Rabu, 02 Agustus 2017

MAKALAH "HUKUM ISLAM : HUKUM, HUKM DAN AHKAM, SYARIAT, FIKIH"

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
           
            Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya maka makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu.

            Makalah “ HUKUM ISLAM : HUKUM, HUKM DAN AHKAM, SYARIAT, FIKIH” ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Hukum Islam yang semoga dapat memberikan manfaat serta khasanah ilmu pengetahuan kita.
Seperti kata pepatah “Tiada Gading yang tak Retak”, maka kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnadan terdapat banyak kekurangan serta memerlukan bahan yang lebih lengkap. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah ini. Meskipun ini sifatnya sederhana semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Manokwari, 10 Maret 2016

                                       Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.      Latar Belakang ................................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah ............................................................................. 3
3.      Tujuan ................................................................................................. 3
4.      Manfaat .............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
1.    Hukum Islam........................................................................................ 4
2.  Hukum, Hukm dan Ahkam................................................................... 7
3.  Syari’at .................................................................................................. 7
      4.  Fikih ...................................................................................................... 14
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17
1.    Kesimpulan ........................................................................................... 17
2.    Saran..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.   LATAR BELAKANG
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia itu sendirir seperti hukum adat, hukum pidana dan sebagainya.
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang lain.
Adapun konsepsihukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Istilah addin al-Islam tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Maaidah (5) ayat 3, yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermsyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya. Ajaran Islam atau addin al-Islam bersumber dari wahyu (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul (al-hadits) serta ar-ra’yu (akal pikiran) manusia melalui ijtihad. Dengan mengikuti sistematika Iman, Islam dan Ikhsan, kerangka dasar agama Islam terdiri dari (1) akidah, (2) syari’ah dan (akhlak).
Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris, Syariat Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurisprudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam sering dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’  untuk fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.
Dalam praktik seringkali kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan keduanya memang sangat erat, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Syari’at adalah landasan fikih. Perkataan syari’at dan fikih terdapat di dalam Al-Qur’an, syari’at dalam surat Al-Jatsiah (45):18.
Artinya : “ Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. “
Sedangkan perkataan fikih tersebut surat At-Taubah (9):122.
Artinya : “ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ( ke medan perang ). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu perkataan, sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan denganperubahan dan pengembangan hukum Islam.
Oleh karena itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan nama hukum Islam yang disebut hukum syari’at dan mana hukum Islam yang disebut engan hukum fikih. Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa Hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkauan manusia.
Pengkaburan istilah antarahukum Islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah Islam, pada hakekatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti di luar jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi yang seharusnya.
Hukum Islam, Syari’at dan Fikih adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya bagi seorang muslim dan muslimat. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekalitentang apa itu Hukum Islam, Syariat, dan fikih. Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menjelaskan ketiga hal tersebut.
Dengan menguasai Hukum Islam, Syariat dan Fikih kita akan mengetahui mengetahui seberapa banyakkah kita sudah melakukan tentang apa yang telah dijelaskan dalam pengertian Hukum Islam, Syariat dan Fikih. Selain itu, kita juga akan lebih leluasa di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap masalah-masalah yang terus muncul dan berkembang di dalam masyarakat.

2.   RUMUSAN MASALAH   
1.    Apa itu Hukum Islam?
2.    Apapengertian  Hukum, Hukm dan Ahkam, Syariat, fiqih?

3.   TUJUAN
1.    Untuk mengetahui apa itu Hukum Islam;
2.    Untuk mengetahui apa pengertian  Hukum, Hukm dan Ahkam, Syariat, fiqih.

3.   MANFAAT
Bagi mahasiswa, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Hukum Islam.


                                                          
BAB II
PEMBAHASAN

1.         HUKUM ISLAM

   Dalam masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah. Istilah satu dengan lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus perbedaan. Istilah yang dimaksud adalah Syari’at Islam, Fikih Islam dan Hukum Islam. Dalam Bahasa Indonesia, istilah Syari’at Islam berarti Hukum Syari’at  atau Hukum Syara’, sedangkan istilah Fikih Islam  berarti Hukum Fikih atau kadang-kadang Hukum Islam. Syari’at merupakan landasan Fikih, dan Fikih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh karena itu, seseorang yang akan memahami Hukum Islam dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara Fikih Islam dengan Syari’at Islam.
Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fikih, berlaku adabi, dan menunjukkan kesatuan dalam Islam. Sedangkan Fikih adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab Fikih. Oleh karena itu sifatnya instrumental, ruang lingkupnya terbatas, tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap syari’ah melalui kegiatan ijtihad, yakni usaha yang sungguh-sungguh yang menggunakan segenap kemampuan yang dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan suatu kepastian hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an maupun Hadits.
Hukum Islam adalah dua kata dalam bahasa Indonesia yaitu kata "hukum" dan "Islam". Kata "hukum" dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari bahasa Arab yaitu kataالحكم  (al- hukmu) yang merupakan bentuk singular /tunggal, adapun bentuk plural/jama'nya adalahالأحكام  (al-ahkam). Secara etimologi kata ini berartiالقضاء   (al-qadha) yang bermakna memutuskan, memimpin, memerintah, menetapkan dan menjatuhkan hukuman,[1] Al-Fairuz Abady menyatakan bahwa kataالحكم  (al- hukmu) dengan dhamah berartiالقضاء  (al-qadha) yaitu mengadili, bentuk jama'nya adalahالأحكام   (al-ahkam). Abdullah bin Shalih Al-Fauzan dalam Syarh Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqhmenyatakan :

اللحكم لغة : المنع والحكم اصطلاحا : ما دل عليه خطاب الشرع المتعلق بأفعال المكلفين من طلب او تخيير او وضع

Al-Hukmu secara bahasa adalah mencegah, sedangkan secara istilah adalah segala sesuatu yang menunjukan padanya kehendak syar'iyang berkaitan dengan amalan-amalan orang yang sudah dewasa(mukallaf) baik berupa tuntutan kewajiban, pilihan dan hukumwadh'i.
Nasrun Haroen merinci pengertian dari kata "al-hukm" dalam beberapa arti. Pertama, menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya, seperti menetapkan terbitnya bulan dan meniadakan kegelapan dengan terbitnya matahari. Kedua, Khitab Allah, seperti“aqimu ash-shalata” dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum adalah nash yang datang dari Syari'Ketiga, Akibat dari KhitabAllah, seperti hukum ijab yang dipahami dari firman Allah “aqimu ash-shalata”. Pengertian ini digunakan para fuqaha (ahli fiqh).Keempat, Keputusan hakim di sidang pengadilan.

Dari berbagai pengertian tersebut terlihat adanya makna yang satu yaitu bahwa al-hukm  adalah :

خطاب الله المتعلق بأفعال المكلفين طلبا أو تخييرا أو وضعا

Khitab Allah ta'ala yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan orangmukallaf yang berupa tuntutan, pilihan atau yang bersifat wadh'i”.Pengertian ini menunjukan bahwa hukum adalah sesuatu yang menjadi tuntutan syara' atas setiap orang-orang yang sudah mukallafuntuk melaksanakannya, baik hal itu berupa tuntutan, pilihan atau berbagai sebab yang mengakibatkan adanya hukum tersebut, sepertiahkam al-khamsah yaitu haram, makruh, mubah, sunnah dan wajib.
Berbeda dengan makna hukum sebelumnya, Muhammad Daud Ali menyatakan kata "hukum" berasal dari bahasa Arab yaitu al-hukmyang berarti kaidah, norma, ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.[6] Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy yang menyatakan “Istilah hukum Islam walaupun berlafadz Arab, namun telah dijadikan bahasa Indonesia, sebagai terjemahan dari Fiqh Islam atau Syariat Islam”.
Jika kita cermati, kata "hukum" dilihat dari asal kata bahasa Arab, maka makna yang sebenarnya tidaklah sama dengan kata hukum yang telah menjadi bahasa Indonesia. Kata hukum ini telah mengalami perubahan dan perluasan makna sehingga tidak sesuai lagi dengan makna bahasa asalnya. Adapun kata yang semakna dengan hukum dalam bahasa Arab adalah syariah dan fiqh.




2.         HUKUM, HUKM DAN AHKAM

Hukum merupakan seperangkat aturan dan norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang disusun oleh penguasa.
Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan diatur oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang disebut hukm, jamak: ahkam.
Hukm adalah patokan, tolok ukur, ukuran atau kaidah mengenai perbuatan atau benda. Dalam sistem hukum Islam ada lima (5) hukum atau kaidah yang digunakan sebagai Patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun muamalah.Lima jenis kaidah tersebut al-ahkam al-khamsah atau penggolongan yang lima, yaitu: (1)ja’iz atau mubah atau ibahah, (2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib,  dan   (5) haram.   Penggolongan hukum ini disebut juga hukum taklifi.
Hukum taklifi yaitu norma atau kaidah hukum Islam yang mungkin mengandung kewenangan terbuka yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, disebut ja’iz atau mubah. Hukum taklifi mengandung anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya (sunnat); mengandung kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena jelas tidak berguna (makruh); mengandung perintah yang wajib dilakukan (fardhu atau wajib) ; mengandung larangan untuk dilakukan (haram). Hukum wadhi yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat dan halangan terjadinya hukum. Halangan atau mani’.
3.         SYARI’AT
Syariah menurut bahasa memiliki beberapa makna, diantaranya adalahالوارد   (al-warid) yang berarti jalan, ia bermakna pulaنحو الماء  yaitu tempat keluarnya (mata) air.[8] Al-Raghib menyatakan syariahadalah metode atau jalan yang jelas dan terang misalnya ucapaanشرعت له نهجا  (aku mensyariatkan padanya sebuah jalan). Manna' Khalil Al-Qathan berkata “Syariat pada asalnya menurut bahasa adalah sumber air yang digunakan untuk minum, kemudian digunakan oleh orang-orang Arab dengan arti jalan yang lurus (al-syirath al-mustaqim) yang demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan keselamatan/kesehatan  badan, demikian juga arah dari jalan yang lurus yang mengarahkan manusia kepada kebaikan, padanya ada kehidupan jiwa dan pengoptimalan akal mereka[9]
Kata syariah banyak terdapat di dalam Al-Qur'an, misalnya firman Allah ta’ala  dalam QS Al-Jatsiyah : 18  

 ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ اْلأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَآءَ الَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatusyariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Makna syariah pada ayat ini adalah peraturan atau cara beragama. Sedangkan dalam QS Asy-Syura ayat 13 bermakna memberikan tata cara beragama : 

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Makna syariah yang serupa disebutkan dalam QS Al-Syura ayat 21 Allah ta’ala berfirman :  

أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.
Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kata syariah bermakna peraturan, agama dan tata cara ibadah. Pengertian ini telah mengarah kepada makna secara istilah, karena khitab dari ayat-ayat tersebut adalah orang-orang yang beriman agar mereka dapat merealisasikan syariat tersebut.
Secara istilah “syariat” adalah “Seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah dengan sesama manusia”. Al-Fairuz Abady menyebutkan bahwa syariat adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada para hambaNya. Ibnu Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :

والشريعةُ والشِّرْعةُ ما سنَّ الله من الدِّين وأَمَر به كالصوم والصلاة والحج والزكاة وسائر أَعمال البرِ

Segala sesuatu yang ditetapkan  Allah dari dien(agama) dan diperintahkanya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan amal kebaikan lainnya.

Definisi ini seperti yang disebutkan oleh Manna' Al-Qathan yang menyebutkan bahwa syariat secara istilah adalah “Setiap sesuatu yang datang dari Allah ta'alayang disampaikan oleh utusan/RasulNya kepada para hambaNya, dan Dia adalah pembuat syariat yang awal, hukumNya dinamakan syar'an.[12] Senada dengan pengertian ini Mahmud Syalthut mendefinisikannyadengan "Sebuah nama untuk tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah ta'ala dalam bentuk ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai pedoman dalam berhubungan dengan Allah dan antar sesama manusia."
Para intelektual muslim Indonesia memberikan definisi dari syariah dengan beraneka ragam, misalnya Hasbi Ash-Shidieqy mendefinisikannya dengan “Segala yang disyariatkan Allah untuk kaum muslimin, baik ditetapkan oleh Al-Qur'an ataupun sunnah Rasul yang berupa sabda, perbuatan, ataupun taqrirnya”.Sedangkan M. Ali Hasan menyatakan bahwa syari'ahadalah : Hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya (manusia) yang dibawa oleh para nabi, baik menyangkut cara mengerjakannya yang disebut far'iyah amaliyah (cabang-cabang amaliyah) dan untuk itulah fiqh dibuat, atau yang menyangkut petunjuk beri'tiqad yang disebut ashliyah i'tiqadiyah (pokok keyakinan), dan untuk itu para ulama menciptakan ilmu kalam (ilmu tauhid). Dalam bagian lain disebutkan bahwa syariah adalah “Semua yang disyariatkan Allah untuk kaum muslimin baik melalui Al-Qur'an maupun melalui sunnah rasul.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kata hukum dalam “Hukum Islam” bukanlah arti hukum dalam bahasa Arab al-hukm akan tetapi makna hukum dalam bahasa Indonesia adalah bermakna syari'ah dalam bahasa Arab. Pendapat ini seperti disebutkan oleh Fathurrahman Djamil yang menyimpulkan : Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam Al-Qur'an dan literatur hukum dalam Islam, yang ada dalam Al-Qur'an adalah kata syari'ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya, kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dari literatur barat.
Maka dalam ruang lingkup hukum Islam digunakan istilah Syariah Islam, yaitu "Seluruh peraturan dan tata cara kehidupan dalam Islam yang diperintahkan oleh Allah ta'ala yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah". Hal ini sebagaimana term hukum dalam bahasa Indonesia yaitu “Seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa, baik berupa hukum tertulis ataupun tidak tertulis seperti hukum adat”.
Pengertian selanjutnya dalam rangkaian hukum Islam adalah kata “Islam”. Kata ini secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu kataالسلام - أسلم – يسلم - إسلاما (al-salam-aslama-yaslimu-islaman) kata ini mempunyai cabang makna yang sangat banyak, namun semuanya menunjuk kepada makna السلم (al-salam) yaitu kesejahteraan, kedamaian serta sifat tunduk patuh.[18] Dalam Al-Qur'an akar kata أسلم(aslama) terdapat dalam QS Al-Hujuraat : 14 

قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Pada ayat ini kata أَسْلَمْنَا  berarti kami tunduk kepada peraturan Allah ta'ala.  Adapun dalam QS Al-Jin : 14, kata أَسْلَمْ   bermakna taat terhadap perintahNya :

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang ta`at dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang ta`at,maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.
Sinonim dari kata tunduk dan taat adalah berserah diri, hal ini seperti disebutkan dalam QS Az-Zumar :54 

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Selain itu masih banyak sekali ayat-ayat yang menggunakan lafadz aslama seperti dalam QS Ash-Shafaat 103, An-Naml 44, Al-Haj 34, Al-An'am 14, Al-Maidah 44, An-Nisaa 125, Ali Imran 83 dan 20 serta Al-Baqarah ayat 131 dan 112.[19]
Akar kata aslama juga terdapat dalam sebuah hadits yang shahih dari riwayat Abdullah bin Amr bin Al-'Ash,Rasulullah bersabda :
لمسلم من سلم المسلمون من لسانه ويد

Seorang muslim itu adalah seseorang yang kaum muslimin lainnya selamat dari ucapan lidah dan gangguan tangannya.”[20]
Sedangkan pengertian Islam menurut istilah adalah :

الإستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك وأهله

Penyerahan diri kepada Allah ta'ala serta tunduk dengan penuh ketaatan serta berlepas diri dari syirik dan para pelakunya."
Secara umum dapat dikatakan bahwa Islam adalah “Rangkaian ibadah kepada Allah ta'ala dengan apa-apa yang disyariatkanNya, ia berlaku sejak Nabi pertama di utus hingga hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah ayat 128 :

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Sedangkan Islam dalam arti khusus adalah agama yang diturunkan oleh Allah ta’ala kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam bagi seluruh umat manusia.[22] Pengertian yang lebih komprehensif disebutkan oleh Mahmud Syalthut dalam Al-Islam, Aqidah wa Syari'ah, ia mendefinisikan Islam dengan “Dienullah (Agama Allah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam yang berisi pokok pengajaran pada bidang ushul (dasar/pokok) maupun syariat, dan Nabi diperintahkan untuk menyampaikan kepada seluruh manusia dan menda'wahkannya.
Dari sini dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Mengenai hal ini M. Daud Ali mengatakan “Hukum Islam adalah seperangkat tingkah laku yang mengatur tentang hubungan seorang manusia dengan Tuhan, sesama  manusia dan alam sekitarnya yang berasal dari Allah ta'ala”.[24] Adapun Hasbi Ash-Shidieqy menyatakan bahwa hukum Islam adalah “Hukum-hukum yang bersifat umum dan kulliyang dapat diterapkan dalam perkembangan hukum Islam menurut kondisi dan situasi masyarakat dan masa.

4.         FIKIH
Selain istilah syariah dalam hukum Islam dikenal pula istilah Fiqh Islam, yaitu serangkaian hukum Islam yang bersifat furu’ (cabang) yang berkaitan dengan perbuatan hamba yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh atau al-fiqhu الفقه secara bahasa adalahالفهم  (al-fahmu) yang berarti “memahami”. Dalam Lisaan Al-Arab disebutkan :
العلم بالشّيء والفهم له

Al-Fiqh adalah ilmu tentang sesuatu dan pemahaman tentangnya.

Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menggunakan istilah fiqh yang bermakna pemahaman, diantaranya dalah firmanNya :
فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا

Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?
Dalam ayat yang lainnya disebutkan :

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةًۭ ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍۢ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌۭ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ




Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Sementara di dalam hadits, Rasulullah bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللّٰهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقّهْهُ فِى الدّيْنِ

Barangsiapa dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan agama.
Sedangkan secara istilah fiqh adalah :

معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية

Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Pengertian yang lebih komprehensif mengenai fiqh adalah :

العلم بالأحكام الشّرعيّة العمليّة المكتسب من أدلّتها التّفصيليّة

Ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci. Dalil-dalil yang tafsili yang dimaksud berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.

Dari pengertian syari'ah dan fiqih yang telah dibahas sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki karakter masing-masing. Dilihat dari sumbernya maka syariah bersumber dari Allah ta’ala yaitu berupa Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Sedangkan Fiqh bersumber dari para ulama dan ahli Fiqh yang telah menggali hukum-hukum yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadist. Sementara dari segi obyeknya maka syariah objeknya meliputi bukan saja batin manusia akan tetapi juga lahiriyah manusia dengan Tuhannya (ibadah). Sedangkan Fiqih objeknya peraturan manusia yaitu hubungan lahir antara manusia dengan manusia serta manusia dengan makhluk lainnya. Perbedaan selanjutnya adalah mengenai sanksi ketika melanggarnya, syariah sanksinya adalah pembalasan Allah ta’ala di akhirat, sedangkan Fiqih Semua norma sanksinya bersifat sekunder yaitu negara sebagai pelaksana sanksinya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Islam adalah aturan-aturan yang datang dari Allah ta’ala melalui perantara para rasulNya yang berupa hukum-hukum yang qath’i (syariah) dan juga yang bersifat dzanni yaitu fiqh. Dengan kata lain hukum Islam adalah syariat Allah yang bersifat menyeluruh berupa hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta hukum-huukm yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh).
Dasar-dasarilmufiqihituterbagimenjadi 2 yaitu:
1.      Dasar-dasar yang bersifatMuttafaq (disepakati)
Adapununtukdasar-dasarfiqih yang bersifatmuttafaqdibagimenjadi 4, yaitu Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ danQiyas.
2.      Dasar-dasar yang bersifatMukhtalaf (berbeda-beda)
3.      Adapununtukdasar-dasarfiqih yang bersifatMukhtalafdibagimenjadi 6, yaitu IstihsanMashalihulMursalah, Istishab, ‘Urf, QoulusShohabiy dan Syar’u Man Qoblana.


BAB III
PENUTUP

1.            KESIMPULAN
1.    Dari paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Fiqh, Syariat, dan Hukum Islam, seyogyanya adalah satu pengertian yang sama. Hanya ada sedikit perbedaan pada penerapan dan pembagiannya. Ketiganya juga memiliki peran masing-masing dalam penerapannya di kehidupan manusia.
2.    Hukum Islam  sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah serta hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh).
3.    Syari’at adalah seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah dengan sesama manusia.
4.    Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap syari’ah melalui kegiatan ijtihad, yakni usaha yang sungguh-sungguh yang menggunakan segenap kemampuan yang dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan suatu kepastian hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an maupun Hadits.
5.    Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan diatur oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang disebut hukm, jamak: ahkam.Yakni, ukuran, tolak ukur, patokan atau kaidah mengenai perbuatan dan benda.

2.            SARAN
1.   Hendaknya kita dapat membedakan secara tepat Hukum Islam, Syari’at dan Fikih.
2.   Hendaknya kita sebagai Mahasiswa dapat memahami Hukum Islam dengan baik dan mengimplementasikannya untuk mengatur berbagai kehidupan manusia sehingga tercapai kemaslahatan.
3.   Dapat mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam.
4.   Diharapkan dapat memahami ruang lingkup ajaran Islam, menggambarkan kerangka dasar ajaran Islam dengan benar serta mempergunakan metode mempelajari Islam.


 

DAFTAR PUSTAKA

Khairuddin. “Hukum Islam, Syari’ah dan Fikih”.

Chintya. “Makalah Hukum Islam”
10Maret 2016.

Academia.edu. “ Makalah Studi HukumIslam Syari’at, Fiqh dan Hukum Islam”.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar