MAKALAH
TINJAUAN
KRIMINOLOGIS
TERHADAP RESIDIVIS
KASUS PEMBUNUHAN
Disusun oleh :
XXXXXXXXX
NIM : XXXXXX
PROGRAM ILMU HUKUM (S1)
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ XXXXXX
2020
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
1.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG MASALAH ................................................. 3
B.
RUMUSAN MASALAH ................................................................... 4
2.
PEMBAHASAN........................................................................................ 4
A.
Perkembangan White Collar Crime di
Indonesia saat ini .............. 4
B.
Upaya Represif White Collar Crime.................................................. 9
C.
PENUTUP ................................................................................................. 12
A.
SIMPULAN ......................................................................................... 12
B.
SARAN ................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara hukum. Dalam
negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur
tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana.
Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya
dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di
masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan
keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui
bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah
satunya dengan ilmu kriminologi.
Kriminologi merupakan
ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.
Menurutnya, kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor
lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan
jiwa pelaku yang mungkin tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak
semuanya dilakukan oleh orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak
jahat, tetapi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat
jahat. Hal ini serupa dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Manokwari pada
tanngal 31 November 2016 dimana pembunuhan ini dilakukan oleh residivis yang
menjadi target operasi Polres Manokwari karena pada bulan September lalu juga
melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada almarhum Sarlota Thebu, gadis
berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare Distrik Waigeo Utara
kabupaten Raja Ampat.
. Kita tidak bisa secara langsung
mengatakan bahwa seseorang tersebut jahat, karena memang harus dilihat lebih
dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada
banyak faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting sekali menganalisis
sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi
supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus
tersebut.
.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor
penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya?
2. Apakah upaya yang
dilakukan oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis
tersebut?
1.3.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui faktor-faktor
penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya;
2. Upaya yang dilakukan
oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis tersebut.
1.4.
MANFAAT
Dari hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Kegunaan
Teoritis
Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat di jadikan sebagai bahan kepuastkaan dan bahan referensi hukum
bagi mereka yang berminat pada kajian-kajian ilmu hukum pada umumnya dan hukum
pidana pada khususnya.
b. Kegunaan
Praktis
Dari hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada instansi-instansi terkait,
khususnya aparat penegak hukum mengenai untuk mencegah seseorang melakukan
kejahatan berulang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
CONTOH KASUS
Terduga Pembunuh 2 Mahasiswa Unipa Manokwari,
Diringkus 90 Meter Dari Lokasi Kejadian, Rabu Malam
Agustinus Awom,
terduga kuat pelaku pembunuhan terhadap 2 orang mahasiswa Unipa Manokwari,
berhasil diciduk aparat Reskrim Polres Manokwari, rabu malam (02/11) sekitar
pukul 21.00 wit.
Hal ini
dibenarkan Kasat Reskrim Polres Manokwari, AKP Aries Diego Kakori, ketika dikonfirmasi
oleh Nabire.Net rabu malam. Menurut AKP Aries Kakori, tersangka Agustinus Awom,
ditangkap warga dan aparat sekitar pukul 21.00 wit, 90 meter dari lokasi
kejadian pembunuhan.
Agustinus Awom
(Tinus) adalah residivis yang menjadi target operasi Polres Manokwari karena
pada bulan september lalu juga melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada
almarhum Sarlota Thebu, gadis berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare
Distrik Waigeo Utara kabupaten Raja Ampat.
Agustinus sendiri
merupakan dugaan kuat aparat Polres Manokwari sebagai pelaku dibalik tewasnya 2
mahasiswa UNIPA Manokwari, Agustinus Aun dan Tasya Sapulete pada senin lalu
(31/10).
Namun AKP Aries
Kakori mengatakan, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah pada
pemeriksaan tersangka Agustinus Awom.
[Nabire.Net]
B. RESIDIVIS
1. Pengertian Residivis
Recidive atau peluang tindak pidana terjadi dalam
hal seseorang yang melakukan
suatu tindakan pidana dan telah dijatuhi
pidana dengan sesuai putusan hakim yang tepat (inkrachtvan gewijsde), kemudian melakukan suatu tindakan pidana lagi. Jadi dalam Recidive,
sama halnya
dengan Concursus Realis,
seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Perbedaanya ialah bahwa pada recidive
sudah ada putusan
hakim yang berkekuatan tetap yang berupa pemindaan terhadap tindak pidana
yang dilakukan terdahulu
atau sebelumnya.Recidive nerupakan
alasan untuk memperkuat pemidanaan.
Menurut M.Marwan(2009-273)
residivis adalah orang yang sudah pernah dihukum tetapi mengulangi tindakan pidana yang
serupa. Penjahat
kambuhan, orang yang dalam jangka
waktu tertentu melakukan
lebih dari satu tindak pidana, tapi ia pernah dijatuhi pidana karena salah satu tindak pidana, seseorang yang telah melakukan
kejahatan dan telah dijatuhi hukuman dan telah dijalani,
kemudian ia mengulang kembali melakukan setiap jenis kejahatan maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberat
hukuman.
Menurut Djallnus Syah dan Azimar
Emong(1979:399), pengertian residivis
adalah orang
yang sudah
dihukum akan
tetapi masih
saja melakukan
kejahatan meskipun kejahatan yang dilakukan itu tidak serupa. Budiono (2007:416)menyatakan bahwaresidivis adalah kecenderungan individu atau sekolompok orang untuk mengulangi perbuatan tercela, walaupun ia sudah pernah dihukum karena melakukan perbuatan itu.
Selanjutnya residivisme juga diartikan oleh Rudi Haryono
(2005:215) sebagai orang yang telah menjalankan kejahatan
kembali. Sedangkan
residivis adalah orang yang pernah melakukan suatu kejahatan yang sama.
Wirjono Protjodikoro (2003:146:147) mengemukakan apabilah seseorang telah dijatuhi hukuman perihal suatu kejahatan dan kemudian
setelah selesai
menjalani hukuman, melakukan
suatu kejahatan lagi, maka kini ada seorang
yang dinamakan residivis.
Mustafa Abdulahdan Ruben Ahmad (1983:63)
mengemukakan, dalam ilmu hukum pidana moderen dikenal recidive
yang lain yakni :
a.
Pengulangan kebetulan
atau terpaksa (accidentele
recidive)
b.
Pengulangan
berdasarkan kebiasaan (habituele recidive)
Dalam hal accidentele recidive tidak diperlukan peraturan pemindaan yang khusus (peraturan recidive), sudah cukup pemindaan peraturan biasa tanpa pemindaan sepertiga meskipun pidana pokok. Sebaliknya dalam hal habituele
recidive karena si pembuat
itu ternyata sudah membiasakan
diri untuk melaksanakan peristiwa pidana.
Selain dasar-dasar yang bersifat umum untuk menambah hukum
menurut recidive yang dimuat
dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terdapat juga penambahan hukuman atas dasar recidive
seperti pada Pasal 173 (2), Pasal 216 (3), Pasal 489 (2), Pasal 532 (2), (3),dan (4), pada pasal-pasal itu tenggang waktu
yang lebih singkat
dari yang tetapkan
dalam pasal 486,487,
dan 488 tesebut diatas dari cara-cara tindakan (operasional).
2.
Jenis-jenis Residivis
Ada beberapa jenis
residivis apabila ditinjau dari sudut penempatan ketentuan pidana untuk pengulangan (residivisme), dapat diperbedakan antara:
a.
Ketentuan umum mengenai
pengulangan, biasanya ditempatkan di dalam ketentuan umum (di KUHP tidak diatur),
b.
Ketentuan khusus mengenai pengulangan. Penempatannya di suatu Bab atau beberapa pasal akhir dari suatu buku (di KUHP pada buku ke II) Atau
di suatu pasal dari suatu bab
tindak pidana.
c.
Ketentuan yang lebih khusus lagi mengenai pengulangan. Ia hanya berlaku untuk pasal yang bersangkutan, atau untuk beberapa pasal yang mendahuluinya (di KUHP pada buku ke III).
Apabila ditinjau dari sudut jenis tindak pidana yang diulangi maka dapat
diperbedakan antara:
1.
Pengulangan (residivis) umum, yaitu tidak dipersoalkan jenis/macam tindak pidana yang terdahulu yang telah dijatuhi pidana, dalam perbandingannya dengan tindak pidana yang di ulangi, misalnya
pada tahun 1973 A melakukan
pembunuhan. Ia dipidana 3 tahun dan telah menjalaninya. Setelah itu pada tahun 1977 ia melakukan pencurian. Hal ini adalah merupakan
pengulangan, dalam hal ini melakukan
pengulangan tindak pidana.
2.
Pengulangan khusus, yaitu apabila tindak pidana yang diulangi itu sama atau
sejenis. Kesejenisan
itu misalnya:
a.
Kejahatan terhadap keamanan negara: makar untuk membunuh Presiden, penggulingan pemerintahan, pemberontakan dan lain sebagainya;
b.
Kejahatan terhadap tubuh/nyawa orang: penganiayaan, perampasan kemerdekaan, perampasan jiwa dan lain sebagainya;
c.
Kejahatan terhadap kehormatan: penghinaan, penistaan, dan lain sebagainya;
d.
Kejahatan terhadap kesusilaan: pemerkosaan, perzinahan dan lain
sebagainya;
e.
Kejahatan terhadap harta benda: pemerasan, pencurian, penggelapan, penipuan dan lain sebagainya.
Perbedaan antara
pengulangan dari perbarengan, terutama
terletak pada: sudah ada atau tidaknya salah satu tindak pidana itu disidangkan/dijatuhi pidana oleh hakim. Dalam hal sudah ada, maka ia berbentuk pengulangan, sedangkan dalam hal belum ada kita bicara
mengenai bangunan perbarengan. Selain dari pada itu, untuk residiv tidak ada persoalan
mengenai tindakan tunggal yang menyebabkan dilanggarnya dua ketentuan pidana. (E.Y.
Kanter dan S.R. Sianturi, 2002:410)
3.
Faktor Penyebab Residivis
Faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) walaupun pernah
menjadi narapidana atau tahanan di Lembaga Permasyarakatan,
hal ini disebabkan
pola
pembinaan yang ada di
Lembaga Permasyarakatan tersebut tidak membawa kesan yang posotif bagi pelaku tindak kejahatan tersebut. Adanya faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) yaitu:
a.
Adanya sikap ketidak mautahuan anggota keluarga dari narapidana atau tahanan, karena adanya pemikiran dari anggota keluarga para narapidana atau tahanan tersebut yang menganggap tindakan narapidana atau tahanan tersebut sebagai orang buangan atau sampah masyarakat.
b.
Sangat diharapkan adanya partisipasi atau peran aktif dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana ke masyarakat atau lingkungan tempat
tinggalnya, karena masih adanya pemikiran dari sebagian masyarakat bahwa para narapidana tersebut
merupakan sampah dari masyarakat, jadi harus
dijauhi dan dikucilkan atau diasingkan.
c.
Perlu adanya peningkatan kerjasama dengan instansi
tertentu baik yang terkait
secara langsung, karena masih adanya diantara instansi-instansi pemerintahan ataupun pihak swasta yang masih kurang bersedia menerima para narapidana tersebut untuk bekerja dalam rangka
menambah bekal dikemudian hari
setelah para narapidana tersebut dibebaskan.
C. UPAYA PENANGGULANGAN
Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma- norma agama, norma moral. Norma hukum pada umumnya
dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan oleh aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang memdambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang
dan damai.
Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong
pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan
pada hakikatnya berkaitan
dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut.
Menurut Hoefnangeis (Arif Gosita, 2004:2) upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan
cara:
a) Criminal application : (penerapan hukum pidana)
Contohnya : penerapan Pasal 354 KUHP dengan hukuman
maksimalkan yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan
maupun petusannya.
b)
Preventif
Without punishment : (pencegahan tanpa pidana) Contohnya
:
dengan menerapkan
hukuman maksimal
pada pelaku
kejahatan, maka secara tidak langsung
memberikan prevensi (pencegahan) kepada
public walaupun ia tidak dikenalkan hukuman atau shock therapy kepada masyarakat.
c) Influencing views of society on crime an punishment (mass media mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pandangan lewat mass media).
Contohnya : mengsosialisasikan suatu
undang-undang dengan memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman hukumannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
RESIDIVIS
Beberapa
faktor yang pendorong tindak pidana residivis antara lain :
1. Lingkungan
Pergaulan
Faktor lingkungan
pergaulan sangat berpengaruh
terhadap perilaku seseorang.
Lingkungan yang buruk
dan terdapat banyak pengangguran, rawan dalam hal
kejahatan, merupakan salah satu faktor pendukung lahirnya
bentuk kejahatan dikarenakan tinggal
dalam lingkungan yang sama.
Tindak kejahatan/pelanggaran yang
menonjol sebagai akibat dari pergaulan lingkungan yang kurang aman yang
sering terjadi pembunuhan, penganiayaan,
pencurian, mabuk -mabukan dan pengedar narkotika.
Mereka
yang bergaul secara kelompok ada kecenderungan untuk berbuat jahat
secara bersama-sama.Kecenderungan ini
merupakan dampak dari rasa
kemanusiaan, solidaritas antara
teman, pergaulan secara kelompok,
seseorang yang melakukan kejahatan
tidak terlepas dari rasa gengsi dan harga diri serta ingin menunjukkan
kepada kelompoknya bahwa seseorang tersebut juga dapat berbuat sesuatu.Dengan
demikian, merupakan suatu hal yang berkorelasi antara lingkungan yang buruk
terhadap lahirnya kejahatan.
2. Kekerasan
dalam lingkungan keluarga
Kekerasan dalam
keluarga menunjukkan kecenderungan meningkat. Secara
kualitas kekerasan dalam
keluarga menunjukan
peningkatan yang mengkhawatirkan, tidak
jarang kekerasan di
dalam keluarga menyebabkan korban
jiwa.Tindak kekerasan dapat
terjadi dimana saja, di
tempat umum ataupun
lingkungan tertentu.Kekerasan
terhadap keluarga dapat
bermacam-macam bentuknya mulai
dari serangan fisik, seperti
penyiksaan maupun serangan
secara mental seperti penghinaan
atau pelecehan.
3. Pendidikan
Kurangnya pendidikan
akan berdampak pada perilaku
seseorang.
4. Ekonomi
Pada dasarnya
kondisi ekonomi memiliki
hubungan erat dengan timbulnya kejahatan.Adanya kekayaan
dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia,
sebab kedua hal tersebut mempengaruhi jiwa
manusia dalam hidupnya.
Seseorang dari keluarga
miskin ada yang
memiliki perasaan rendah
diri sehingga seseorang tersebut dapat melakukan perbuatan
melawan hukum terhadap orang lain.
Faktor
lain yang sering menjadi masalah di masyarakat global saat ini adalah di mana
kebutuhan semakin meningkat sementara kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan itu tidak
mencukupi. Ketidakseimbangan
inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternatif pekerjaan
agar mendapatkan uang
yang lebih banyak
lagi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup.Alternatif
pekerjaan yang dilakukan ada yang bersifat positif dan negatif. Yang bersifat
positif jelas tidak akan melanggar peraturan
(hukum), lain dengan
alternatif pekerjaan yang
dilakukan bersifat negatif, pekerjaan
yang dilakukan cenderung
melawan hukum. Keadaan ekonomi
sering dijadikan alat
oleh para pelaku
kejahatan, karena himpitan ekonomi,
maka pelaku kejahatan
tersebut terpaksa melakukan
kejahatan. Alasan tersebut sering di pergunakan
karena dapat meringankan hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
B. Upaya
Yang Dilakukan Oleh Penegak Hukum Untuk Mencegah
Residivis
a. Upaya Preventif yang Dilakukan oleh Pihak
Kepolisian.
Dengan luas dan letak geografis
yang strategis, Indonesia memiliki banyak
titik yang dapat
menjadi celah bagi
para pelaku kejahatan. Upayanya antara lain:
1)
Memberikan penyuluhan dan
bimbingan di masyarakat
dan sekolah-sekolah mulai dari
tingkat dasar sampai
tingkat lanjutan.
2)
Melakukan kerja sama
yang baik antara
masyarakat dan polisi
dalam rangka mencegah
terjadinya kejahatan yang.
3)
Melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk
melaksanakan
penyuluhan-penyuluhan dan
pemahaman hukum warga
masyarakat untuk menjaga anak-anak mereka yang masih kecil agar tidak melakukan kejahatan.
b. Upaya Preventif Yang dilakukan oleh Keluarga
dan Masyarakat
Mengingat bahwa
keluarga merupakan tempat
pembentukan pribadi diri seseorang dan merupakan tempat pendidikan yang
peretama dan utama bagi
seseorang sebelum memasuki
lingkungan pergaulan dalam
masyarakat.Untuk mencegah kemungkinan buruk yang tidak diinginkan, dapat
dilakukan beberapa cara yaitu:
1) Memberikan
pengawasan secara wajar
terhadap pergaulan anak dalam
lingkungan masyrakat.
2) Orang
tua diwajibkan memberikan
pendidikan agama,pendidikan budi
pekerti, dan disiplin,
secara baik dan
tepat.
4. Upaya Pembinaan Yang Dilakukan Oleh LAPAS
Dalam kasus
pidana yang telah
diputus pengadilan, para
pelaku kejahatan menjalani masa
pidananya mereka ditempatkan
di Lembaga Pemasyarakatan dan
selama itu pula diadakan pembinaan-pembinaan.Pada prinsipnya
Lembaga Pemasyarakatan sebagai
wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui
pendidikan.Fungsi dan tugas pembinaan
lembaga pemasyarakatan dilaksanakan
secara terpadu dengan tujuan agar narapidana setelah menjalani hukuman
dapat menjadi warga masyarakat
yang baik.Masyarakat diharapkan
dapat menjadikan mereka sebagai
warga masyarakat yang
mendukung ketertiban dan keamanan. Usaha
pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama ia
masuk ke dalam
lembaga pemasyarakatan sampai
dengan saat ia dilepas.
Usaha pembinaan
dilakukan dengan mengingat
pribadi tiap terpidana sesuai
dengan cepat atau
lambatnya kemajuan sikap atau tingkah
laku terpidana.Secara berkala
perkembangannya diteliti olehsuatu bidang pembinaan dan pemasyarakatan
yang menentukan rencana pembinaan
untuk selanjutnya dan
penempatannya dalam lembaga
yang sesuai. Lembaga pemasyarakatan Kelas
Iib Manokwari melakukan pembinaan
yang pada dasarnya tidak terlepas dari pedoman pembinaan narapidana yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham.
Upaya
penanggulangan khusus untuk
residivis dilakukan pembinaan
sesuai dengan faktor penyebab
yang terjadi dilapangan,
tetapi adapun jenis pembinaan yang
dilakukan pada Lembaga
Pemasyarakatan secara umum, yaitu:
a. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan kemandirian
merupakan pembinaan yang
paling diutamakan oleh Pihak
Lembaga Pemasyarakatan terhadap
narapidana. Dasar pertimbangannya bahwa
apabila jiwa kemandirian narapidana
telah dibina dengan
baik, maka pembinaanpembinaan lanjutan
akan lebih muda
dilakukan dan akan
lebih diterima oleh narapidana.
Kegiatan-kegiatan pembinaan kemandirian meliputi:
1) Pendidikan Agama
Usaha
ini diperlukan untuk meneguhkan iman para narapidana terutama agar mereka
menyadari akibat-akibat perbuatan yang mereka
lakukan agama yang dianutnya. Di
dalam Lembaga Pemasyarakatan juga di bangun sarana untuk
beribadah bagi narapidana.
BAB IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
1. Faktor-faktor penyebab
tersangka pembunuhan Mahasiswa Unipa
melakukan kejahatan (residivis) adalah karena
faktor lingkungan sosial
dan kurangnya pemahaman dan
penghayatan serta pengamalan nilai-nilai keagamaan dan faktor
kesadaran hukum.
2. Upaya-upaya penanggulangan secara preventif yang
dilakukan oleh pemerintah dapat
berupa upaya Pembinaan yang dilakukan
oleh pihak Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan, dan pembinaan
yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan,
selain itu pihak
kepolisian memberikan pemahaman
kepada masyarakat agar ikut
berpartisipasi dalam menanggulangi masalah kejahatan khususnya pada lingkungan terdekat.
B.
SARAN
1. Penegakan hukum
pidana harus dilakukan
lebih optimal, terpadu dan
terarah yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan
sejumlah peraturan perundangundangan,
melainkan penegakan yang
diwujudkan dalam praktek sebagai
salah satu upaya nyata keseriusan pemerintah pada umumnya
dan aparat penegak
hukum pada khususnya dalam mencegah
dan memberantas kejahatan
terutama yang dilakukan secara
berulang yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat dikarenakan pembunuhan
tersebut sangat tragis dan menimbulkan duka dan trauma yang mendalam bagi
keluarga korban;
2. Peran para
aparat pemerintah dan
aparat penegak hukum harus
lebih ditingkatkan lagi
terutama bagi mereka
yang bertugas langsung dilapangan
dalam hal ini memberantas dan mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh
residivis, dan memberikan
penyuluhan dan melakukan pengawasan agar
tidak mudah terbujuk
atau terpengaruh dengan bujuk
orang untuk melakukan suatu kejahatan.
Adapun Pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan harus ditingkatkan agar tidak terjadi
lagi pengulangan kejahatan
yang dilakukan oleh terpidana. Pembinaan
disini seharusnya berfokus
pada faktor penyebab yang
terjadi di lapangan
sehingga meminimalisir
pengulangan kejahatan atau residivis.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5291e21f1ae59/seluk-beluk-residivis/, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.52 WIT.
http://www.nabire.net/terduga-pembunuh-2-mahasiswa-unipa-manokwari-diringkus-90-meter-dari-lokasi-kejadian-rabu-malam/, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 12.34 WIT.
http://peunebah.blogspot.co.id/2012/02/residivis.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.59 WIT.
http://ari-wirawinata.blogspot.co.id/2012/06/materi-kuliah-kriminologi.html
diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.03 WIT.
http://wisnuwputra.blogspot.co.id/2015/03/analisis-kasus-pembunuhan-siswi-smp-di.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.05 WIT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar