Sabtu, 05 Desember 2020

MAKALAH TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP RESIDIVIS KASUS PEMBUNUHAN

MAKALAH

TINJAUAN KRIMINOLOGIS

TERHADAP RESIDIVIS KASUS PEMBUNUHAN


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

XXXXXXXXX

NIM : XXXXXX

 

 

 

PROGRAM ILMU HUKUM (S1)

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ XXXXXX

2020


DAFTAR ISI

 

Halaman

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................       i

DAFTAR ISI ..................................................................................................      ii

 

1.    PENDAHULUAN .....................................................................................      1

A.      LATAR BELAKANG MASALAH .................................................      3

B.       RUMUSAN MASALAH ...................................................................      4

 

2.    PEMBAHASAN........................................................................................      4

A.       Perkembangan White Collar Crime di Indonesia saat ini ..............      4

B.       Upaya Represif White Collar Crime..................................................      9

 

C.  PENUTUP .................................................................................................      12

A.    SIMPULAN .........................................................................................      12

B.     SARAN ................................................................................................      12

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.            LATAR BELAKANG

 

Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana. Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah satunya dengan ilmu kriminologi.

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurutnya, kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Manokwari pada tanngal 31 November 2016 dimana pembunuhan ini dilakukan oleh residivis yang menjadi target operasi Polres Manokwari karena pada bulan September lalu juga melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada almarhum Sarlota Thebu, gadis berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare Distrik Waigeo Utara kabupaten Raja Ampat.

. Kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa seseorang tersebut jahat, karena memang harus dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada banyak faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus tersebut.

.

 

 

1.2.            RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.       Apakah faktor-faktor penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya?

2.       Apakah upaya yang dilakukan oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis tersebut?

 

1.3.            TUJUAN

1.       Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya;

2.       Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis tersebut.

 

1.4.            MANFAAT

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a.       Kegunaan Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai bahan kepuastkaan dan bahan referensi hukum bagi mereka yang berminat pada kajian-kajian ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.

b.       Kegunaan Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada instansi-instansi terkait, khususnya aparat penegak hukum mengenai untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan berulang.

                                                           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.      CONTOH KASUS

Terduga Pembunuh 2 Mahasiswa Unipa Manokwari, Diringkus 90 Meter Dari Lokasi Kejadian, Rabu Malam

3 November, 2016 00:50   INFO PAPUA   3 Comments

Agustinus Awom, terduga kuat pelaku pembunuhan terhadap 2 orang mahasiswa Unipa Manokwari, berhasil diciduk aparat Reskrim Polres Manokwari, rabu malam (02/11) sekitar pukul 21.00 wit.

Hal ini dibenarkan Kasat Reskrim Polres Manokwari, AKP Aries Diego Kakori, ketika dikonfirmasi oleh Nabire.Net rabu malam. Menurut AKP Aries Kakori, tersangka Agustinus Awom, ditangkap warga dan aparat sekitar pukul 21.00 wit, 90 meter dari lokasi kejadian pembunuhan.

Agustinus Awom (Tinus) adalah residivis yang menjadi target operasi Polres Manokwari karena pada bulan september lalu juga melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada almarhum Sarlota Thebu, gadis berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare Distrik Waigeo Utara kabupaten Raja Ampat.

Agustinus sendiri merupakan dugaan kuat aparat Polres Manokwari sebagai pelaku dibalik tewasnya 2 mahasiswa UNIPA Manokwari, Agustinus Aun dan Tasya Sapulete pada senin lalu (31/10).

Namun AKP Aries Kakori mengatakan, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah pada pemeriksaan tersangka Agustinus Awom.

[Nabire.Net]

 

B.       RESIDIVIS

1.     Pengertian Residivis

 

Recidive atau peluang tindak pidana terjadi dalam hal seseorang yang melakukan suatu tindakan pidana dan telah dijatuhi pidana dengan sesuai putusan hakim yang tepat (inkrachtvan gewijsde), kemudian melakukan suatu tindakan pidana lagi. Jadi dalam Recidive, sama halnya dengan Concursus Realis, seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Perbedaanya ialah bahwa pada recidive sudah ada putusan hakim yang berkekuatan tetap yang berupa pemindaan terhadap tindak pidana yang dilakukan terdahulu atau sebelumnya.Recidive nerupakan alasan untuk memperkuat pemidanaan.

Menurut M.Marwan(2009-273) residivis adalah orang yang sudah pernah dihukum tetapi mengulangi tindakan pidana yang serupa. Penjahat kambuhan, orang yang dalam jangka waktu tertentu melakukan lebih dari satu tindak pidana, tapi ia pernah dijatuhi pidana karena salah satu tindak pidana, seseorang yang telah melakukan kejahatan dan telah dijatuhi hukuman dan telah dijalani, kemudian ia mengulang kembali melakukan setiap jenis kejahatan maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberat hukuman.

Menurut Djallnus Syah dan Azimar Emong(1979:399), pengertian residivis  adalah  orang  yang  sudah  dihukum  akan  tetapi  masih  saja melakukan kejahatan meskipun kejahatan yang dilakukan itu tidak serupa. Budiono (2007:416)menyatakan bahwaresidivis adalah kecenderungan individu        atau sekolompok  orang             untuk   mengulangi perbuatan tercela, walaupun ia sudah pernah dihukum karena melakukan perbuatan itu.

Selanjutnya residivisme juga diartikan oleh Rudi Haryono (2005:215) sebagai orang yang telah menjalankan kejahatan kembali. Sedangkan residivis adalah orang yang pernah melakukan suatu kejahatan yang sama.

Wirjono Protjodikoro (2003:146:147) mengemukakan apabilah seseorang telah dijatuhi hukuman perihal suatu kejahatan dan kemudian setelah selesai menjalani hukuman, melakukan suatu kejahatan lagi, maka kini ada seorang yang dinamakan residivis.

Mustafa Abdulahdan Ruben Ahmad (1983:63) mengemukakan, dalam ilmu hukum pidana moderen dikenal recidive yang lain yakni :

a.      Pengulangan kebetulan atau terpaksa (accidentele recidive)

b.      Pengulangan berdasarkan kebiasaan (habituele recidive)

Dalam hal accidentele recidive tidak diperlukan peraturan pemindaan yang khusus (peraturan recidive), sudah cukup pemindaan peraturan biasa tanpa pemindaan sepertiga meskipun pidana pokok. Sebaliknya dalam hal habituele recidive karena si pembuat itu ternyata sudah membiasakan diri untuk melaksanakan peristiwa pidana.

Selain dasar-dasar yang bersifat umum untuk menambah hukum menurut recidive yang dimuat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terdapat juga penambahan hukuman atas dasar recidive seperti pada Pasal 173 (2), Pasal 216 (3), Pasal 489 (2), Pasal 532 (2), (3),dan (4), pada pasal-pasal itu tenggang waktu yang lebih singkat dari yang tetapkan dalam pasal 486,487, dan 488 tesebut diatas dari cara-cara tindakan (operasional).

2.         Jenis-jenis Residivis

Ada beberapa jenis residivis apabila ditinjau dari sudut penempatan ketentuan pidana untuk pengulangan (residivisme), dapat diperbedakan antara:

a.      Ketentuan umum mengenai  pengulangan,  biasanya ditempatkan di dalam ketentuan umum (di KUHP tidak diatur),

b.      Ketentuan khusus mengenai pengulangan. Penempatannya di suatu Bab atau beberapa pasal akhir dari suatu buku (di KUHP pada buku ke II) Atau di suatu pasal dari suatu bab tindak pidana.

c.      Ketentuan yang lebih khusus lagi mengenai pengulangan. Ia hanya berlaku untuk pasal yang bersangkutan, atau untuk beberapa pasal yang mendahuluinya (di KUHP pada buku ke III).

Apabila ditinjau dari sudut jenis tindak pidana yang diulangi maka dapat diperbedakan antara:

1.      Pengulangan (residivis) umum, yaitu tidak dipersoalkan jenis/macam tindak pidana yang terdahulu yang telah dijatuhi pidana, dalam perbandingannya dengan tindak pidana yang di ulangi, misalnya pada tahun 1973 A melakukan pembunuhan. Ia dipidana 3 tahun dan telah menjalaninya. Setelah itu pada tahun 1977 ia melakukan pencurian. Hal ini adalah merupakan pengulangan, dalam hal ini melakukan pengulangan tindak pidana.

2.      Pengulangan khusus, yaitu apabila tindak pidana yang diulangi itu sama atau sejenis. Kesejenisan itu misalnya:

a.      Kejahatan terhadap keamanan negara: makar untuk membunuh Presiden, penggulingan pemerintahan, pemberontakan dan lain sebagainya;

b.      Kejahatan terhadap tubuh/nyawa orang: penganiayaan, perampasan kemerdekaan, perampasan jiwa dan lain sebagainya;

c.      Kejahatan terhadap kehormatan: penghinaan, penistaan, dan lain sebagainya;

d.      Kejahatan terhadap kesusilaan: pemerkosaan, perzinahan dan lain sebagainya;

e.      Kejahatan terhadap harta benda: pemerasan, pencurian, penggelapan, penipuan dan lain sebagainya.

Perbedaan antara pengulangan dari perbarengan, terutama terletak pada: sudah ada atau tidaknya salah satu tindak pidana itu disidangkan/dijatuhi pidana oleh hakim. Dalam hal sudah ada, maka ia berbentuk pengulangan, sedangkan dalam hal belum ada kita bicara mengenai bangunan perbarengan. Selain dari pada itu, untuk residiv tidak ada persoalan mengenai tindakan tunggal yang menyebabkan dilanggarnya dua ketentuan pidana. (E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 2002:410)

 

3.    Faktor Penyebab Residivis

Faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) walaupun pernah menjadi narapidana atau tahanan di Lembaga Permasyarakatan,  hal  ini  disebabkan  pola  pembinaan  yang  ada  di

Lembaga Permasyarakatan tersebut tidak membawa kesan yang posotif bagi pelaku tindak kejahatan tersebut. Adanya faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) yaitu:

a.      Adanya sikap ketidak mautahuan anggota keluarga dari narapidana atau tahanan, karena adanya pemikiran dari anggota keluarga para narapidana atau tahanan tersebut yang menganggap tindakan narapidana atau tahanan tersebut sebagai orang buangan atau sampah masyarakat.

b.      Sangat diharapkan adanya partisipasi atau peran aktif dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana ke masyarakat atau lingkungan tempat tinggalnya, karena masih adanya pemikiran dari sebagian masyarakat bahwa para narapidana tersebut merupakan sampah dari masyarakat, jadi harus dijauhi dan dikucilkan atau diasingkan.

c.      Perlu adanya peningkatan kerjasama dengan instansi tertentu baik yang terkait secara langsung, karena masih adanya diantara instansi-instansi pemerintahan ataupun pihak swasta yang masih kurang bersedia menerima para narapidana tersebut untuk bekerja dalam rangka menambah bekal dikemudian hari setelah para narapidana tersebut dibebaskan.

 

 

 

C.     UPAYA PENANGGULANGAN

Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma- norma agama, norma moral. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan oleh aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang memdambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.

Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut.

Menurut Hoefnangeis (Arif Gosita, 2004:2) upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:

a)    Criminal application : (penerapan hukum pidana)

Contohnya : penerapan Pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimalkan yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan maupun petusannya.

b)                     Preventif Without punishment : (pencegahan tanpa pidana) Contohnya  :  dengan  menerapkan  hukuman  maksimal  pada pelaku kejahatan, maka secara tidak  langsung  memberikan prevensi (pencegahan) kepada public  walaupun ia tidak dikenalkan hukuman atau shock therapy kepada masyarakat.

c)    Influencing views of society on crime an punishment (mass media mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pandangan lewat mass media).

Contohnya : mengsosialisasikan suatu undang-undang dengan memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman hukumannya.

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

A.    FAKTOR-FAKTOR PENDORONG RESIDIVIS

Beberapa faktor yang pendorong tindak pidana residivis antara lain :

1.    Lingkungan Pergaulan

Faktor  lingkungan  pergaulan  sangat  berpengaruh  terhadap perilaku seseorang.  Lingkungan  yang  buruk  dan  terdapat  banyak pengangguran, rawan dalam hal kejahatan, merupakan salah satu faktor pendukung  lahirnya  bentuk  kejahatan dikarenakan  tinggal  dalam lingkungan  yang  sama.  Tindak  kejahatan/pelanggaran  yang  menonjol sebagai akibat dari pergaulan lingkungan yang kurang aman yang sering terjadi  pembunuhan,  penganiayaan,  pencurian,  mabuk -mabukan  dan pengedar narkotika.

Mereka yang bergaul secara kelompok ada kecenderungan untuk berbuat  jahat  secara  bersama-sama.Kecenderungan  ini  merupakan dampak  dari  rasa  kemanusiaan,  solidaritas  antara  teman,  pergaulan secara  kelompok,  seseorang yang  melakukan  kejahatan  tidak terlepas dari rasa gengsi dan harga diri serta ingin menunjukkan kepada kelompoknya bahwa seseorang tersebut juga dapat berbuat sesuatu.Dengan demikian, merupakan suatu hal yang berkorelasi antara lingkungan yang buruk terhadap lahirnya kejahatan.

2.    Kekerasan dalam lingkungan keluarga

Kekerasan  dalam  keluarga  menunjukkan  kecenderungan meningkat.  Secara  kualitas  kekerasan  dalam  keluarga  menunjukan peningkatan  yang  mengkhawatirkan,  tidak  jarang  kekerasan  di  dalam keluarga  menyebabkan  korban  jiwa.Tindak  kekerasan  dapat  terjadi dimana  saja,  di  tempat  umum  ataupun  lingkungan  tertentu.Kekerasan terhadap  keluarga  dapat  bermacam-macam  bentuknya  mulai  dari serangan  fisik,  seperti  penyiksaan  maupun  serangan  secara  mental seperti penghinaan atau pelecehan.

3.       Pendidikan

Kurangnya  pendidikan  akan berdampak  pada perilaku seseorang.

4.       Ekonomi

Pada  dasarnya  kondisi  ekonomi  memiliki  hubungan  erat  dengan timbulnya  kejahatan.Adanya  kekayaan  dan  kemiskinan  mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal tersebut mempengaruhi jiwa  manusia  dalam  hidupnya.  Seseorang dari keluarga  miskin  ada  yang  memiliki  perasaan  rendah  diri  sehingga  seseorang tersebut dapat melakukan perbuatan melawan hukum terhadap orang lain.

Faktor lain yang sering menjadi masalah di masyarakat global saat ini adalah di mana kebutuhan semakin meningkat sementara kemampuan untuk  memenuhi  kebutuhan  itu  tidak  mencukupi.  Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternatif pekerjaan agar  mendapatkan  uang  yang  lebih  banyak  lagi  sehingga  dapat memenuhi kebutuhan hidup.Alternatif pekerjaan yang dilakukan ada yang bersifat positif dan negatif. Yang bersifat positif jelas tidak akan melanggar peraturan  (hukum),  lain  dengan  alternatif  pekerjaan  yang  dilakukan bersifat  negatif,  pekerjaan  yang  dilakukan  cenderung  melawan  hukum. Keadaan  ekonomi  sering  dijadikan  alat  oleh  para  pelaku  kejahatan, karena  himpitan  ekonomi,  maka  pelaku  kejahatan  tersebut  terpaksa melakukan kejahatan. Alasan tersebut sering di pergunakan  karena dapat meringankan hukuman yang akan dijatuhkan padanya.

 

B.      Upaya Yang Dilakukan Oleh Penegak Hukum Untuk Mencegah

Residivis

a.  Upaya Preventif yang Dilakukan oleh Pihak Kepolisian.

Dengan luas dan letak geografis yang strategis, Indonesia memiliki banyak  titik  yang  dapat  menjadi  celah  bagi  para  pelaku  kejahatan. Upayanya antara lain:

1)  Memberikan  penyuluhan  dan  bimbingan  di  masyarakat  dan sekolah-sekolah  mulai  dari  tingkat  dasar  sampai  tingkat lanjutan.

2)  Melakukan  kerja  sama  yang  baik  antara  masyarakat  dan  polisi  dalam  rangka  mencegah  terjadinya kejahatan yang.

3)  Melakukan  kerjasama  dengan  lembaga-lembaga  swadaya masyarakat  untuk  melaksanakan  penyuluhan-penyuluhan  dan pemahaman  hukum  warga  masyarakat untuk menjaga anak-anak mereka yang  masih kecil agar tidak melakukan kejahatan.

b.  Upaya Preventif Yang dilakukan oleh Keluarga dan Masyarakat

Mengingat  bahwa  keluarga  merupakan  tempat  pembentukan pribadi diri seseorang dan merupakan tempat pendidikan yang peretama dan  utama  bagi  seseorang  sebelum  memasuki  lingkungan  pergaulan dalam masyarakat.Untuk mencegah kemungkinan buruk yang tidak diinginkan, dapat dilakukan beberapa cara yaitu:

1)  Memberikan  pengawasan  secara  wajar  terhadap  pergaulan anak dalam lingkungan masyrakat.

2)  Orang  tua  diwajibkan  memberikan  pendidikan  agama,pendidikan  budi  pekerti,  dan  disiplin,  secara  baik  dan  tepat.

4.  Upaya Pembinaan Yang Dilakukan Oleh LAPAS

Dalam  kasus  pidana  yang  telah  diputus  pengadilan,  para  pelaku kejahatan  menjalani  masa  pidananya  mereka  ditempatkan  di  Lembaga Pemasyarakatan dan selama itu pula diadakan pembinaan-pembinaan.Pada  prinsipnya  Lembaga  Pemasyarakatan  sebagai  wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan.Fungsi dan  tugas  pembinaan  lembaga  pemasyarakatan  dilaksanakan  secara terpadu dengan tujuan agar narapidana setelah menjalani hukuman dapat menjadi  warga  masyarakat  yang  baik.Masyarakat  diharapkan  dapat menjadikan  mereka  sebagai  warga  masyarakat  yang  mendukung ketertiban dan keamanan. Usaha  pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama  ia  masuk  ke  dalam  lembaga  pemasyarakatan  sampai  dengan saat ia dilepas.

Usaha  pembinaan  dilakukan  dengan  mengingat  pribadi  tiap terpidana  sesuai  dengan  cepat  atau  lambatnya  kemajuan  sikap  atau tingkah  laku  terpidana.Secara  berkala  perkembangannya  diteliti  olehsuatu bidang pembinaan dan pemasyarakatan yang menentukan rencana pembinaan  untuk  selanjutnya  dan  penempatannya  dalam  lembaga  yang sesuai.  Lembaga  pemasyarakatan  Kelas  Iib Manokwari  melakukan pembinaan yang pada dasarnya tidak terlepas dari pedoman pembinaan narapidana  yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham. 

Upaya penanggulangan  khusus  untuk  residivis  dilakukan  pembinaan  sesuai dengan  faktor  penyebab  yang  terjadi  dilapangan,  tetapi  adapun  jenis pembinaan  yang  dilakukan  pada  Lembaga  Pemasyarakatan secara umum, yaitu:

a.  Pembinaan Kemandirian

Pembinaan  kemandirian  merupakan  pembinaan  yang  paling diutamakan  oleh  Pihak  Lembaga  Pemasyarakatan  terhadap  narapidana.  Dasar  pertimbangannya  bahwa  apabila  jiwa kemandirian  narapidana  telah  dibina  dengan  baik,  maka  pembinaanpembinaan  lanjutan  akan  lebih  muda  dilakukan  dan  akan  lebih  diterima oleh narapidana. Kegiatan-kegiatan pembinaan kemandirian meliputi:

1)  Pendidikan Agama

Usaha ini diperlukan untuk meneguhkan iman para narapidana terutama agar mereka menyadari akibat-akibat perbuatan yang mereka  lakukan agama  yang  dianutnya. Di  dalam  Lembaga  Pemasyarakatan juga di bangun sarana untuk beribadah bagi narapidana.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

A.    SIMPULAN

1.    Faktor-faktor  penyebab  tersangka pembunuhan Mahasiswa Unipa  melakukan  kejahatan  (residivis) adalah  karena  faktor    lingkungan  sosial  dan kurangnya  pemahaman  dan  penghayatan  serta  pengamalan nilai-nilai keagamaan dan faktor kesadaran hukum.

2.    Upaya-upaya  penanggulangan secara preventif  yang  dilakukan  oleh pemerintah  dapat  berupa  upaya Pembinaan yang  dilakukan  oleh  pihak  Kepolisian,  Kejaksaan,  Pengadilan, dan  pembinaan  yang  dilakukan  di  Lembaga  Pemasyarakatan, selain  itu  pihak  kepolisian  memberikan  pemahaman  kepada masyarakat  agar  ikut  berpartisipasi  dalam  menanggulangi masalah  kejahatan khususnya pada lingkungan terdekat.

 

B.     SARAN

1.    Penegakan  hukum  pidana  harus  dilakukan  lebih  optimal, terpadu dan terarah yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan sejumlah peraturan perundangundangan,  melainkan  penegakan  yang  diwujudkan  dalam praktek sebagai salah satu upaya nyata keseriusan pemerintah pada  umumnya  dan  aparat  penegak  hukum  pada  khususnya dalam  mencegah  dan  memberantas  kejahatan  terutama yang  dilakukan secara berulang yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat dikarenakan pembunuhan tersebut sangat tragis dan menimbulkan duka dan trauma yang mendalam bagi keluarga korban;

2.    Peran  para  aparat  pemerintah  dan  aparat  penegak  hukum harus  lebih  ditingkatkan  lagi  terutama  bagi  mereka  yang bertugas  langsung dilapangan dalam hal ini memberantas dan mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh residivis,  dan   memberikan  penyuluhan  dan  melakukan pengawasan  agar  tidak  mudah  terbujuk  atau  terpengaruh dengan bujuk orang untuk melakukan suatu kejahatan.  Adapun Pembinaan Lembaga  Pemasyarakatan harus ditingkatkan agar tidak  terjadi  lagi  pengulangan  kejahatan  yang  dilakukan  oleh terpidana.  Pembinaan  disini  seharusnya  berfokus  pada  faktor penyebab  yang  terjadi  di  lapangan  sehingga  meminimalisir pengulangan kejahatan atau residivis.


DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5291e21f1ae59/seluk-beluk-residivis/, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.52 WIT.

http://www.nabire.net/terduga-pembunuh-2-mahasiswa-unipa-manokwari-diringkus-90-meter-dari-lokasi-kejadian-rabu-malam/, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 12.34 WIT.

http://peunebah.blogspot.co.id/2012/02/residivis.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.59 WIT.

http://ari-wirawinata.blogspot.co.id/2012/06/materi-kuliah-kriminologi.html

diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.03 WIT.

http://wisnuwputra.blogspot.co.id/2015/03/analisis-kasus-pembunuhan-siswi-smp-di.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.05 WIT.

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar