Rabu, 02 Agustus 2017

Makalah Hukum Lingkungan Internasional "PENGRUSAKAN TERUMBU KARANG DI RAJA AMPAT OLEH MV CALENODIAN SKY DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL"



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah Indonesia adalah 7,81 juta km² yang terdiri dari 2,01 juta km² daratan, 3,25 juta km² lautan, dan 2,55 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (selanjutnya disingkat ZEE). Mengingat luas wilayah laut Indonesia lebih luas dari wilayah daratan, menjadikan sumber daya pesisir dan lautan memiliki potensi yang sangat penting, karena di wilayah pesisir dan lautan menyediakan berbagai sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati yang bernilai ekonomis dan ekologis yang tinggi.

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi, wilayah ini sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti: pusat pemerintahan, permukiman, industri, pelabuhan, pertanian dan pariwisata. Juga dapat dapat digunakan untuk pengembangan diberbagai bidang seperti di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan.

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang berkesimbungan. Di wilayah pesisir ini terdapat sumber daya pesisir berupa sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya pesisir tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk mengeksploitasinya dan berbagai instansi berkepentingan untuk meregulasi pemanfaatannya.
Keindahan wilayah pesisir di Indonesia terbukti dengan banyaknya wisatawan lokal bahkan asing yang berkunjung ke Indonesia untuk menikmati keindahan alam pesisirnya. Keindahan alam yang tidak ternilai harganya itu perlu dijaga agar tidak rusak, karena itu merupakan aset negara yang penting. Keindahan pantai pesisir di Indonesia menjadi hal yang sangat berharga karena tidak semua negara mempunyai keindahan yang mempesona seperti di Indonesia, sehingga sudah semestinya keindahan tersebut dijaga. Wilayah pesisir juga memiliki nilai ekonomi tinggi, namun saat ini sedang terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan. Guna menjamin keberlanjutan dari sumber daya tersebut, pengelolaannya harus dilakukan secara terencana dan terpadu serta memberikan manfaat yang besar kepada semua stakeholders terutama masyarakat pesisir.

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km², yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Raja Ampat. Namun, terumbu karang di kawasan Raja Ampat rusak diterjang kapal pesiar MV Caledonian Sky pada 4 Maret lalu.

Oleh karena itulah penulis tertarik untuk membahas permasalahan tersebut dengan menagngkat judul “ PENGRUSAKAN TERUMBU KARANG DI RAJA AMPAT OLEH MV CALEDONIAN SKY DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL “



1.1.        RUMUSAN MASALAH
Berdasarkanlatarbelakangdanjudulyangakanditeliti,makapenulismemfokuskanpembahasanpadarumusanmasalahsebagaiberikut:
1.        BagaimanakahGambaranUmumKabupaten Raja Ampat?
2.        Bagaimanakah kronologi pengrusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh MV. Caledonian Sky?
3.        Bagaimanakah sanksi hukum pengrusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh MV. Caledonian Sky?
4.        SepertiapakahPeranan ITLOS (MahkamahInternasionalHukumLaut) ?

1.2.        TUJUAN
Berdasarkanrumusanmasalahdiatasmakapenulisdapatmengemukakantujuanpenelitianadalah:
1.    UntukmengetahuigambaranumumKabupaten Raja Ampat;
2.    Untuk menetahui kronologi pengrusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh MV. Caledonian Sky;
3.    Untuk mengetahui sanksi hukum pengrusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh MV. Caledonian Sky;
4.    Untukmengetahuisepertiapaperananan ITLOS (Mahkamah Internasional Hukum Laut).

1.3.        MANFAAT
1.      Dapat bermanfaat dalam memberikan informasi perkembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pengrusakan terumbu karang di kawasan konservasi seperti di raja Ampat;
2.      Dapat bermanfaat dalam memberikan wawasan bagi para mahasiswa hukum mengenai penerapan sanksi hukum bagi pelaku pengrusakan terumbu karang;
3.      Dapat bermanfaat bagi pengembangan disiplin ilmu hukum dan untuk menjadi referensi sebagai literatur tambahan bagi yang berminat meneliti leih lanjut tentang masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

1.5         METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
1. Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi literature, dokumen, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas;
2. Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.





BAB II
PEMBAHASAN

A.   GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT

Kabupaten Raja Ampat dideklarasikan sebagai kabupaten baru, berdasarkan UU No. 26 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat, tanggal 3 Mei tahun 2002. Dalam rangka memacu kemajuan wilayah Papua pada umumnya, baik dalam peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah, kabupaten ini resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 12 April 2003 hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong.

Adapun dasar hukum penetapan perairan Kawasan Konservasi Laut Raja Ampat adalah Peraturan Bupati Raja Ampat No. 66 Tahun 2007 yang ditandatangani tanggal 14 Juni 2007 dan untukpemanfaatannyadiaturdalamPeraturan Bupati No. 05 Tahun 2009 tanggal 16 April 2009.

Kawasan Konservasi ini dibagi menjadi beberapa wilayah yakni :
1.Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Ayau-Asia;
2.Kawasan Konservasi Perairan Selat Dampier;
3.Kawasan Konservasi PerairanTeluk Mayalibit;
4.Taman Pulau Kecil Kofiau;
5. Taman Pulau Kecil Misool.
           
Ibukota kabupaten Raja Ampat adalah Waisai yang terletak di Pulau Waigeo.Sebagai gugusan pulau-pulau kecil, Kabupaten Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut yang melimpah. Gugus pulau kecil ini terletak di wilayah "˜Coral Triangle" yang merupakan "jantung" keanekaragaman terumbu karang di dunia dengan segala biota yang berasosiasi dengannya, seperti jenis ikan-ikan karang, moluska dan krustasea. Kondisi terumbu karang sebanyak 60% dalam keadaan baik dan sangat baik. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh CI (Conservation International) bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih dan LIPI dalam kegiatan M-RAP (Marine-Rapid Assessment Program) di Raja Ampat pada tahun 2001, telah teridentifikasi sebanyak 2000 jenis biota pada 45 titik penyelaman, yaitu : 450 jenis karang, 7 jenis diantaranya belum pernah ditemukan di dunia; 950 jenis ikan karang, 4 jenis tergolong baru bagi dunia, yaitu: Eviota (sejenis gobi), Apogon (ikan kardinal-2 jenis), Hemiscyllium (sejenis hiu); dan 600 jenis moluska.

Sejak tahun 1990-an, ekosistem terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat menghadapi ancaman kerusakan akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida. Namun demikian, secara keseluruhan kondisi terumbu karang di Raja Ampat adalah yang terbaik di Indonesia, bahkan keanekaragaman hayatinya lebih tinggi dibandingkan dengan Negara Palau yang selama ini mendapat perhatian sangat serius dari dunia internasional sebagai tolok ukur studi terumbu karang di dunia. Oleh karena itu, pendekatan konservasi dalam menetapkan Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat adalah menggunakan pendekatan partisipasi, dukungan dan fasilitasi pembangunan insfrastruktur sosial, bimbingan teknis, sosialisasi, percontohan dan pilot project pengembangan pariwisata bahari dan perikanan berkelanjutan.

Sektor pariwisata memiliki prospek pengembangan tersendiri bagi kegiatan perekonomian Raja Ampat. Keunikan dan keindahan panorama alam ditambah dengan keanekaragaman sumberdaya perikanan dan kelautan yang tinggi, terutama ekosistem terumbu karang merupakan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan luar negeri. Bahkan di daerah tersebut menjadi lokasi penelitian para pakar biota laut dunia.Jenis potensi pariwisata bahari yang utama di wilayah gugus pulau kecil Raja Ampat adalah wisata panorama alam, seperti pasir putih, gua, beting-beting karang, serta wisata diving. Daerah pengembangan pariwisata adalah di Pulau Kofiau, Misool, Waigeo Selatan dan Barat, serta Kepulauan Ayau.
Namundemikian, padatanggal 4 Maret 2017 lalu, sebuahKapalPesiaryakni MV Caledonian Sky kandasdanmerusakekosistemterumbukarangseluas18.882 yang terdiri dari 13.270 meter persegi luas kerusakan total dan sisanya adalah akibat hempasan pasir dan terumbu karang yang pecah karena gerak kapaldi zonainti Raja Ampatyaitu di situs penyelaman yang disebut sebagai Crossover Reef.Kerugianbesar pun terjadikarenakejadiantersebutmengakibatkan turunnya produksi ikan, karena terumbu karang merupakan tempat nursery bagi beberapa jenis ikan. Selain itu, nilai-nilai pariwisata di daerah tersebut menjadi berkurang, karena pengunjung tidak dapat menikmati keindahan terumbu karang saat menyelam di lokasi tersebut.

B.   KRONOLOGI PENGRUSAKAN TERUMBU KARANG DI RAJA AMPAT OLEH MV. CALEDONIAN SKY
Rusaknya terumbu karang di kawasan zona inti konservasi laut Raja Ampat, Papua Barat akibat ditabrak kapal pesiar MV Caledonian Sky, milik perusahaan Noble Caledonia Inggris yang berlayar menuju Filipina pada 4 Maret 2017 menambah daftar kerusakan lingkungan di Indonesia. Kapal berbendera Bahama itu dinahkodai oleh Kapten Keith Michael Taylor. Kapal tersebut digunakan untuk membawa 102 turis dan 79 Anak Buah Kapal.
Setelah mengelilingi pulau untuk mengamati keanekaragaman burung serta menikmati pementasan seni, para penumpang kembali ke kapal pada siang hari tanggal 4 Maret 2017. Kapal pesiar itu kemudian melanjutkan perjalanan ke Bitung pada pukul 12.41 Waktu Indonesia Timur (WIT). Di tengah perjalanan menuju Bitung, MV Caledonian Sky kandas di atas sekumpulan terumbu karang di Raja Ampat. Untuk mengatasi hal ini Kapten Keith Michael Taylor merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya. 
Saat kapal itu kandas, sebuah kapal penarik (tug boat) dengan nama TB Audreyrob Tanjung Priok tiba di lokasi untuk mengeluarkan kapal pesiar tersebut. Namun upaya tersebut awalnya tidak berhasil karena kapal MV Caledonian Sky terlalu berat.  Kapten terus berupaya  untuk menjalankan  kapal Caledonian Sky hingga akhirnya berhasil kembali berlayar pada pukul 23.15 WIT pada tanggal 4 Maret 2017.
Akibatnya, terumbu karang di wilayah tersebut rusak berat. Sebagai daerah kepulauan dengan 85% luas daerahnya merupakan lautan, Raja Ampat memiliki banyak kekhasan, yang menjadi daya tarik tersendiri. Contohnya, untuk jumlah fauna ikan karang yang mencapai sedikitnya 1427 spesies. Jumlah tersebut menunjukkan angka tertinggi dalam keanekaragaman hayati laut dibandingkan dengan wilayah lain dengan luasan yang sama di dunia.
Spesies unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam di perairan Raja Ampat di antaranya, beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan pari Manta. Juga ada ikan endemik Raja Ampat, yaitu Eviota Raja, yaitu sejenis Ikan Gobbie.
Tapi Kini, ekosistem dalam laut raja ampat mulai terganggu akibat rusaknya terumbu karang dampak karena Kapal Caledonian Sky. Setidaknya dibutuhkan waktu lama untuk memulihkan kawasan tersebut seperti semula.
Pemerintah Indonesia berencana mengajukan gugatan perdata dan pidana akibat masalah ini, sebab insiden tersebut merusak habitat bawah laut Indonesia.

C.   SANKSI HUKUM PENGRUSAKAN TERUMBU KARANG DI RAJA AMPAT OLEH MV. CALEDONIAN SKY
Merujuk pada peraturan dan perundangan di Indonesia, pengrusakan terumbu karang termasuk perbuatan Pidana dan Perdata.

1.   SANKSI PIDANA
Beberapa payung hukum yang mengatur konservasi terumbu karang diantaranyauntukkasusiniantara lain;
1.            UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH);
2.            UU Nomor 5 tahun 1990 tentangKonservasiSumberDayaAlamHayatidanEkosistemnya;
3.            Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Raja Ampat Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah;
4.            UU Nomor 31 Tahun 2004 junto UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan;
5.             UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
6.            UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
7.            Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat Zona Pemanfaatan Terbatas;
8.            Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Kerugian Lingkungan Akibat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup;
9.            Pasal 406 (1), Pasal 55 (1) dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kami menganalisa dari kacamata hukum publik yang berlaku di Indonesia,
Pasal 55 (1) KUHP ditetapkan bahwa:
“(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.” 
Pasal 56 KUHP ditetapkan bahwa:
“Dipidana sebagai pembantu kejahatan :
Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ;
Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.”
Kami menyisipkan Pasal 55 (1) dan Pasal 56 KUHP karena adanya indikasi turut terlibatnya pejabat-pejabat atau pihak-pihak yang berwenang dalam perizinan melintasnya kapal pesiar tersebut.
Kapal Caledonian Sky merupakan kapal canggih dengan berbobot 4200 GT, kapal tersebut memiliki sistem pemancar sinyal serta perlengkapan pendukung keselamatan lainnya yang canggih. Jika merujuk dari kecanggihan ornament kapal ini, tidak wajar jika kapal memasuki zona perairan dangkal Raja Ampat.
Selain itu, langkah menarik kapal dari zona dangkal tidak dipantau atau diawasi oleh pihak berwenang menjadi bentuk kelalain dan kesengajaan.
Jika merujuk dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Raja Ampat Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah, disebutkan bahwa zona pesisir Raja Ampat terlarang untuk dilalui dan dilintasi kapal pesiar.
Untukkasusinipemerintahakanmenggunakandua instrument hukum, yakniUndang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 (Perlin-dungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UU Nomor 5 Tahun 1990 (tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya). Penggunaan dua instrumen itu sesuai dengan arahan Kemenko Kemaritiman.
Sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), secara jelas Pasal 98 (1) UU 32/2009 menyebutkan :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara palung singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” 
Terhitungtanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentangPengelolaanLingkunganHiduptelahdinyatakantidakberlakulagi, yang mana kemudiandigantikandenganUndang-Undang No. 32 tahun 2009 tentangPerlindungan dan PengelolaanLingkunganHidup (PPLH).
AdapunisiUndang-undang No. 32 tahun 2009 terdiridari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebihmenyeluruhtentangperlindungan dan pengelolaanlingkunganhidup. Dan apabila kitacermatiterdapatperbedaan yang cukupmendasar antara Undang-UndangNomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaanLingkunganHidupdenganUndang-Undanginiadalahadanyapenguatan yang terdapatdalamUndang-Undanginitentangprinsip-prinsipperlindungan dan pengelolaanlingkunganhidup yang didasarkan pada tata kelolapemerintahan yang baikkarenadalamsetiapprosesperumusan dan danpenegakanhukummewajibkanpengintegrasianaspektransparansi, partisipasi, akuntabilitas, sertakeadilanpenerapaninstrumenpencegahanpencemaran dan/ataukerusakanlingkunganhidupsertapenanggulangan.
Reformasi yang ingin dibangun pada UU No.32 tahun 2009 , adanya era otonomi daerah, yang banyak memberi perubahan dalam hubungan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu suatu landasan filosofi yang mendasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah-daerah.
Merujuk BBC, disebutkan pihak perusahaan Noble Caledonia telah meminta maaf terkait insiden tersebut dan berjanji membayar kerugian yang muncul, apabila ditarik dari sisi pidana, permintaan maaf tersebut sah-sah saja akan tetapi tidak akan menghapus sanksi pidana.
Kerusakan terumbu karang di Raja Ampat ini melanggar UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu pemerintah Indonesia akan segera mengajukan gugatan pidana dan perdata ke perusahaan pemilik kapal. Diberitakan Noble Caledonia akan diminta membayar kompensasi sebesar US$1,28 juta (sekitar Rp 17 miliar) hingga US$1,92 juta (sekitar Rp25 miliar) untuk memulihkan kondisi Raja Ampat. Namun, jumlah tersebut masih akan dievaluasi lagi setelah mendapatkan hasil yang aktual dari lapangan.
Penulis mengapresiasi niat tanggung jawab dari pihak Noble Caledonia, namun melihat pertumbuhan terumbu karang yang hanya 5 cm per tahun dan masih tergantung dengan laut itu sendiri, mungkin akan membutuhkan waktu yang lama sebelum perbaikan kondisi di Raja Ampat bisa mulai terasa.
Proses penanganan kasus ini sejauh ini masih berjalan rumit dan belum memenuhi ekspektasi publik. Masyarakat dan media massa sejauh ini masih menunggu langkah taktis yang akan ditempuh Pemerintah RI untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas. Saat ini Pemerintah juga sedang mempertimbangkan membawa persoalan ini ke Mahkamah Hukum Laut Internasional atau International Tribunal for Law of Sea (ITLOS). Pelibatan ITLOS itu dikarenakan, MV Caledonia merupakan kapal berbendera Bahama. Dengan demikian, peristiwa itu menjadi masalah internasional yang melibatkan pemerintah Bahama dan pemerintah Indonesia. Acuannya yakni UNCLOS (perjanjian hukum laut internasional). Adapun ITLOS adalah lembaga pengadilan maritim internasional yang dibentuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang berkantor pusat di Hamburg, Jerman.
Kini, Pemerintah juga telah membentuk sebuah tim yang terdiri dari lembaga terkait seperti Kemenko Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kejaksaan Agung, Polri hingga pemda setempat. Informasi-informasi itu selanjutnya akan dipakai dalam proses pengadilan termasuk penentuan pihak yang tepat dimintai pertanggungjawaban baik pemerintah Bahama maupun perusahaan yang mengoperasikan kapal MV Caledonian Sky.
Pemerintah menjelaskan ada tiga tugas pokok dari tim khusus tersebut yakni pertama, menangani aspek hukum baik perdata maupun pidana, termasuk Mutual Legal Assistance (bantuan imbal balik) maupun upaya ekstradisi jika diperlukan, kedua, menghitung kerusakan lingkungan yang disebabkan kandasnya kapal Caledonian Sky, dan ketiga keselamatan navigasi.
2.            SANKSI PERDATA
Jika kita analisa dari sisi perdata, pemerintah bisa menempuh tiga cara yakni:
·      Class Action atau Gugatan Masyarakat
Class Action atau gugatan masyarakat dalam UU PPLH diatur dalam Pasal 90. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

·      Hak Gugat Organisasi
Hak gugat organisasi sendiri diatur dalam pasal 92 UU PPLH, hak ini dapat diberikan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

·      Hak Gugat Pemerintah (baik pemerintah pusat dan daerah)
Hak gugat pemerintah (pasal 90 dalam UU PPLH), yaitu Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

3.    ITLOS ( MAHKAMAH INTERNASIONAL HUKUM LAUT )

ITLOS (International Tribunal for Law of The Sea) merupakan sebuah organisasi antar pemerintah yang dibuat oleh mandat ketiga konferensi PBB tentang hukum laut. Organisasi ini didirikan oleh konvensi PBB tenang hukum laut yang ditandatangani di Montego Bay Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994, dan mendirikan sebuah kerangka kerja terdiri dari 21 anggota independen yang dipilih dari antara orang-orang yang memiliki reputasi tertinggi untuk keadilan dan integritas serta mempunyai kompetensi yang diakui di bidang hukum laut.

ITLOS berfungsi untuk menengahi sengketa-sengketa yang lahir dari pelaksanaan maupun penafsiran ketentuan-ketentuan UNCLOS. Berdasarkan statusnya, ITLOS dapat membentuk chamber untuk menangani bidang-bidang tertentu yang disengketakan. Saat ini ada beberapa chamber yang telah dibentuk yaitu :
1. The Chamber of Summary Procedure
2. The Chamber of Fisheries Dispute and the Chamber for enviromental disputes
3. A Special Chambers to deal with the case concerning the conservation andsustainable exploitation of sword fish stock in the South-Easterb pacific ocean
4. Seabed Disputes Chamber
Tribunal ini terbuka bagi semua negara angota UNCLOS 1982, dan di samping itu, dalam kasus-kasus tertentu, Tribunal juga membuka kesempatan pada orang, badan hukum atau organisasi internasional mengajukan perkara ke hadapannya. Yurusdiksi tribunal tidak terbatas atas semua kasus yang berhubungan dengan pelaksanaan dan penafsiran ketentuan UNCLOS 1982 yang disampaiakan padanya. Tribunal juga berwewenang mengadili sengketa-sengketa yang lahir dari pelaksanaan persetujuan/perjanjian internasional yang secara tegas menyatakan ITLOS sebagai forum penyelesaian sengketa.

Perselisihan sebelum Pengadilan adalah lembaga baik oleh aplikasi tertulis atau dengan pemberitahuan dari perjanjian khusus. Prosedur yang harus diikuti untuk lembaga pengadilan sebelum Pengadilan didefinisikan dalam Statuta dan Peraturan Majelis serta dalam Pedoman tentang Penyusunan dan Penyajian Kasus sebelum Pengadilan. Setiap kasus yang timbul dari aplikasi atau interpretasi dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut dapat dibawa ke Pengadilan.
Dalam kasus yang diajukan ke Pengadilan untuk saat ini hal-hal berikut ini menonjol: rilis cepat dari kapal dan awak berdasarkan pasal 292 Konvensi, Negara yurisdiksi pantai di zona maritim, kebebasan navigasi, pengejaran, lingkungan laut, bendera kemudahan dan konservasi stok ikan. Yurisdiksi Pengadilan juga meluas ke kasus yang muncul dari perjanjian lain yang memberikan yurisdiksi di Pengadilan. Pengadilan menerapkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan aturan lain dari hukum internasional tidak bertentangan dengan Konvensi.

ITLOS adalah salah satu sarana untuk penyelesaian perselisihan yang timbul dari Konvensi, namun ada juga cara lainnya yaitu melalui Mahkamah Internasional, pengadilan arbitrase yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VII Konvensi, dan sidang arbitrase khusus yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VIII Konvensi. Majelis Umum PBB telah mengakui kontribusi Pengadilan ke penyelesaian damai sengketa sesuai dengan Bagian XV dari Konvensi dan telah menggaris bawahi peran dan kewenangan penting Tribunal mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi. Keputusan Pengadilan bersifat final dan mengikat terhadap para pihak yang bersengketa dan wajib untuk mematuhinya.

ITLOS memiliki 21 hakim independen yang dipilih dari orang-orang yang memiliki reputasi tinggi untuk keadilan dan integritas, serta memiliki kompetensi yang diakui di bidang hukum laut.Sementara mengenai perbedaan antara ITLOS dan ICJ / MahkamahInternasional, dijelaskan bahwa perbedaan yang sangat mendasar, yaitu terkait cakupan atau isu-isu yang ditanganinya. Isu-isu yang ditangani oleh ICJ lebih luas dan menyangkut hukum internasional yang bersifat umum, sedangkan cakupan ITLOS lebih bersifat khusus, yakni mengenai interpretasi dan aplikasi UNCLOS 1982. 

Kasus sengketa yang pernah ditangani oleh ITLOS ada 25 kasus.  Proses beracara dalam ITLOS terdiri dari dua tahapan yaitu tertulis dan lisan. Tahapan tersebut harus dilakukan tanpa penundaan dan beban yang tidak perlu. Dan bahasa yang digunakan dalam Tribunal adalah bahasa Inggris dan Perancis.

Sejumlah negara seperti Perancis, Inggris, Yaman, Jepang, Panama, New Zealand dan Australia memilih ITLOS untuk menyelesaikan sengketa kelautan mereka.

Melihat dari ragam kasus yang diselesaikan oleh ITLOS, maka ITLOS bisa menjadi tempat penyelesaian pengrusakanterumbukarang di Raja Ampatoleh MV Caledonian Sky. Selain waktu penyelesaian sengketa bisa lebih cepat, hakim-hakim yang ada di lembaga tersebut dinilai lebih mumpuni.




BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

1.    Kabupaten Raja Ampat dideklarasikan sebagai kabupaten baru, berdasarkan UU No. 26 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat, tanggal 3 Mei tahun 2002, sedangkanpenetapan perairan Kawasan Konservasi Laut Raja Ampat adalah Peraturan Bupati Raja Ampat No. 66 Tahun 2007 dan untukpengelolaannyadiaturdalamPeraturan Bupati No. 05 Tahun 2009.
2.    MV. Caledonian Sky kandas dan merusak terumbu karang di Zona Konservasi Raja Ampatseluas18.882m2 yang terdiri dari 13.270 meter persegi luas kerusakan total dan sisanya adalah akibat hempasan pasir dan terumbu karang yang pecah karena gerak kapalpadatanggal 4 Meret 2017.
3. Pemerintah akan menempuh jalur hukum untuk penyelesaian kasus pengrusakan terumbu karang Raja Ampat yakni pidana maupun perdata melalui Mahkamah Internasional Hukum Laut (ITLOS) dengan menggunakan dua instrument yakni Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UU Nomor 5 Tahun 1990 (tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya).
4.    ITLOS bisa menjadi tempat penyelesaian pengrusakan terumbu karang di Raja Ampatoleh MV Caledonian Sky. Selain waktu penyelesaian sengketa bisa lebih cepat, hakim-hakim yang ada di lembaga tersebut dinilai lebih mumpuni.

B.   SARAN

1.    Perlu adanya terobosan penanganan dari segi pidana, karena memang aturannya sudah jelas. Tanpa maksud mengindahkan ganti rugi dan proses administratif;
2.    Pihak penyidik dari Mabes Polri juga seharusnya bergerak cepat dan tuntas dalam mengawal kasus ini, mulai dari penyelidikan izin pesiar kapal hingga dugaan adanya faktor kesengajaan dari nahkoda kapal. Dengan dimulainya penyelidikan dari Mabes Polri ini, setidaknya sanksi pidana bukan hanya sebagai pemanis ancaman yang mengisi berita di media massa semata;
3. Pemerintah Pusat dan Daerah agar melibatkan masyarakat adat dalam menyelesaikan masalah kerusakan terumbu karang di perairan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat karena masyarakat setempat itulah yang merasakan langsung dampak dari kerusakan tersebut. Langkah ini penting agar tidak terjadi gejolak lain di kemudian hari.
4.    Untuk menghindari kerusakan atau kejadian yang sama terjadi di tempat terumbu karang di Raja Ampat lainya atau tempat menyelam lain di Indonesia, pemerintah harus segera membuat banyak tambatan kapal yang strategis, sehingga kapal-kapal besar tidak langsung masuk ke perairan dangkal, yang dapat beresiko merusak terumbu karang. Selain hal tersebut, pemerintah juga harus segera membuat kebijakan zonasi yang baik, sehingga ada zonasi yang jelas, di mana wilayah kapal besar bisa masuk atau tidak bisa masuk.










DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar