1.
Apa perbedaan AMDAL dengan UKL-UPL?
AMDAL |
UKL-UPL |
Merupakan kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan |
Merupakan pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan |
AMDAL disusun oleh penyusun yang telah memiliki
sertifikat kompetensi penyusun AMDAL |
UKL-UPL dan SPPL dapat langsung disusun oleh
pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan |
AMDAL harus melewati tahapan penilaian AMDAL
yang dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL |
UKL-UPL, di beberapa daerah mewajibkan
presentasi/ ekspose sebelum dikeluarkan surat rekomendasi dan di beberapa
daerah tidak mewajibkan ekspose |
Format AMDAL mengikuti format yang ada dalam lampiran
I, II dan III Permen LH No 16 Tahun 2012 |
Format UKL-UPL mengikuti format yang ada dalam
lampiran IV Permen LH No. 16 Tahun 2012 |
2.
Jelaskan kriteria usaha / kegiatan yang wajib AMDAL!
Berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) PermenLHK No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019
Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang wajib memiliki Amdal terdiri atas:
§
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
§
eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
§
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
§
proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
§
proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
§
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
§
pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
§
kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara; dan/atau
§
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
3.
Dapatkah pemerintah
pusat (Menteri Lingkungan Hidup) menerapkan sanksi administrative kepada pelaku
/ penanggungjawab usaha yang melakukan pencemaran lingkungan? Bilamana hal
tersebut terjadi? Jelaskan Dasar hukumnya!
Ya, dapat. Hal ini juga telah tertuang dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Reprublik Indonesia Nomor 02 tahun 2013 Tentang
PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
HIDUP. Dimana Menteri dapat menerapkan Sanksi Administratif
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang Izin Lingkungan dan Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diterbitkan oleh gubernur atau
bupati/walikota, jika Menteri menganggap gubernur atau bupati/walikota secara
sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dasar hukumnya yakni Pasal 100 ayat (1) UUPPLH yang berbunyi :
“ Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) hanya dapat
dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi
atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali (Pasal 100 ayat (2) UUPPLH)”
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memmberikan
ruang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar peradilan. Apakah
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar peradilan dapat diberlakukan
terhadap tindak pidana lingkungan? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya!
Tidak. Penyelesaian sengketa lingkungan memang dapat
dilakukan di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini telah dijamin dalam
undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia, yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Hal yang sama juga diatur dalam
undang-undang yang berlaku sebelumnya, yakni UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan UU No. 4/1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH 1982). Dasar
hukumnya yakni Pasal 85 ayat (2) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
berbunyi :
“(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.”
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
guna menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan dan/atau
menjamin adanya tindakan guna mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar