Sabtu, 05 Desember 2020

HUKUM LINGKUNGAN

 

1.   Apa perbedaan AMDAL dengan UKL-UPL?

AMDAL

UKL-UPL

Merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan

Merupakan pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan

AMDAL disusun oleh penyusun yang telah memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL

UKL-UPL dan SPPL dapat langsung disusun oleh pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan

AMDAL harus melewati tahapan penilaian AMDAL yang dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL

UKL-UPL, di beberapa daerah mewajibkan presentasi/ ekspose sebelum dikeluarkan surat rekomendasi dan di beberapa daerah tidak mewajibkan ekspose

Format AMDAL mengikuti format yang ada dalam lampiran I, II dan III Permen LH No 16 Tahun 2012

 

Format UKL-UPL mengikuti format yang ada dalam lampiran IV Permen LH No. 16 Tahun 2012

 

 

2.   Jelaskan kriteria usaha / kegiatan yang wajib AMDAL!

Berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) PermenLHK No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang wajib memiliki Amdal terdiri atas:

§   pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

§   eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;

§   proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran        dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

§   proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

§   proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;

§   introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;

§   pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;

§   kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau

§   penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

 

3.   Dapatkah pemerintah pusat (Menteri Lingkungan Hidup) menerapkan sanksi administrative kepada pelaku / penanggungjawab usaha yang melakukan pencemaran lingkungan? Bilamana hal tersebut terjadi? Jelaskan Dasar hukumnya!

 

Ya, dapat. Hal ini juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Reprublik Indonesia Nomor 02 tahun 2013 Tentang PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Dimana Menteri dapat menerapkan Sanksi Administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang Izin Lingkungan dan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diterbitkan oleh gubernur atau bupati/walikota, jika Menteri menganggap gubernur atau bupati/walikota secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukumnya yakni Pasal 100 ayat (1) UUPPLH yang berbunyi :

Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali (Pasal 100 ayat (2) UUPPLH)”

 

4.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memmberikan ruang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar peradilan. Apakah penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar peradilan dapat diberlakukan terhadap tindak pidana lingkungan? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya!

Tidak. Penyelesaian sengketa lingkungan memang dapat dilakukan di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini telah dijamin dalam undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Hal yang sama juga diatur dalam undang-undang yang berlaku sebelumnya, yakni UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan UU No. 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH 1982). Dasar hukumnya yakni Pasal 85 ayat (2) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  berbunyi :

“(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

 

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan dan/atau menjamin adanya tindakan guna mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar