan tetapi membuka cela bagi
pihak yang tidak
bertanggung jawab untuk melakukan
suatu tindak kejahatan yang
menyebabkan kerugian bagi orang
lain. Ada begitu
banyak penipuan dalam dunia
nyata, namun dalam
dunia maya juga tak
lepas dari kasus-kasus penipuan. Penipuan tersebut
menggunakan modus operandi berupa penjualan berbagai macam barang
yang menggiurkan bagi calon pembeli karena harganya yang
begitu murah dan jauh
dari harga aslinya.
Yang pada akhirnya setelah
uang dikirimkan, barang yang
sudah dipesan tidak di terima.
Demi mendapatkan
keuntungan dan memperkaya diri
sendiri, para pelaku melanggar aturan
dan norma-norma hukum yang
berlaku. Bisnis secara
online memang mempermudah para
pelaku penipuan dalam melakukan aksinya. Penjualan adalah
merupakan transaksi paling kuat
dalam dunia perniagaan bahkan secara
umum adalah bagian
yang terpenting dalam aktivitas
usaha. Dan manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan interaksi,
dan dengan kebutuhannya yang
tidak terbatas. Hal tersebut
menuntut untuk pemenuhan kebutuhan yang semakin bertambah
setiap harinya. Berbagai cara
dilakukan untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup. Salah satu
cara pemenuhan kebutuhan
adalah dengan kegiatan jual beli.
Dengan adanya internet pembeli
dapat melihat langsung barang yang
diperdagangkan dalam dunia maya,
membayarnya dengan transfer
bank dan hanya menunggu beberapa saat hingga barang itu tiba. Di zaman
ketika internet telah
menjadi kebutuhan bagi sebagian
masyarakat, proses jual beli melalui internet sudah tidak asing lagi.
Karena internet bukan
hanya konsumsi golongan tertentu
saja seperti bertahun-tahun yang
lalu, tapi sudah merambah ke
masyarakat golongan menengah ke
bawah. Proses jual
beli melalu internet ini
lazim disebut ecommerce
atau electronic commerce
atau EC, EC pada
dasarnya adalah bagian
dari electronic business.
E-commerce merupakan
suatu kontak transaksi perdagangan
antara penjual dan karena
e-commerce memberikan banyak kemudahan bagi
kedua belah pihak
yaitu pihak penjual (merchant)
dan pihak pembeli (buyer)
didalam melakukan transaksi
perdagangan sekalipun para pihak berada
didua dunia berbeda.
Dengan ecommerce setiap
transaksi yang dilakukan kedua belah
pihak yang terlibat
(penjual dan pembeli) tidak memerlukan pertemuan langsung atau tatap
muka untuk melakukan negoisasi. Pembeli
dengan menggunakan media internet, dimana
untuk pemesanan, pengiriman sampai
bagaimana system pembayaran dikomunikasikan melalui internet. Keberadaan
e-commerce merupakan
alternatif bisnis yang
cukup menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini.
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah pengaturan
hukum di Indonesia terhadap
tindak pidana penipuan dalam jual-beli online?
2. Peraturan apa
saja yang menjadi
dasar aparat penegak hukum dalam
upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual-beli online?
1.3.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengaturan di
Indonesia terhadap tindak pidana penipuan dalam jual beli
online;
2. Untuk mengetahui peraturan apa
saja yang menjadi
dasar aparat penegak hukum dalam
upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual beli online.
1.4.
MANFAAT
Untuk
menambah khasanah dan wawasan agar lebih waspada ketika melakukan transaksi
jual beli online, karena sangat mungkin terjadi penipuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengaturan Hukum
di Indonesia Terhadap Tindak
Pidana Penipuan Jual-Beli Online
2.1.1.
Pengaturan Tindak
Pidana Cybercrime
Sekelumit mengenai
kondisi yang terjadi dalam
masyarakat ini dapat
menimbulkan berbagai issue dalam
penyelesaian tindak pidana di
bidang teknologi informasi.
Mudahnya
seseorang menggunakan identitas
apa saja untuk melakukan
berbagai jenis transaksi elektronik di
mana saja dapat
menyulitkan aparat penegak hukum dalam menentukan identitas dan
lokasi pelaku yang sebenarnya. Eksistensi alat bukti elektronik dalam system
peradilan pidana di Indonesia dan
bagaimana alat bukti
elektronik tersebut dapat
diterima dipersidangan
sebagai alat bukti
yang sah akan
menjadi opic penting dalam
beberapa tahun ke depan,
terlebih dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Perkembangan teknologi
informasi termasuk internet di
dalamnya juga memberikan tantangan
tersendiri bagi perkembangan
hukum di Indonesia. Hukum di
Indonesia dituntut untuk
dapat menyesuaikan dengan perubahan
sosial yang terjadi. Perubahan-perubahan sosial dan
perubahan hukum atau
sebaliknya tidak selalu berlangsung
bersama-sama. Artinya pada keadaan
tertentu perkembangan hukum mungkin
tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur
lainnya dari masyarakat serta
kebudayaannya atau mungkin hal
yang sebaliknya.
Cybercrime merupakan
bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet.
Perkembangan yang pesat dalam
pemanfaatan jasa internet mengundang untuk
terjadinya kejahatan. Dengan meningkatnya
jumlah permintaan terhadap akses
internet, kejahatan terhadap penggunaan
teknologi informatika
semakin meningkat mengikuti perkembangan dari
teknologi itu sendiri. Semakin banyak
pihak yang dirugikan
atas perbuatan dari pelaku
kejahatan cyber tersebut apabila
tidak tidak ada ketersediaan hukum
yang mengaturnya.
Sebelum diberlakukan
UU ITE, aparat hukum
menggunakan KUHP dalam menangani kasus-kasus
kejahatan dunia cyber. Ketentuan-ketentuan yang
terdapatdalam KUHP tentang
cybercrime masih bersifat global.
Terdapat beberapa hal
yang secara khusus diatur dalam
KUHP dan disusun berdasarkan tingkat
intensitas terjadinya kasus
tersebut yaitu :
1. Ketentuan yang
berkaitan dengan delik pencurian pada Pasal 362 KUHP;
2. Ketentuan yang
berkaitan dengan
perusakan/penghancuran barang;
3. terdapat
dalam Pasal 406 KUHP;
4. Delik tentang
pornografi terdapat dalam Pasal
282 KUHP;
5. Delik
tentang penipuan terdapat dalam Pasal
378 KUHP;
6. Ketentuan yang
berkaitan dengan perbuatan memasuki
atau melintasi wilayah orang
lain;
7. Delik tentang
penggelapan terdapat dalam Pasal
372 KUHP & 374 KUHP;
8. Kejahatan terhadap
ketertiban umum terdapat dalam
Pasal 154 KUHP Delik tentang penghinaan
terdapat dalam Pasal 311 KUHP;
9. Delik
tentang pemalsuan surat terdapat dalam Pasal 263 KUHP;
10. Ketentuan
tentang pembocoran rahasia terdapat
dalam Pasal 112 KUHP,
pasal 113 KUHP, & pasal 114 KUHP;
11. Delik
tentang perjudian terdapat dalam Pasal 303 KUHP.
Tindak-tindak pidana
yang diatur dalam UU
ITE diatur dalam
BAB VII tentang perbuatan yang
dilarang,
perbuatan tersebut dapat
dikategorikan menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut :
1.
Tindak pidana yang
berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a. Distribusi
atau penyebaran, transmisi, dapat
diaksesnya konten illegal yang
terdiri dari :
·
Kesusilaan
terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
·
Perjudian terdapat
dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
·
Penghinaan atau
pencemaran nama baik terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE;
·
Pemerasan atau
pengancaman dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
·
Berita bohong
yang menyesatkan dan merugikan konsumen/penipuan terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE;
·
Menimbulkan rasa
kebencian berdasarkan SARA terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
·
Mengirimkan informasi
yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi
terdapat dalam Pasal 29 UU ITE.
b. Dengan cara
apapun melakukan akses illegal
pada Pasal 30 UU ITE,
c. Intersepsi illegal
terhadainformasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik terdapat
dalam Pasal 31 UU ITE.
1. Tindak pidana
yang berhubungan dengan gangguan
(interferensi), yaitu:
a. Gangguan terhadap
Informasi atau Dokumen Elektronik
(data interference) terdapat dalam
Pasal 32 UU ITE,
b. Gangguan terhadap
Sistem Elektronik (system interference) terdapat dalam asal 33 UU ITE.
3. Tindak pidana
memfasilitasi perbuatan yang dilarang
terdapat dalam Pasal
34 UU ITE,
4. Tindak pidana
pemalsuan informasi atau dokumen
elektronik terdapat dalam Pasal
34 UU ITE,
5. Tindak pidana
tambahan terdapat dalam Pasal 36
UU ITE,
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana dalam Pasal 52 UU
ITE.
Dalam Pasal
42 UU ITE
diatur bahwa penyidikan terhadap
tindak pidana cyber dilakukan berdasarkan
ketentuan dalam hukum acara
pidana dan ketentuan
dalam UU ITE. Maksudnya, semua aturan yang ada dalam KUHAP
tetap berlaku sebagai ketentua umum (lex generalis) kecuali
yang disimpangi oleh UU
ITE sebagai ketentuan yang khusus
(lex specialis). Dengan
kata lain, ketentuan-ketentuan mengenai penyidikan yang
tidak diatur dalam
UU ITE tetap diberlakukan
sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Pengaturan ini juga
selaras dengan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP yaitu
bahwa terhadap semua perkara
diberlakukan ketentuan KUHAP, dengan
pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan
khusus acara pidana sebagaimana tersebut
pada undangundang tertentu,
sampai ada perubahan dam atau dinyatakan tidak berlaku
lagi. UU ITE ialah salah satu contoh dari “ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada
undang-undang tertentu” dan ketentuan
khusus acara pidana
ini tetap berlaku sebelum
ditinjau kembali, diubah atau dicabut.
2.2.
Peraturan yang
Menjadi Dasar Aparat Penegak Hukum
Dalam Upaya Penanggulangan Tindak
Pidana Penipuan dalam Jual-Beli Online
Tindak pidana
penipuan menggunakan
internet termasuk dalam kelompok
kejahatan Illegal Contents
dalam kajian penyalahgunaan teknologi
informasi berupa Computer Related
Fraud. Illegal contents adalah
merupakan kejahatan dengan memasukkan
data atau informasi ke
Internet tentang sesuatu
hal yang tidak benar,
tidak etis, dan
dapat dianggap melanggar hukum
atau mengganggu ketertiban umum.
Dan Computer Related Fraud
ini diartikan sebagai kecurangan atau merupakan penipuan
yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau untuk merugikan
orang lain. Sebagai contohnya, penyebaran
berita bohong dan penyesatan melalui internet. Hal ini
sering kali kita dapati
terjadi dalam dunia
siber dalam proses jual-beli
online. Dimana pihak pembeli sering
dirugikan atas tindak perbuatan dari penjual yang berlaku
curang yang tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai penjual.
Penipuan
secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan
konvensional. Yang menjadi
perbedaan hanya pada
sarana perbuatannya yakni menggunakan
Sistem Elektronik (komputer, internet,
perangkat telekomunikasi).
Sehingga secara hukum, penipuan secara
online dapat diperlakukan sama sebagaimana
tindak pidana konvensional yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Undang-Undang No.
11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi
Elektronik tidak secara khusus
mengatur mengenai tindak pidana
penipuan. Tindak pidana penipuan sendiri
diatur dalam Pasal
378 KUHP, yang berbunyi:
“Barang
siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang
rnaupun menghapuskan piutang diancam
karenapenipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.”
Mengenai illegal
konten, yaitu perbuatan menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik Diatur dalam Pasal 28
ayat (1) UU ITE, pasal ini berbunyi:
“Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik.”
Dan diacam
dengan sanksi pidana
oleh Pasal 45 ayat (2) yang menentukan:
“ Setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat
(2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama
6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”
Pasal 35
Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik yang
mengatur mengenai
perbuatan-perbuatan yang dilarang,
antara lain sebagai berikut :
“Setiap
Orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.”
Pengaturan
mengenai penyebaran berita bohong
dan menyesatkan ini
sangat diperlukan untuk melindungi
konsumen yang melakukan transaksi
komersial secara elektronik.
Perdagangan secara elektronik dapat dilaksanakan
dengan mudah dan cepat.
Idealnya, transaksi harus
didasarkan pada kepercayaan para
pihak yang bertransaksi (mutual
trust). Kepercayaan ini diasumsikan
dapat diperoleh apabila
para pihak yang bertransaksi
mengenal satu sama yang
didasarkan pada pengalaman transaksi terdahulu atau hasil
diskusi secara langsung sebelum transaksi
dilakukan. Dari segi hukum,
para pihak perlu
membuat kontrak untuk melindungi
kepentingan mereka dan melindungi
mereka dari
kerugian-kerugian yang mungkin
muncul dikemudian hari. Kontrak
berisi hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang bertransaksi. Selain
itu, kontrak ini
juga biasanya diakhiri dengan
pilihan hukum dan/atau yuridiksi
hukum yang dapat diterima olehpara
pihak apabila terjadi sengketa atau
perselisihan. Hal ini
menjadi ketentuan yang sangat
penting apabila transaksi tersebut
dilakukan oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraan.
BAB
III
PENUTUP
1.1.
SIMPULAN
1. Penipuan
secara online pada prinisipnya sama dengan
penipuan konvensional. Yang menjadi
perbedaan hanya pada sarana
perbuatannya yakni
menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet,
perangkat telekomunikasi).
Pengaturan hukum mengenai tindak
pidana penipuan ini masih
terbatas dalam penggunaan KUHP, dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Aparat penegak hukum
sering mengalami kesulitan dan
hambatan dalam menjerat pelaku tindak kejahatan penipuan.
2. Tindak
pidana penipuan ini dapat dijerat
dengan Pasal 378
KUHP sebagai tindak pidana
penipuan atau Pasal
28 ayat (1) UU
ITE tentang pengaturan
mengenai penyebaran berita bohong
dan menyesatkan yang merugikan konsumen. Atau
dapat dijerat berdasarkan kedua
pasal itu sekaligus yaitu, 378
KUHP jo dan Pasal
28 ayat (1) jo
Pasal 45
ayat (1) UU
No 11 Tahun
2008 tentang Penipuan dan
atau Kejahatan ITE.
1.2.
SARAN
1. Sebaiknya
polisi yang menangani kasus-kasus
penipuan bisnis online
adalah mereka yang sudah
menguasai bidang teknologi informasi
dan komunikasi atau mereka
yang memahami seluk beluk
kejahatan cyber. Hal
tersebut sangat penting untuk
mencegah polisi penerima laporan
atau penyidik yang kemudian
ditunjuk tidak mengerti
dan tidak memahami duduk
perkara, untuk tercapainya keadilan
hukum dan keamanan dalam
masyarakat konvensional maupun masyarakat dalam dunia siber.
2. Bagi
masyarakat yang ingin membeli
barang melalui internet
harus lebih berhati-hati lagi
terhadap iklan maupun tawaran
yang menggiurkan. Sebelum melakukan
kegiatan jual-beli, sebaiknya dicek
terlebih dahulu keabsahan dari
situs tersebut agar terhindar dari kasus penipuan.
3. Untuk dapat
memaksimalkan aparat penegak hukum
dalam memberantas tindak pidana
cybercrime, perlu adanya undang-undang yang
khusus mengatur tentang cybercrime.
Diberlakukannya sertifikasi bagi para pelaku usaha seperti yang tertuang
dalam UU ITE
pasal 10 ayat (1) bahwa setiap
pelaku usaha yang menyelenggarakan
transaksi elektronik dapat disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan,
hal ini mengingat begitu mudahnya
seseorang / penjual
melakukan kecurangan dalam
transaksi jual beli online sehingga banyak
pembeli yang tertipu.
DAFTAR
PUSTAKA
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang
ITE Nomor 11 Tahun 2008
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
http://bacaonlines.blogspot.com/2011/05/karya-tulis-hukum-penipuanmelalui.html
http://etikaiptek.blogspot.com/2013/05/cyber-law-dan-undang-undang-yang.html
http://fraudbsi.blogspot.com/2012/09/pengertian-fraud.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya
http://irwin2007.wordpress.com/category/jual-beli-dan-hukum-hukumnya/
http://www.mint.web.id/2013/03/pengertian-internet-dan-sejarah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar