Rabu, 02 Agustus 2017

Makalah Hukum Pidana " TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP RESIDIVIS KASUS PEMBUNUHAN" (Studi Kasus Pembunuhan di Amban Pantai, Manokwari)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana. Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah satunya dengan ilmu kriminologi.

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurutnya, kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Manokwari pada tanngal 31 November 2016 dimana pembunuhan ini dilakukan oleh residivis yang menjadi target operasi Polres Manokwari karena pada bulan September lalu juga melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada almarhum Sarlota Thebu, gadis berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare Distrik Waigeo Utara kabupaten Raja Ampat.

. Kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa seseorang tersebut jahat, karena memang harus dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada banyak faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus tersebut.

.
1.2.      RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.    Apakah faktor-faktor penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya?
2.    Apakah upaya yang dilakukan oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis tersebut?

1.3.      TUJUAN
1.    Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tersangka mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya;
2.    Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum di Kota Manokwari untuk menanggulangi residivis tersebut.

1.4.      MANFAAT
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a.    Kegunaan Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai bahan kepuastkaan dan bahan referensi hukum bagi mereka yang berminat pada kajian-kajian ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.
b.    Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada instansi-instansi terkait, khususnya aparat penegak hukum mengenai untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan berulang.
                       

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  CONTOH KASUS

Terduga Pembunuh 2 Mahasiswa Unipa Manokwari, Diringkus 90 Meter Dari Lokasi Kejadian, Rabu Malam

3 November, 2016 00:50   INFO PAPUA   3 Comments

Agustinus Awom, terduga kuat pelaku pembunuhan terhadap 2 orang mahasiswa Unipa Manokwari, berhasil diciduk aparat Reskrim Polres Manokwari, rabu malam (02/11) sekitar pukul 21.00 wit.

Hal ini dibenarkan Kasat Reskrim Polres Manokwari, AKP Aries Diego Kakori, ketika dikonfirmasi oleh Nabire.Net rabu malam. Menurut AKP Aries Kakori, tersangka Agustinus Awom, ditangkap warga dan aparat sekitar pukul 21.00 wit, 90 meter dari lokasi kejadian pembunuhan.

Agustinus Awom (Tinus) adalah residivis yang menjadi target operasi Polres Manokwari karena pada bulan september lalu juga melakukan pembunuhan secara mengenaskan kepada almarhum Sarlota Thebu, gadis berusia 17 tahun di Gunung Tabakar Kampung Kabare Distrik Waigeo Utara kabupaten Raja Ampat.

Agustinus sendiri merupakan dugaan kuat aparat Polres Manokwari sebagai pelaku dibalik tewasnya 2 mahasiswa UNIPA Manokwari, Agustinus Aun dan Tasya Sapulete pada senin lalu (31/10).

Namun AKP Aries Kakori mengatakan, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah pada pemeriksaan tersangka Agustinus Awom.

[Nabire.Net]

B.   RESIDIVIS

1.   Pengertian Residivis


Recidive atau peluang tindak pidana terjadi dalam hal seseorang yang melakukan suatu tindakan pidana dan telah dijatuhi pidana dengan sesuai putusan hakim yang tepat (inkrachtvan gewijsde), kemudian melakukan suatu tindakan pidana lagi. Jadi dalam Recidive, sama halnya dengan Concursus Realis, seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Perbedaanya ialah bahwa pada recidive sudah ada putusan hakim yang berkekuatan tetap yang berupa pemindaan terhadap tindak pidana yang dilakukan terdahulu atau sebelumnya.Recidive nerupakan alasan untuk memperkuat pemidanaan.
Menurut M.Marwan(2009-273) residivis adalah :

Orang yang sudah pernah dihukum tetapi mengulangi tindakan pidana yang serupa. Penjahat kambuhan, orang yang dalam jangka waktu tertentu melakukan lebih dari satu tindak pidana, tapi ia pernah dijatuhi pidana karena salah satu tindak pidana, seseorang yang telah melakukan kejahatan dan telah dijatuhi hukuman dan telah dijalani, kemudian ia mengulang kembali melakukan setiap jenis kejahatan maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberat hukuman.

Menurut Djallnus Syah dan Azimar Emong(1979:399), pengertian residivis  adalah  orang  yang  sudah  dihukum  akan  tetapi  masih  saja melakukan kejahatan meskipun kejahatan yang dilakukan itu tidak serupa. Budiono (2007:416)menyatakan bahwaresidivis     adalah kecenderungan individu    atau sekolompok  orang          untuk     mengulangi perbuatan tercela, walaupun ia sudah pernah dihukum karena melakukan perbuatan itu.
Selanjutnya residivisme juga diartikan oleh Rudi Haryono (2005:215) sebagai orang yang telah menjalankan kejahatan kembali. Sedangkan residivis adalah orang yang pernah melakukan suatu kejahatan yang sama.
Wirjono Protjodikoro (2003:146:147) mengemukakan apabilah seseorang telah dijatuhi hukuman perihal suatu kejahatan dan kemudian setelah selesai menjalani hukuman, melakukan suatu kejahatan lagi, maka kini ada seorang yang dinamakan residivis.
Mustafa Abdulahdan Ruben Ahmad (1983:63) mengemukakan, dalam ilmu hukum pidana moderen dikenal recidive yang lain yakni :
a.       Pengulangan kebetulan atau terpaksa (accidentele recidive)

b.      Pengulangan berdasarkan kebiasaan (habituele recidive)

Dalam hal accidentele recidive tidak diperlukan peraturan pemindaan yang khusus (peraturan recidive), sudah cukup pemindaan peraturan biasa tanpa pemindaan sepertiga meskipun pidana pokok. Sebaliknya dalam hal habituele recidive karena si pembuat itu ternyata sudah membiasakan diri untuk melaksanakan peristiwa pidana.
Selain dasar-dasar yang bersifat umum untuk menambah hukum menurut recidive yang dimuat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terdapat juga penambahan hukuman atas dasar recidive seperti pada Pasal 173 (2), Pasal 216 (3), Pasal 489 (2), Pasal 532 (2), (3),dan (4), pada pasal-pasal itu tenggang waktu yang lebih singkat dari yang tetapkan dalam pasal 486,487, dan 488 tesebut diatas dari cara-cara tindakan (operasional).

2.      Jenis-jenis Residivis


Ada beberapa jenis residivis apabila ditinjau dari sudut penempatan ketentuan pidana untuk pengulangan (residivisme), dapat diperbedakan antara:
a.       Ketentuan umum mengenai  pengulangan,  biasanya ditempatkan di dalam ketentuan umum (di KUHP tidak diatur),
b.      Ketentuan khusus mengenai pengulangan. Penempatannya di suatu Bab atau beberapa pasal akhir dari suatu buku (di KUHP pada buku ke II) Atau di suatu pasal dari suatu bab tindak pidana.
c.       Ketentuan yang lebih khusus lagi mengenai pengulangan. Ia hanya berlaku untuk pasal yang bersangkutan, atau untuk beberapa pasal yang mendahuluinya (di KUHP pada buku ke III).
Apabila ditinjau dari sudut jenis tindak pidana yang diulangi maka dapat diperbedakan antara:
1.      Pengulangan (residivis) umum, yaitu tidak dipersoalkan jenis/macam tindak pidana yang terdahulu yang telah dijatuhi pidana, dalam perbandingannya dengan tindak pidana yang di ulangi, misalnya pada tahun 1973 A melakukan pembunuhan. Ia dipidana 3 tahun dan telah menjalaninya. Setelah itu pada tahun 1977 ia melakukan pencurian. Hal ini adalah merupakan pengulangan, dalam hal ini melakukan pengulangan tindak pidana.
2.      Pengulangan khusus, yaitu apabila tindak pidana yang diulangi itu sama atau sejenis. Kesejenisan itu misalnya:
a.       Kejahatan terhadap keamanan negara: makar untuk membunuh Presiden, penggulingan pemerintahan, pemberontakan dan lain sebagainya;
b.      Kejahatan terhadap tubuh/nyawa orang: penganiayaan, perampasan kemerdekaan, perampasan jiwa dan lain sebagainya;
c.       Kejahatan terhadap kehormatan: penghinaan, penistaan, dan lain sebagainya;
d.      Kejahatan terhadap kesusilaan: pemerkosaan, perzinahan dan lain sebagainya;
e.      Kejahatan terhadap harta benda: pemerasan, pencurian, penggelapan, penipuan dan lain sebagainya.
Perbedaan antara pengulangan dari perbarengan, terutama terletak pada: sudah ada atau tidaknya salah satu tindak pidana itu disidangkan/dijatuhi pidana oleh hakim. Dalam hal sudah ada, maka ia berbentuk pengulangan, sedangkan dalam hal belum ada kita bicara mengenai bangunan perbarengan. Selain dari pada itu, untuk residiv tidak ada persoalan mengenai tindakan tunggal yang menyebabkan dilanggarnya dua ketentuan pidana. (E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 2002:410)

3.        Faktor Penyebab Residivis.


Faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) walaupun pernah menjadi narapidana atau tahanan di Lembaga Permasyarakatan,  hal  ini  disebabkan  pola  pembinaan  yang  ada  di
Lembaga Permasyarakatan tersebut tidak membawa kesan yang posotif bagi pelaku tindak kejahatan tersebut. Adanya faktor pengulangan tindak kejahatan yang sama (residivisme) yaitu:
a.       Adanya sikap ketidak mautahuan anggota keluarga dari narapidana atau tahanan, karena adanya pemikiran dari anggota keluarga para narapidana atau tahanan tersebut yang menganggap tindakan narapidana atau tahanan tersebut sebagai orang buangan atau sampah masyarakat.
b.      Sangat diharapkan adanya partisipasi atau peran aktif dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana ke masyarakat atau lingkungan tempat tinggalnya, karena masih adanya pemikiran dari sebagian masyarakat bahwa para narapidana tersebut merupakan sampah dari masyarakat, jadi harus dijauhi dan dikucilkan atau diasingkan.
c. Perlu adanya peningkatan kerjasama dengan instansi tertentu baik yang terkait secara langsung, karena masih adanya diantara instansi-instansi pemerintahan ataupun pihak swasta yang masih kurang bersedia menerima para narapidana tersebut untuk bekerja dalam rangka menambah bekal dikemudian hari setelah para narapidana tersebut dibebaskan.

4.        Sistem Pidana pada Residivis


Terkait mengenai pemberatannya, dalam buku I Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai ketentuan umum,  masalah  residivis  tidaklah  diatur  secara  spesifik  dalam  pasal maupun bab tersendiri khusus dalam Buku II KUHP, yaitu Bab XXXI, yang berjudul Aturan Tentang Pengulangan Kejahatan Yang Bersangkutan Dengan Berbagi BAB”.
Pasal 486:

“Pidana  penjara  yang  ditentukan  dalam  Pasal  127,  204  ayat
pertama, 244-248, 253-260 bis, 263, 264, 266-268, 274, 362, 363,
365 ayat pertama, kedua dan ketiga, 368 ayat pertama dan kedua sepanjang di situ ditunjuk kepada ayat kedua dan ketiga Pasal 365, Pasal 369, 372, 374, 375, 378, 380, 381-383, 385-388, 397, 399,
400, 402, 415, 417, 425, 432 ayat penghabisan, 452, 466, 480 dan 481, begitupun pidana penjara selama waktu tertentu yang dijatuhkan menurut Pasal 204 ayat kedua, 365 ayat keempat dan 368 ayat kedua sepanjang di situ ditunjuk kepada ayat keempat pasal 365, dapat ditambahkan dengan sepertiga, jika yang bersalah ketika melakukan kejahatan, belum lewat lima tahun, sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian dari pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, baik karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal-pasal itu, maupun karena salah satu kejahatan, yang dimaksud dalam salah satu dari Pasal 140-143, 145 dan 149, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara, atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali telah dihapuskan (kwijtgescholde) atau jika pada waktu melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut belum daluwarsa.”


Pasal 487:

“Pidana penjara yang ditentukan dalam Pasal 130 ayat pertama,131, 133, 140 ayat pertama, 353-355, 438-443, 459 dan 460, begitupun pidana penjara selama waktu tertentu yang dijatuhkan menurut Pasal 104, 105, 130 ayat kedua dan ketiga, Pasal 140 ayat kedua dan ketiga, 339, 340 dan 444, dapat ditambah sepertiga. Jika yang bermasalah ketika melakukan kejahatan, belum lewat lima tahun, sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian, pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, baik karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal-pasal itu, maupun karena salah satu kejahatan yang dimaksudkan dalam Pasal 106 ayat kedua dan ketiga, 107 ayat kedua dan ketiga, 108 ayat kedua, 109, sejauh kejahatan yang dilakukan itu atau perbuatan yang menyertainya menyebabkan luka-luka atau mati, Pasal 131 ayat kedua dan ketiga, 137 dan 138
KUHP Tentara, atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali telah dihapuskan, atau jika padawaktu melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut belum daluwarsa.”

Pasal 488:

“Pidana yang ditentukan dalam Pasal 134-138, 142-144, 207, 208,
310-321, 483 dan 484, dapat ditambah sepertiga, jika yang bersalah ketika melakukan kejahatan, belum lewat lima tahun, sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian, pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, karena salah satu kejahatan diterangkan pada pasal itu, atau sejak pidana tersebut  baginya sama sekali telah dihapuskan atau jika waktu melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut belum  daluwarsa.” (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 486, 487, 488.)

Dari ketentuan pasal-pasal yang telah disebut diatas, maka untuk pelaku pengulangan tindak pidana (residivis) akan dikenakan tambahan sepertiga dari ancaman pidana maksimal dari tindak pidana yang dilakukannya.


C.   UPAYA PENANGGULANGAN
Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma- norma agama, norma moral. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan oleh aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang memdambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.
Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut.
Menurut Hoefnangeis (Arif Gosita, 2004:2) upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:
a)    Criminal application : (penerapan hukum pidana)
Contohnya : penerapan Pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimalkan yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan maupun petusannya.
b)    Preventif Without punishment : (pencegahan tanpa pidana) Contohnya  :  dengan  menerapkan  hukuman  maksimal  pada pelaku kejahatan,        maka secara tidak  langsung  memberikan prevensi     (pencegahan)kepada  
public        walaupun   ia        tidak dikenalkan hukuman atau shock therapy kepada masyarakat.
c)    Influencing views of society on crime an punishment (mass media mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pandangan lewat mass media).
Contohnya : mengsosialisasikan suatu undang-undang dengan memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman hukumannya.

Upaya pencegahan kejahatan dapat berarti menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan.Batasan tentang pencegahan kejahatan sebagai suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu pelanggaran baik melalui pengurangan ataupun melalui usaha-usaha pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.
Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit.Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat
sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Peran pemerintah begitu luas, maka kunci dan strategis dalam mananggulangi kejahatan meliputi (Arief Gosita, 2004:4), ketimpangan sosial, deskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, penanggulangan dan kebodohan diantara golongan besar penduduk, bahwa upaya penghapusan sebab dan kondisi menimbulkan kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan yang mendasar.
Secara sempit lembaga yang bertanggungjawab atas usaha pencegahan adalah polisi.Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mangakibatkan tidak efektifnya tugas mereka.Lebih jauh polisi juga tidak memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan.Oleh karena itu peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal yang sangat diharapkan.



BAB III
PEMBAHASAN

A.  FAKTOR-FAKTOR PENDORONG RESIDIVIS
Beberapa faktor yang pendorong tindak pidana residivis antara lain :
1.    Lingkungan Pergaulan
Faktor  lingkungan  pergaulan  sangat  berpengaruh  terhadap perilaku seseorang.  Lingkungan  yang  buruk  dan  terdapat  banyak pengangguran, rawan dalam hal kejahatan, merupakan salah satu faktor pendukung  lahirnya  bentuk  kejahatan dikarenakan  tinggal  dalam lingkungan  yang  sama.  Tindak  kejahatan/pelanggaran  yang  menonjol sebagai akibat dari pergaulan lingkungan yang kurang aman yang sering terjadi  pembunuhan,  penganiayaan,  pencurian,  mabuk -mabukan  dan pengedar narkotika.
Mereka yang bergaul secara kelompok ada kecenderungan untuk berbuat  jahat  secara  bersama-sama.Kecenderungan  ini  merupakan dampak  dari  rasa  kemanusiaan,  solidaritas  antara  teman,  pergaulan secara  kelompok,  seseorang yang  melakukan  kejahatan  tidak terlepas dari rasa gengsi dan harga diri serta ingin menunjukkan kepada kelompoknya bahwa seseorang tersebut juga dapat berbuat sesuatu.Dengan demikian, merupakan suatu hal yang berkorelasi antara lingkungan yang buruk terhadap lahirnya kejahatan.
2.    Kekerasan dalam lingkungan keluarga
Kekerasan  dalam  keluarga  menunjukkan  kecenderungan meningkat.  Secara  kualitas  kekerasan  dalam  keluarga  menunjukan peningkatan  yang  mengkhawatirkan,  tidak  jarang  kekerasan  di  dalam keluarga  menyebabkan  korban  jiwa.Tindak  kekerasan  dapat  terjadi dimana  saja,  di  tempat  umum  ataupun  lingkungan  tertentu.Kekerasan terhadap  keluarga  dapat  bermacam-macam  bentuknya  mulai  dari serangan  fisik,  seperti  penyiksaan  maupun  serangan  secara  mental seperti penghinaan atau pelecehan.
3.    Pendidikan
Kurangnya  pendidikan  akan berdampak  pada perilaku seseorang.
4.    Ekonomi
Pada  dasarnya  kondisi  ekonomi  memiliki  hubungan  erat  dengan timbulnya  kejahatan.Adanya  kekayaan  dan  kemiskinan  mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal tersebut mempengaruhi jiwa  manusia  dalam  hidupnya.  Seseorang dari keluarga  miskin  ada  yang  memiliki  perasaan  rendah  diri  sehingga  seseorang tersebut dapat melakukan perbuatan melawan hukum terhadap orang lain.
Faktor lain yang sering menjadi masalah di masyarakat global saat ini adalah di mana kebutuhan semakin meningkat sementara kemampuan untuk  memenuhi  kebutuhan  itu  tidak  mencukupi.  Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternatif pekerjaan agar  mendapatkan  uang  yang  lebih  banyak  lagi  sehingga  dapat memenuhi kebutuhan hidup.Alternatif pekerjaan yang dilakukan ada yang bersifat positif dan negatif. Yang bersifat positif jelas tidak akan melanggar peraturan  (hukum),  lain  dengan  alternatif  pekerjaan  yang  dilakukan bersifat  negatif,  pekerjaan  yang  dilakukan  cenderung  melawan  hukum. Keadaan  ekonomi  sering  dijadikan  alat  oleh  para  pelaku  kejahatan, karena  himpitan  ekonomi,  maka  pelaku  kejahatan  tersebut  terpaksa melakukan kejahatan. Alasan tersebut sering di pergunakan  karena dapat meringankan hukuman yang akan dijatuhkan padanya.

B.   Upaya Yang Dilakukan Oleh Penegak Hukum Untuk Mencegah
Residivis

1.  Upaya Pre-Emtif
Yaitu mencegah terjadinya kejahatan untuk pertama kalinya. Upaya pencegahan  yang dilakukan untuk mengurangi kejahatan  dibagi  menjadi dua yaitu:
a.  Moralistik,  Dilakukan  dengan  cara  membina  mental  spiritual  yang bisa dilakukan oleh para ulama, para pendidik, dan lain-lain.
b.  Abolisionistik,  Adalah  dengan  cara  penanggulangan  bersifat konsepsional  yang  harus  direncanakan  dengan  dasar  penelitian kriminologi, dan menggali sebab musababnya dari berbagai faktor yang berhubungan.
Pola  penanggulangan  secara  Pre-Emtif  ini  dapat  seperti penanganan  setiap  gangguan  kamtibmas  (keamanan  dan  ketertiban masyarakat),  maka  akan  lebih  baik  dilakukan  pencegahannya  terlebih dahulu  sebelum  terjadinya  kejahatan.  Upaya  yang  dilakukan  berupa kegiatan-kegiatan  edukatif  dengan  sasaran  mengetahui  faktor-faktor penyebab,  pendorong,  dan  faktor  peluang  dari  kejahatan,  sehinggatercipta  suatu  kesadaran,  kewaspadaan,  daya  tangkal  serta  terbina  dan terciptanya  kondisi  perilaku.Kegiatan  ini  pada  dasarnya  berupa pembinaan  dan  pengembangan  lingkungan  pola  hidup  sederhana  dan kegiatan  positif  terutama  dengan  kegiatan-kegiatan  yang bersifat positif dan kreatif.
2.  Upaya Represif.
Adalah suatu cara penanggulangan berupa penanganan kejahatan yang  sudah  terjadi.  Penanganan  dilakukan  oleh  aparat  penegak  hukum yakni  kepolisian,  kejaksaan,  dan  pengadilan.Dalam  rangka  bekerjanya sistem  peradilan  pidana  untuk  menanggulangi  kejahatan,  kepenjaraan ataupun  lembaga  permasyarakatan  adalah  sebagai  lembaga  koreksi dalam penanggulangan kriminalitas.Selain  dari  upaya  penanggulangan  kejahatan  yang  sudah diterangkan  sebelumnya,  ada  pula  cara  pencegahan  yang  bersifat langsung, tak langsung, perbaikan lingkungan dan perilaku:
a)  Pencegahan yang bersifat langsung
Kegiatan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan dan  dapat  dirasakan  dan  diamati  oleh  yang  bersangkutan,  antara lain :

1)  Perbaikan lingkungan yang merupakan perbaikan struktur sosial yangmempengaruhi terjadinya kriminalitas
2)  Pencegahan  hubungan-hubungan  yang  menyebabkan
kriminalitas
3)  Penghapusan  peraturan  yang  melarang  suatu  perbuatan berdasarkan beberapa pertimbangan.

b)  Pencegahan yang bersifat tidak langsung
Kegiatan pencegahan yang belum dan atau sesudah dilakukannya kriminalitas antara lain meliputi:
1)  Pembuatan  peraturan  yang  melarang  dilakukannya  suatu kriminalitas yang mengandung didalamnya ancaman hukuman
2)  Pendidikan  latihan  untuk  memberikan  kemampuan  seseorang memenuhi keperluan fisik, mental dan sosialnya
3)  Penimbulan kesan akan adanya pengawasan
c)  Pencegahan melalui perbaikan lingkungan
1)  Perbaikan sitem pengawasan
2)  Penghapusan  kesempatan  melakukan  perbuatan  kriminal, misal, pemberian kesempatan mencari nafka secara wajar untuk dapat memenuhi keperluan hidup

d)  Pencegahan melalui perbaikan perilaku
1)  Penghapusan  imbalan  yang  menguntungkan  dari  perilaku criminal
2)  Pengikut sertaan penduduk dalam pencegahan kriminalitas.
Penanggulangan  kejahatan  yang  telah  dijelaskan  satu  persatu diatas  telah  menyebutkan  bahwa  masalah  kejahatan  adalah  salah  satu masalah sosial yang selalu menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu kewaktu.
3.  Upaya Preventif (Pencegahan)
a.  Upaya Preventif Yang Dilakukan oleh Pihak Kepolisian.
Dengan luas dan letak geografis yang strategis, Indonesia memiliki banyak  titik  yang  dapat  menjadi  celah  bagi  para  pelaku  kejahatan. Upayanya antara lain:
1)  Memberikan  penyuluhan  dan  bimbingan  di  masyarakat  dan sekolah-sekolah  mulai  dari  tingkat  dasar  sampai  tingkat lanjutan.
2)  Melakukan  kerja  sama  yang  baik  antara  masyarakat  dan  polisi  dalam  rangka  mencegah  terjadinya kejahatan yang.
3)  Melakukan  kerjasama  dengan  lembaga-lembaga  swadaya masyarakat  untuk  melaksanakan  penyuluhan-penyuluhan  dan pemahaman  hukum  warga  masyarakat untuk menjaga anak-anak mereka yang  masih kecil agar tidak melakukan kejahatan.
b.  Upaya Preventif Yang dilakukan oleh Keluarga dan Masyarakat
Mengingat  bahwa  keluarga  merupakan  tempat  pembentukan pribadi diri seseorang dan merupakan tempat pendidikan yang peretama dan  utama  bagi  seseorang  sebelum  memasuki  lingkungan  pergaulan dalam masyarakat.Untuk mencegah kemungkinan buruk yang tidak diinginkan, dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
1)  Memberikan  pengawasan  secara  wajar  terhadap  pergaulan anak dalam lingkungan masyrakat.
2)  Orang  tua  diwajibkan  memberikan  pendidikan  agama,pendidikan  budi  pekerti,  dan  disiplin,  secara  baik  dan  tepat.
4.  Upaya Pembinaan Yang Dilakukan Oleh LAPAS
Dalam  kasus  pidana  yang  telah  diputus  pengadilan,  para  pelaku kejahatan  menjalani  masa  pidananya  mereka  ditempatkan  di  Lembaga Pemasyarakatan dan selama itu pula diadakan pembinaan-pembinaan.Pada  prinsipnya  Lembaga  Pemasyarakatan  sebagai  wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan.Fungsi dan  tugas  pembinaan  lembaga  pemasyarakatan  dilaksanakan  secara terpadu dengan tujuan agar narapidana setelah menjalani hukuman dapat menjadi  warga  masyarakat  yang  baik.Masyarakat  diharapkan  dapat menjadikan  mereka  sebagai  warga  masyarakat  yang  mendukung ketertiban dan keamanan. Usaha  pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama  ia  masuk  ke  dalam  lembaga  pemasyarakatan  sampai  dengan saat ia dilepas.
Usaha  pembinaan  dilakukan  dengan  mengingat  pribadi  tiap terpidana  sesuai  dengan  cepat  atau  lambatnya  kemajuan  sikap  atau tingkah  laku  terpidana.Secara  berkala  perkembangannya  diteliti  olehsuatu bidang pembinaan dan pemasyarakatan yang menentukan rencana pembinaan  untuk  selanjutnya  dan  penempatannya  dalam  lembaga  yang sesuai.  Lembaga  pemasyarakatan  Kelas  Iib Manokwari  melakukan pembinaan yang pada dasarnya tidak terlepas dari pedoman pembinaan narapidana  yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham. 
Upaya penanggulangan  khusus  untuk  residivis  dilakukan  pembinaan  sesuai dengan  faktor  penyebab  yang  terjadi  dilapangan,  tetapi  adapun  jenis pembinaan  yang  dilakukan  pada  Lembaga  Pemasyarakatan secara umum, yaitu:
a.  Pembinaan Kemandirian
Pembinaan  kemandirian  merupakan  pembinaan  yang  paling diutamakan  oleh  Pihak  Lembaga  Pemasyarakatan  terhadap  narapidana.  Dasar  pertimbangannya  bahwa  apabila  jiwa kemandirian  narapidana  telah  dibina  dengan  baik,  maka  pembinaanpembinaan  lanjutan  akan  lebih  muda  dilakukan  dan  akan  lebih  diterima oleh narapidana. Kegiatan-kegiatan pembinaan kemandirian meliputi:
1)  Pendidikan Agama
Usaha ini diperlukan untuk meneguhkan iman para narapidana terutama agar mereka menyadari akibat-akibat perbuatan yang mereka  lakukan agama  yang  dianutnya. Di  dalam  Lembaga  Pemasyarakatan juga di bangun sarana untuk beribadah bagi narapidana.







BAB IV
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
1.    Faktor-faktor  penyebab  tersangka pembunuhan Mahasiswa Unipa  melakukan  kejahatan  (residivis) adalah  karena  faktor    lingkungan  sosial  dan kurangnya  pemahaman  dan  penghayatan  serta  pengamalan nilai-nilai keagamaan dan faktor kesadaran hukum.
2.    Upaya-upaya  penanggulangan  kejahatan  yang  dilakukan  oleh pemerintah  dapat  berupa  upaya  upaya  Pre-Emtif,   upaya Preventif  (Pencegahan), upaya  Represif  dan upaya Pembinaan yang  dilakukan  oleh  pihak  Kepolisian,  Kejaksaan,  Pengadilan, dan  pembinaan  yang  dilakukan  di  Lembaga  Pemasyarakatan, selain  itu  pihak  kepolisian  memberikan  pemahaman  kepada masyarakat  agar  ikut  berpartisipasi  dalam  menanggulangi masalah  kejahatan khususnya pada lingkungan terdekat.

B.  SARAN
1.    Penegakan  hukum  pidana  harus  dilakukan  lebih  optimal, terpadu dan terarah yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan sejumlah peraturan perundangundangan,  melainkan  penegakan  yang  diwujudkan  dalam praktek sebagai salah satu upaya nyata keseriusan pemerintah pada  umumnya  dan  aparat  penegak  hukum  pada  khususnya dalam  mencegah  dan  memberantas  kejahatan  terutama yang  dilakukan secara berulang yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat dikarenakan pembunuhan tersebut sangat tragis dan menimbulkan duka dan trauma yang mendalam bagi keluarga korban;
2.    Peran  para  aparat  pemerintah  dan  aparat  penegak  hukum harus  lebih  ditingkatkan  lagi  terutama  bagi  mereka  yang bertugas  langsung dilapangan dalam hal ini memberantas dan mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh residivis,  dan   memberikan  penyuluhan  dan  melakukan pengawasan  agar  tidak  mudah  terbujuk  atau  terpengaruh dengan bujuk orang untuk melakukan suatu kejahatan.  Adapun Pembinaan Lembaga  Pemasyarakatan harus ditingkatkan agar tidak  terjadi  lagi  pengulangan  kejahatan  yang  dilakukan  oleh terpidana.  Pembinaan  disini  seharusnya  berfokus  pada  faktor penyebab  yang  terjadi  di  lapangan  sehingga  meminimalisir pengulangan kejahatan atau residivis.

3.     
DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5291e21f1ae59/seluk-beluk-residivis/, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.52 WIT.
http://peunebah.blogspot.co.id/2012/02/residivis.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 13.59 WIT.
diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.03 WIT.
http://wisnuwputra.blogspot.co.id/2015/03/analisis-kasus-pembunuhan-siswi-smp-di.html, diakses pada tanggal 05 Desember 2016, Pukul 14.05 WIT.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar