Rabu, 02 Agustus 2017

Makalah Hukum Pidana " PENIPUAN BISNIS ONLINE DAN AKIBAT HUKUMNYA"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Internet di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat menggunakan internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada dikota-kota besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Kalangan tua, muda, sampai anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhanya.
Teknologi informasi dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia. Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online. Semua itu dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan orang lain. Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet, jejaring sosial,  maupun layanan e-banking. Layanan bisnis online ini tertunya berpeluang untuk dijadikan lahan kejahatan atau yang lebih populer dengan istilah cybercrime.
Cybercrime  merupakan  kejahatan  yang memanfaatkan  perkembangan  teknologi jaringan komputer khusunya internet. Internet yang menghadirkan  cyberspace  dengan  realitas virtualnya  menawarkan  kepada  manusia berbagai  harapan  dan  kemudahan.  Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan  yang  dinamakan  cybercrime, baik  sistem  jaringan  komputernya  itu sendiri  yang  menjadi  sasaran  maupun komputer  itu  sendiri  yang  menjadi  sarana untuk  melakukan  kejahatan.  Tentunya  jika kita  melihat  bahwa  informasi  itu  sendiri telah  menjadi  komoditi  maka  upaya  untuk melindungi  aset  tersebut  sangat diperlukan.  Salah  satu  upaya  perlindungan adalah melalui hukum  pidana.
Dalam  media  internet,  kejahatan  yang sering  terjadi  adalah  penipuan  dengan mengatasnamakan  bisnis  jual  beli  dengan mengunakan  media  internet  yang menawarkan  berbagai  macam  produk penjualan  khususnya  handphone  dan barang  elektronik  yang  di  jual  dibawah harga  rata-rata.   Bisnis  online  sudah menjadi tren saat ini, akan tetapi membuka cela  bagi  pihak  yang  tidak  bertanggung jawab  untuk  melakukan  suatu  tindak kejahatan yang menyebabkan kerugian bagi orang  lain.  Ada  begitu  banyak  penipuan dalam  dunia  nyata,  namun  dalam  dunia maya  juga  tak  lepas  dari  kasus-kasus penipuan. Penipuan tersebut menggunakan modus operandi berupa penjualan berbagai macam  barang  yang  menggiurkan  bagi calon pembeli karena harganya yang begitu murah  dan  jauh  dari  harga  aslinya.  Yang pada  akhirnya  setelah  uang  dikirimkan, barang yang sudah dipesan tidak di terima.
Demi  mendapatkan  keuntungan  dan memperkaya  diri  sendiri,  para  pelaku melanggar  aturan  dan  norma-norma hukum  yang  berlaku.  Bisnis  secara  online memang  mempermudah  para  pelaku penipuan dalam melakukan aksinya. Penjualan  adalah  merupakan  transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara  umum  adalah  bagian  yang terpenting  dalam  aktivitas  usaha.  Dan manusia  adalah  makhluk  sosial  yang membutuhkan  interaksi,  dan  dengan kebutuhannya  yang  tidak  terbatas.  Hal tersebut  menuntut  untuk  pemenuhan kebutuhan yang semakin bertambah setiap harinya.  Berbagai  cara  dilakukan  untuk dapat  memenuhi  kebutuhan  hidup.  Salah satu  cara  pemenuhan  kebutuhan  adalah dengan kegiatan jual beli.
Dengan adanya internet  pembeli  dapat  melihat  langsung barang  yang  diperdagangkan  dalam  dunia maya,  membayarnya  dengan  transfer  bank dan hanya menunggu beberapa saat hingga barang itu tiba. Di  zaman  ketika  internet  telah  menjadi kebutuhan  bagi  sebagian  masyarakat, proses jual beli melalui internet sudah tidak asing  lagi.  Karena  internet  bukan  hanya konsumsi  golongan  tertentu  saja  seperti bertahun-tahun  yang  lalu,  tapi  sudah merambah  ke  masyarakat  golongan menengah  ke  bawah.  Proses  jual  beli melalu  internet  ini  lazim  disebut  ecommerce  atau  electronic  commerce  atau EC,  EC  pada  dasarnya  adalah  bagian  dari electronic business.
E-commerce  merupakan  suatu  kontak transaksi  perdagangan  antara  penjual  dan karena  e-commerce  memberikan  banyak kemudahan  bagi  kedua  belah  pihak  yaitu pihak  penjual  (merchant)  dan  pihak pembeli  (buyer)  didalam  melakukan transaksi perdagangan sekalipun para pihak berada  didua  dunia  berbeda.  Dengan  ecommerce  setiap  transaksi  yang  dilakukan kedua  belah  pihak  yang  terlibat  (penjual dan pembeli) tidak memerlukan pertemuan langsung atau tatap muka untuk melakukan negoisasi. Pembeli  dengan  menggunakan  media internet,  dimana  untuk  pemesanan, pengiriman  sampai  bagaimana  system pembayaran  dikomunikasikan  melalui internet.  Keberadaan  e-commerce merupakan  alternatif  bisnis  yang  cukup menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini.
.
1.2.        RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah  pengaturan  hukum  di Indonesia  terhadap  tindak pidana penipuan dalam jual-beli online?
2. Peraturan  apa  saja  yang  menjadi  dasar aparat  penegak  hukum dalam  upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual-beli online?

1.3.        TUJUAN
1.    Untuk mengetahui pengaturan di Indonesia  terhadap  tindak pidana penipuan dalam jual beli online;
2.    Untuk mengetahui peraturan  apa  saja  yang  menjadi  dasar aparat  penegak  hukum dalam  upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual beli online.

1.4.        MANFAAT
Untuk menambah khasanah dan wawasan agar lebih waspada ketika melakukan transaksi jual beli online, karena sangat mungkin terjadi penipuan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Pengaturan  Hukum  di  Indonesia Terhadap  Tindak  Pidana  Penipuan Jual-Beli Online

2.1.1.       Pengaturan  Tindak  Pidana Cybercrime
Sekelumit mengenai kondisi yang terjadi dalam  masyarakat  ini  dapat  menimbulkan berbagai  issue  dalam  penyelesaian  tindak pidana  di  bidang  teknologi  informasi.
Mudahnya seseorang  menggunakan  identitas  apa  saja untuk  melakukan  berbagai  jenis  transaksi elektronik  di  mana  saja  dapat  menyulitkan aparat penegak hukum dalam menentukan identitas  dan  lokasi  pelaku  yang sebenarnya.  Eksistensi alat bukti elektronik dalam system peradilan pidana di Indonesia dan  bagaimana  alat  bukti  elektronik  tersebut  dapat  diterima  dipersidangan sebagai  alat  bukti  yang  sah  akan  menjadi opic  penting  dalam  beberapa  tahun  ke depan,  terlebih  dengan  ditetapkannya Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Perkembangan  teknologi  informasi termasuk  internet  di  dalamnya  juga memberikan  tantangan  tersendiri  bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di  Indonesia  dituntut  untuk  dapat menyesuaikan  dengan  perubahan  sosial yang  terjadi.  Perubahan-perubahan  sosial dan  perubahan  hukum  atau  sebaliknya tidak  selalu  berlangsung  bersama-sama. Artinya  pada  keadaan  tertentu perkembangan  hukum  mungkin  tertinggal oleh  perkembangan  unsur-unsur  lainnya dari  masyarakat  serta  kebudayaannya  atau mungkin  hal  yang  sebaliknya.
Cybercrime  merupakan  bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi  internet.  Perkembangan  yang pesat  dalam  pemanfaatan  jasa  internet mengundang  untuk  terjadinya  kejahatan. Dengan  meningkatnya  jumlah  permintaan terhadap  akses  internet,  kejahatan terhadap  penggunaan  teknologi informatika  semakin  meningkat  mengikuti perkembangan  dari  teknologi  itu  sendiri. Semakin  banyak  pihak  yang  dirugikan  atas perbuatan  dari  pelaku  kejahatan  cyber tersebut  apabila  tidak  tidak  ada ketersediaan  hukum  yang  mengaturnya.
Sebelum  diberlakukan  UU  ITE,  aparat hukum  menggunakan  KUHP  dalam menangani  kasus-kasus  kejahatan  dunia cyber. Ketentuan-ketentuan  yang  terdapatdalam  KUHP  tentang  cybercrime  masih bersifat  global.  Terdapat  beberapa  hal  yang secara khusus  diatur  dalam  KUHP  dan  disusun berdasarkan  tingkat  intensitas  terjadinya kasus tersebut yaitu :
1.    Ketentuan  yang  berkaitan  dengan  delik pencurian pada Pasal 362 KUHP;
2.    Ketentuan  yang  berkaitan  dengan perusakan/penghancuran  barang;
3.    terdapat dalam Pasal 406 KUHP;
4.    Delik  tentang  pornografi  terdapat dalam Pasal 282 KUHP;
5.    Delik tentang penipuan terdapat  dalam Pasal 378 KUHP;
6.    Ketentuan  yang  berkaitan  dengan perbuatan  memasuki  atau  melintasi wilayah orang lain;
7.    Delik  tentang  penggelapan  terdapat dalam Pasal 372 KUHP & 374 KUHP;
8.    Kejahatan  terhadap  ketertiban  umum terdapat dalam Pasal 154 KUHP Delik  tentang  penghinaan  terdapat dalam Pasal 311 KUHP;
9.    Delik tentang pemalsuan surat terdapat dalam Pasal 263 KUHP;
10.  Ketentuan tentang pembocoran rahasia terdapat  dalam  Pasal  112 KUHP,  pasal 113 KUHP, & pasal 114 KUHP;
11.  Delik tentang perjudian terdapat dalam Pasal 303 KUHP.

Tindak-tindak  pidana  yang  diatur  dalam UU  ITE  diatur  dalam  BAB  VII  tentang perbuatan  yang  dilarang, perbuatan  tersebut  dapat  dikategorikan menjadi  beberapa  kelompok  sebagai berikut :
1.  Tindak  pidana  yang  berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a.  Distribusi  atau  penyebaran, transmisi,  dapat  diaksesnya  konten illegal yang terdiri dari :
·           Kesusilaan terdapat  dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
·           Perjudian  terdapat  dalam  Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
·           Penghinaan  atau  pencemaran nama baik terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE;
·           Pemerasan  atau  pengancaman dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
·           Berita  bohong  yang menyesatkan  dan  merugikan konsumen/penipuan  terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE;
·           Menimbulkan  rasa  kebencian berdasarkan  SARA  terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
·           Mengirimkan  informasi  yang berisi  ancaman  kekerasan  atau menakut-nakuti  yang  ditujukan secara  pribadi  terdapat  dalam Pasal 29 UU ITE.
b. Dengan  cara  apapun  melakukan akses illegal pada Pasal 30 UU  ITE,
c.  Intersepsi  illegal  terhadainformasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik  terdapat  dalam  Pasal  31 UU ITE.

1.    Tindak  pidana  yang  berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:
a.   Gangguan  terhadap  Informasi  atau Dokumen  Elektronik  (data interference)  terdapat  dalam  Pasal 32 UU ITE,
b.   Gangguan  terhadap  Sistem Elektronik  (system  interference) terdapat dalam asal 33 UU ITE.

3.   Tindak  pidana  memfasilitasi  perbuatan yang  dilarang  terdapat  dalam  Pasal  34 UU ITE,
4.   Tindak  pidana  pemalsuan  informasi atau  dokumen  elektronik  terdapat dalam Pasal 34 UU ITE,
5.   Tindak  pidana  tambahan  terdapat dalam Pasal 36 UU ITE,
6.   Perberatan-perberatan  terhadap ancaman pidana dalam Pasal 52 UU ITE.

Dalam   Pasal  42  UU  ITE  diatur  bahwa penyidikan  terhadap  tindak  pidana  cyber dilakukan  berdasarkan  ketentuan  dalam hukum  acara  pidana  dan  ketentuan  dalam UU ITE. Maksudnya, semua aturan yang ada dalam  KUHAP  tetap  berlaku  sebagai ketentua umum (lex generalis) kecuali yang disimpangi  oleh  UU  ITE  sebagai  ketentuan yang  khusus  (lex  specialis).  Dengan  kata lain,  ketentuan-ketentuan  mengenai penyidikan  yang  tidak  diatur  dalam  UU  ITE tetap  diberlakukan  sebagaimana  diatur dalam  KUHAP.  Pengaturan  ini  juga  selaras dengan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP  yaitu  bahwa  terhadap  semua perkara  diberlakukan  ketentuan  KUHAP, dengan  pengecualian  untuk  sementara mengenai  ketentuan  khusus  acara  pidana sebagaimana  tersebut  pada  undangundang  tertentu,  sampai  ada  perubahan dam atau dinyatakan tidak berlaku lagi. UU ITE ialah salah satu contoh dari “ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada  undang-undang  tertentu”  dan ketentuan  khusus  acara  pidana  ini  tetap berlaku  sebelum  ditinjau  kembali,  diubah atau dicabut.

2.1.2.   Pengaturan  Hukum  di  Indonesia Terhadap Tindak Pidana Penipuan
Undang-undang  ITE  telah  mengatur tindak  pidana  akses  ilegal  (Pasal  30), gangguan terhadap Sistem Komputer (Pasal 32  UU  ITE).  Selain  tindak-tindak  pidana tersebut,  UU  ITE  juga  mengatur  tindak pidana  tambahan  sebagaimana  diatur dalam  Pasal  36  “…dengan  sengaja  dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  27  sampai  dengan  Pasal  34  yang mengakibatkan  kerugian  bagi  orang  lain”. Akan  tetapi,  apabila  untuk  menyimpulkan suatu  computer  related  fraud  penyidik harus  membuktikan  tindak-tindak  pidana tersebut  terlebih  dahulu,  maka  dapat menimbulkan  masalah  tersendiri,  dan ketidakefisiensian.
Penyebaran  berita  bohong  dan penyesatan  merupakan  padanan  kata yang semakna dengan penipuan. Penipuan dapat dilakukan  dengan  motivasi,  yaitu  untuk menguntungkan  dirinya  sendiri  atau  paling tidak  untuk  merugikan  orang  lain  atau bahkan  dilakukan  untuk  menguntungkan dirinya  sendiri  dan  merugikan  orang  lain secara  sekaligus.  Dengan  motivasi-motivasi tersebut,  maka  penyebaran  berita  bohong dan  penyesatan  dapat  dikategorikan sebagai penipuan.
                                    Secara  umum  penipuan  itu  telah  diatur sebagai tindak pidana oleh Pasal 378 KUHP yang berbunyi:
Barang  siapa  dengan  maksud  untuk menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang lain  secara  melawan  hukum,  dengan memakai  nama  palsu  atau  martabat palsu,  dengan  tipu  muslihat,  ataupun rangkaian  kebohongan,  menggerakkan orang  lain  untuk  menyerahkan  barang sesuatu  kepadanya,  atau  supaya memberi  hutang  rnaupunmenghapuskan  piutang  diancam  karena penipuan  dengan  pidana  penjara  paling lama empat tahun.”
          Pemahaman  dari  pasal  tersebut  masih umum yaitu   diperuntukan untuk hal di alam nyata  ini.  Berbeda  dengan  penipuan  di internet  yang  diatur  dalam  UU  ITE. Penipuan  ini  memiliki  ruang  yang  lebih sempit  daripada  pengaturan  dalam  KUHP.
       Dalam  UU  ITE  mengatur  tentang  berita bohong  dan  penyesatan  melalui  internet, berita  bohong  dan  penyesatan  ini  dapat dipersamakan dengan penipuan yang diatur dalam  Pasal  378  KUHP.  Pasal  28  ayat  (1) berbunyi :
Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa  hak  menyebarkan  berita  bohong dan  menyesatkan  yang  mengakibatkan kerugian  konsumen  dalam  transaksi elektronik.”

      Pengaturan  dalam  UU  ITE  ini  terbatas dalam  hal  transaksi  elektronik.  Nilai strategis  dari  kehadiran  UU  ITE sesungguhnya  pada  kegiatan  transaksi elektronik  dan  pemanfaatan  dalam  bidang teknologi  informasi  dan  komunikasi  (TIK).
          Sebelumnya  sektor  ini  tidak  mempunyai payung  hukum,  tapi  kini  makin  jelas sehingga  bentuk-bentuk  transaksi elektronik sekarang dapat dijadikan sebagai alat  bukti  elektronik  sah.  Oleh  karena  itu, sesungguhnya  undang-undang  ini merupakan  upaya  pemerintah  dalam memberikan  perlindungan  yang  jelas  dan berkekuatan  hukum  tetap  terhadap berbagai  macam  transaksi  elektronik kearah  negatif.  Namun  tetap  saja  bahwa pengaturannya  dalam  hal  ini  masih memiliki  keterbatasan.  Keterbatasan  itu terletak pada perbuatan hukum yang hanya digantungkan  pada  hubungan  transaksi elektronik,  yaitu  antara  produsen  dan konsumen  serta  dalam  lingkup pemberitaan  berita  bohong  dan penyesatan dalam internet.
Pembuktian  sebenarnya  telah  dimulai pada  tahap  penyidikan;  pembuktian  bukan dimulai  pada  tahap  penuntutan  maupun persidangan.  Dalam  penyidikan,  Penyidik akan  mencari  pemenuhan  unsur  pidana berdasarkan  alat-alat  bukti  yang  diatur dalam  perundangan.  Pada  tahap penuntutan  dan  persidangan  kesesuaian dan  hubungan  atara  alat-alat  bukti  dan pemenuhan  unsur  pidana  akan  diuji.  Sejak adanya laporan mengenai terjadinya tindak pidana,  Penyidik  telah  mendapatkan  satu bagian  dari  keseluruhan  bagian  teka-teki gambar,  dan  setelah  menemukan  bagian pertama  itu,  Penyidik  harus  mencari bagian-bagian  lain  dari  gambar  untuk disusun  sehingga  ia  memperoleh  gambar yang  utuh  mengenai  suatu  tindak  pidana dan  pelakunya.  Akan  tetapi,  mengingat gambar  yang  utuh  itu  terdiri  dari  begitu banyak  bagian  dan  bagian-bagian  itu tersebar  dibanyak  tempat  dalam  berbagai bentuk,  dalam  banyak  kasus  Penyidik menemukan  banyak  kesulitan  untukmengumpulkan  seluruhnya.  Gambar  yang utuh  itulah  yang  dimaksud  kebenaran materil.

2.2.        Peraturan  yang  Menjadi  Dasar  Aparat Penegak  Hukum  Dalam  Upaya Penanggulangan  Tindak  Pidana Penipuan dalam Jual-Beli Online.
Salah  satu  jenis  tindak  pidana  di  bidang cyber  adalah  penipuan  berupa  jualbeli/bisnis  online  dalam  internet.  Penipuan jenis ini semakin banyak terjadi antara lain disebabkan  karena  banyaknya  masyarakat yang  ingin  memenuhi  kebutuhan  mereka dengan  cara  yang  mudah  dan  menghemat waktu serta biaya.  Penipuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari cara yang sederhana sampai pada cara yang kompleks.  Kegiatan  siber  bersifat  virtual namun  dapat  dikategorikan  sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Penipuan  ini  merupakan  kejahatan  cyber yang  memanfaatkan  kelemahan  segi keamanan  dan  kebiasaan  pada  saat berinternet.
Tindak  pidana  penipuan  menggunakan internet  termasuk  dalam  kelompok kejahatan  Illegal  Contents  dalam  kajian penyalahgunaan  teknologi  informasi berupa  Computer  Related  Fraud.  Illegal contents  adalah  merupakan  kejahatan dengan  memasukkan  data  atau  informasi ke  Internet  tentang  sesuatu  hal  yang  tidak benar,  tidak  etis,  dan  dapat  dianggap melanggar  hukum  atau  mengganggu ketertiban  umum.  Dan  Computer  Related Fraud  ini diartikan sebagai kecurangan atau merupakan  penipuan  yang  dibuat  untuk mendapatkan  keuntungan  pribadi  atau untuk  merugikan  orang  lain.  Sebagai contohnya,  penyebaran  berita  bohong  dan penyesatan melalui internet. Hal ini sering kali  kita  dapati  terjadi  dalam  dunia  siber dalam proses jual-beli  online.  Dimana pihak pembeli  sering  dirugikan  atas  tindak perbuatan dari penjual yang berlaku curang yang  tidak  melaksanakan  kewajibannya sebagai penjual.
Dalam  transaksi  jual  beli  secara elektronik,  pihak-pihak  yang  terkait  antara lain :
1.         Penjual  atau  merchant  atau  pengusaha yang  menawarkan  sebuah  produk melalui internet sebagai pelaku.
2.         Pembeli  atau  konsumen  yaitu  setiap orang  yang  tidak  dilarang  oleh  undangundang, yang menerima penawaran dari penjual  atau  pelaku  usaha  dan berkeinginan  untuk  melakukan  transaksi jual  beli  produk  yang  ditawarkan  oleh penjual pelaku usaha / merchant.
3.         Bank  sebagai  pihak  penyalur  dana  dari pembeli  atau  konsumen  kepada  penjual atau  pelaku  usaha/merchant,  karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual  dan  pembeli  tidak  berhadapan langsung,  sebab  mereka  berada  pada lokasi  yang  berbeda  sehingga pembayaran  dapat  dilakukan  melalui perantara dalam hal ini bank.
4.         Provider  sebagai  penyedia  jasa  layanan akses internet.
Pada  dasarnya  pihak-pihak  dalam  jual beli  secara  elektronik  tersebut  diatas, masing-masing  memiliki  hak  dan kewajiban. Penjual / pelaku  usaha / merchant  merupakan  pihak  yang menawarkan  produk  melalui  internet,  oleh itu,  seorang  penjual  wajib  memberikan informasi  secara  benar  dan  jujur  atas produk  yang  ditawarkannya  kepada pembeli  atau  konsumen.  Penjual/pelaku usaha  memiliki  hak  untuk  mendapatkan pembayaran  dari  pembeli/konsumen  atas barang  yang  dijualnya,  juga  berhak  untuk mendapatkan  perlindungan  atas  tindakan pembeli / konsumen  yang  beritikad  tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini.
Seorang  pembeli/konsumen  memiliki kewajiban  untuk  membayar  harga  barang yang  telah  dibelinya  dari  penjual  sesuai jenis  barang  dan  harga  yang  telah disepakati  antara  penjual  dan  pembeli tersebut.  Selain  itu,  pembeli  juga  wajib mengisi  data  identitas  diri  yang  sebenarbenarnya dalam formulir penerimaan. Disisi lain,  pembeli  /  konsumen  berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang  yang  akan  dibelinya  itu.  Si  pembeli juga  berhak  mendapatkan  perlindungan hukum  atas  perbuatan  penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.
Bank  sebagai  perantara  dalam  transaksi jual  beli  secara  elektronik,  berfungsi sebagai  penyalur  dana  atas  pembayaran suatu  produk  dari  pembeli  kepada  penjual produk  itu,  karena  mungkin  saja pembeli/konsumen  yang  berkeinginan membeli  produk  dari  penjual  melalui internet  berada  dilokasi  yang  letaknya saling berjauhan sehingga pembeli tersebut harus  menggunakan  fasilitas  bank  untuk melakukan  pembayaran  atas  harga  produk yang  telah  dibelinya  dari  penjual,  misalnya dengan  pentransferan  dari  rekening pembeli  kepada  rekening  penjual  atau sering kita kenal dengan sebutan account to account.
Provider  merupakan  pihak  lain  dalam transaksi  jual  beli  secara  elektronik,  dalam hal  ini  provider  memiliki  kewajiban  untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon  pembeli  untuk  dapat  melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media  internet  dengan  penjual  yang menawarkan  produk  lewat  internet tersebut,  dalam  hal  ini  terdapat  kerjasama antara  penjual/pelaku  usaha  dengan provider dalam menjalankan  usaha melalui internet.
Pada  dasarnya  proses  transaksi  ecommerce  tidak  jauh  berbeda  dengan proses  transaksi  jual  beli  biasa  didunia nyata.  Pelaksanaan  transaksi  jual  beli secara  elektronik  ini  dilakukan  dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
1.      Penawaran  yang  dilakukan  oleh  penjual atau pelaku usaha melalui  website  pada internet.  Penjual  atau  pelaku  usaha menyediakan  storefront  yang  berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan.  Masyarakat  yang  memasuki website  pelaku  usaha  tersebut  dapat melihat-lihat  barang  yang  ditawarkan oleh  penjual.  Penawaran  melalui  media internet  hanya  dapat  terjadi  apabila seseorang  membuka  situs  yang menampilkan  sebuah  tawaran  melalui internet tersebut.
2.      Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran  yang  terjadi.  Apabila penawaran  dilakukan  melalui  e-mail address,  maka  penerimaan  dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan  pada  sebuah  e-mail  yang dituju  sehingga  hanya  pemegang  e-mail tersebut yang dituju.
3.      Pembayaran,  dapat  dilakukan  baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya  melalui  fasilitas  internet, namun  tetap  bertumpu  pada  system keuangan  nasional,  yang  mengacu  pada system keuangan lokal.
4.      Pengiriman,  merupakan  suatu  proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang  yang  ditawarkan  penjual  kepada pembeli,  dalam  hal  ini  pembeli  berhak atas  penerimaan  barang  tersebut.  Pada kenyataannya,  barang  yang  dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada  pembeli  dengan  biaya pengiriman  sebagaimana  telah diperjanjikan  antara  penjual  dan pembeli.
Penipuan secara  online  pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi  perbedaan  hanya  pada  sarana perbuatannya  yakni  menggunakan  Sistem Elektronik  (komputer,  internet,  perangkat telekomunikasi).  Sehingga  secara  hukum, penipuan  secara  online  dapat  diperlakukan sama  sebagaimana  tindak  pidana konvensional  yang  diatur  dalam  Kitab Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP). Undang-Undang  No.  11  Tahun  2008 tentang  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik tidak  secara  khusus  mengatur  mengenai tindak  pidana  penipuan.  Tindak  pidana penipuan  sendiri  diatur  dalam  Pasal  378 KUHP, yang berbunyi:
Barang  siapa  dengan  maksud  untuk menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang lain  secara  melawan  hukum,  dengan memakai  nama  palsu  atau  martabat palsu,  dengan  tipu  muslihat,  ataupun rangkaian  kebohongan,  menggerakkan orang  lain  untuk  menyerahkan  barang sesuatu  kepadanya,  atau  supaya memberi  hutang  rnaupun menghapuskan  piutang  diancam  karenapenipuan  dengan  pidana  penjara  paling lama empat tahun.”
Tindak  pidana  penipuan  dalam  bentuk pokok yang diatur dalam Pasal 378  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Padana (KUHP) terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
2.    Unsur subjektif :
a.    Dengan  maksud  atau  met  het oogmerk dalam hal ini beritikad buruk
b.    Untuk  menguntungkan  diri  sendiri atau orang lain dalam hal ini mencari keuntungan  dengan  memanfaatkan kondisi kebutuhan masnyarakat
c.    Secara  melawan  hukum  atau wederrechtelijk  dalam  hal  ini  dengan
d.    perbuatan  yang  menentang  undang undang  atau  tanpa  izin  pemilik  yang bersangkutan
3.    Unsur-unsur objektif :
a.    Barangsiapa dalam hal ini pelaku
b.    Menggerakkan  orang  lain  agar  orang lain tersebut :
1.      Menyerahkan suatu benda
2.      Mengadakan suatu perikatan utang
3.      Meniadakan suatu piutang
c.    Dengan memakai :
1.      sebuah nama palsu
2.      kedudukan palsu
3.      tipu muslihat
4.      rangkaian kata-kata bohong
Dengan  demikian  penipu  dalam  pasal tersebut pekerjaannya adalah:
Membujuk orang supaya memberikan barang,  membuat  utang  atau menghapuskan utang :
a.    Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan  diri  sendiri  atau
b.    orang lain dengan melawan hukum.;
c.    Membujuknya  itu  dengan  memakai: nama  palsu  atau  keadaan  palsu atau akal  cerdik  (tipu  mislihat)  atau karangan perkataan bohong.
Mengenai  illegal  konten,  yaitu perbuatan  menyebarkan  berita bohong  dan  menyesatkan  sehingga mengakibatkan  kerugian  konsumen dalam  transaksi  elektronik  Diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, pasal ini berbunyi:
“Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa  hak  menyebarkan  berita  bohong dan  menyesatkan  yang  mengakibatkan kerugian  konsumen  dalam  transaksi elektronik.”
Dan  diacam  dengan  sanksi  pidana  oleh Pasal 45 ayat (2) yang menentukan:
  Setiap  orang  yang  memenuhi  unsur sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  28 ayat  (1)  atau  ayat  (2)  dipidana  dengan pidana  penjara  paling  lama  6  (enam) tahun  dan/atau  denda  paling  banyak Rp.1.000.000.000,00  (satu  miliar rupiah).”
Pasal  35  Undang-Undang  Nomor  11 Tahun  2008  Tentang  Informasi  dan Transaksi  Elektronik  yang  mengatur mengenai  perbuatan-perbuatan  yang dilarang, antara lain sebagai berikut :
Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa  hak  atau  melawan  hukum melakukan  manipulasi,  penciptaan, perubahan,  penghilangan,  pengrusakan Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut  dianggap  seolah-olah  data yang otentik.”
Untuk  pembuktiannya,  aparat  penegak hukum  bisa  menggunakan  bukti  elektronik dan/atau  hasil  cetaknya  sebagai  perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di  samping  bukti  konvensional  lainnya sesuai  dengan  Kitab  Undang-Undang Hukum  Acara  Pidana  (KUHAP).  Bunyi  Pasal 5 UU ITE:
1.    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  dan/atau  hasil  cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah;
2.    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  dan/atau  hasil  cetaknya sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) merupakan  perluasan  dari  alat  bukti yang  sah  sesuai  dengan  Hukum  Acara yang berlaku di Indonesia.
Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong  dan  menyesatkan  ini  sangat diperlukan  untuk  melindungi  konsumen yang  melakukan transaksi komersial secara elektronik.  Perdagangan  secara  elektronik dapat  dilaksanakan  dengan  mudah  dan cepat.  Idealnya,  transaksi  harus  didasarkan pada  kepercayaan  para  pihak  yang bertransaksi (mutual trust). Kepercayaan ini diasumsikan  dapat  diperoleh  apabila  para pihak  yang  bertransaksi  mengenal  satu sama  yang  didasarkan  pada  pengalaman transaksi terdahulu atau hasil diskusi secara langsung  sebelum  transaksi  dilakukan.  Dari segi  hukum,  para  pihak  perlu  membuat kontrak  untuk  melindungi  kepentingan mereka  dan  melindungi  mereka  dari kerugian-kerugian  yang  mungkin  muncul dikemudian  hari.  Kontrak  berisi  hak  dan kewajiban  masing-masing  pihak  yang bertransaksi.  Selain  itu,  kontrak  ini  juga biasanya  diakhiri  dengan  pilihan  hukum dan/atau  yuridiksi  hukum  yang  dapat diterima  olehpara  pihak  apabila  terjadi sengketa  atau  perselisihan.  Hal  ini  menjadi ketentuan  yang  sangat  penting  apabila transaksi  tersebut  dilakukan  oleh  para pihak yang berbeda kewarganegaraan.


BAB III
PENUTUP

3.1.  KESIMPULAN
1.    Penipuan secara  online  pada prinisipnya sama  dengan  penipuan  konvensional. Yang  menjadi  perbedaan  hanya  pada sarana  perbuatannya  yakni menggunakan  Sistem  Elektronik (komputer,  internet,  perangkat telekomunikasi).  Pengaturan  hukum mengenai  tindak  pidana  penipuan  ini masih  terbatas  dalam  penggunaan KUHP,  dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan  Transaksi  Elektronik.  Aparat penegak  hukum  sering  mengalami kesulitan dan hambatan dalam menjerat pelaku tindak kejahatan penipuan.
2.    Tindak pidana penipuan ini  dapat dijerat dengan  Pasal  378  KUHP  sebagai  tindak pidana  penipuan  atau  Pasal  28  ayat  (1) UU  ITE  tentang  pengaturan  mengenai penyebaran  berita  bohong  dan menyesatkan  yang  merugikan konsumen.  Atau  dapat  dijerat berdasarkan  kedua  pasal  itu  sekaligus yaitu,  378  KUHP  jo dan  Pasal  28  ayat  (1)  jo Pasal  45  ayat  (1)  UU  No  11  Tahun  2008 tentang  Penipuan  dan  atau  Kejahatan ITE.

3.2.  SARAN
1.    Sebaiknya polisi yang menangani kasus-kasus  penipuan  bisnis  online  adalah mereka  yang  sudah  menguasai  bidang teknologi  informasi  dan  komunikasi atau  mereka  yang  memahami  seluk beluk  kejahatan  cyber.  Hal  tersebut sangat  penting  untuk  mencegah  polisi penerima  laporan  atau  penyidik  yang kemudian  ditunjuk  tidak  mengerti  dan tidak  memahami  duduk  perkara,  untuk tercapainya  keadilan  hukum  dan keamanan  dalam  masyarakat konvensional maupun masyarakat dalam dunia siber. 
2.    Bagi masyarakat yang ingin membeli  barang  melalui  internet  harus lebih  berhati-hati  lagi  terhadap  iklan maupun  tawaran  yang  menggiurkan. Sebelum  melakukan  kegiatan  jual-beli, sebaiknya  dicek  terlebih  dahulu keabsahan  dari  situs  tersebut  agar terhindar dari kasus penipuan.
3.    Untuk  dapat  memaksimalkan  aparat penegak  hukum  dalam  memberantas tindak  pidana  cybercrime,  perlu  adanya undang-undang  yang  khusus  mengatur tentang  cybercrime.  Diberlakukannya sertifikasi bagi para pelaku usaha seperti yang  tertuang  dalam  UU  ITE  pasal  10 ayat (1) bahwa setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan  transaksi  elektronik dapat  disertifikasi  oleh  Lembaga Sertifikasi  Keandalan,  hal  ini  mengingat begitu  mudahnya  seseorang /  penjual melakukan  kecurangan  dalam  transaksi jual  beli  online sehingga  banyak  pembeli  yang tertipu.


DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar