KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya
maka makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu.
Makalah “ HUKUM ISLAM : HUKUM, HUKM DAN AHKAM, SYARIAT, FIKIH” ini dibuat
untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Hukum Islam yang semoga dapat memberikan
manfaat serta khasanah ilmu pengetahuan kita.
Seperti kata pepatah “Tiada Gading yang tak Retak”, maka
kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnadan terdapat banyak
kekurangan serta memerlukan bahan yang lebih lengkap. Untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah ini.
Meskipun ini sifatnya sederhana semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi penulis pada khususnya.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Manokwari, 10 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.........................................................................................
i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI..................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.
Latar Belakang ................................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah ............................................................................. 3
3.
Tujuan ................................................................................................. 3
4.
Manfaat .............................................................................................. 3
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
1. Hukum
Islam........................................................................................ 4
2. Hukum, Hukm dan Ahkam................................................................... 7
3. Syari’at
.................................................................................................. 7
4. Fikih ...................................................................................................... 14
BAB
III PENUTUP ......................................................................................... 17
1.
Kesimpulan ........................................................................................... 17
2.
Saran..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Jika kita
berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia
itu sendirir seperti hukum adat, hukum pidana dan sebagainya.
Berbeda
dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu
massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui
sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan
hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang lain.
Adapun
konsepsihukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Istilah
addin al-Islam tercantum dalam
Al-Qur’an Surat Al-Maaidah (5) ayat 3, yang tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermsyarakat,
dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya. Ajaran Islam atau
addin al-Islam bersumber dari wahyu (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul (al-hadits)
serta ar-ra’yu (akal pikiran) manusia melalui ijtihad. Dengan mengikuti
sistematika Iman, Islam dan Ikhsan, kerangka dasar agama Islam terdiri dari (1)
akidah, (2) syari’ah dan (akhlak).
Di dalam
kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris, Syariat Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam
diterjemahkan dengan Islamic
Jurisprudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam sering
dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’ untuk fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.
Dalam
praktik seringkali kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa
menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan keduanya
memang sangat erat, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Syari’at
adalah landasan fikih. Perkataan syari’at dan fikih terdapat di dalam
Al-Qur’an, syari’at dalam surat Al-Jatsiah (45):18.
Artinya : “
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari
urusan (agama itu), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. “
Sedangkan
perkataan fikih tersebut surat At-Taubah (9):122.
Artinya : “
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ( ke medan perang ). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu
perkataan, sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan
denganperubahan dan pengembangan hukum Islam.
Oleh karena
itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan nama hukum Islam
yang disebut hukum syari’at dan mana hukum Islam yang disebut engan hukum
fikih. Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah
dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa Hukum
Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah wahyu yang murni yang
posisinya diluar jangkauan manusia.
Pengkaburan
istilah antarahukum Islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah Islam,
pada hakekatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara
hukum Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi,
dengan syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti di luar jangkauan
manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi
yang seharusnya.
Hukum Islam,
Syari’at dan Fikih adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya bagi
seorang muslim dan muslimat. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada
yang belum mengerti sama sekalitentang apa itu Hukum Islam, Syariat, dan fikih.
Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menjelaskan ketiga hal
tersebut.
Dengan
menguasai Hukum Islam, Syariat dan Fikih kita akan mengetahui mengetahui
seberapa banyakkah kita sudah melakukan tentang apa yang telah dijelaskan dalam
pengertian Hukum Islam, Syariat dan Fikih. Selain itu, kita juga akan lebih
leluasa di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik budaya dan
lebih mudah mencari solusi terhadap masalah-masalah yang terus muncul dan
berkembang di dalam masyarakat.
2. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
itu Hukum Islam?
2.
Apapengertian
Hukum, Hukm dan Ahkam, Syariat, fiqih?
3. TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui apa itu Hukum Islam;
2.
Untuk
mengetahui apa pengertian Hukum, Hukm
dan Ahkam, Syariat, fiqih.
3.
MANFAAT
Bagi
mahasiswa, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Hukum Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
HUKUM
ISLAM
Dalam masyarakat
Indonesia berkembang berbagai macam istilah. Istilah satu dengan lainnya
mempunyai persamaan dan sekaligus perbedaan. Istilah yang dimaksud adalah
Syari’at Islam, Fikih Islam dan Hukum Islam. Dalam Bahasa Indonesia, istilah
Syari’at Islam berarti Hukum Syari’at
atau Hukum Syara’, sedangkan istilah Fikih Islam berarti Hukum Fikih atau kadang-kadang Hukum
Islam. Syari’at merupakan landasan Fikih, dan Fikih merupakan pemahaman orang
yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh karena itu, seseorang yang akan
memahami Hukum Islam dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara Fikih
Islam dengan Syari’at Islam.
Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu Allah yang
terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai
ruang lingkup yang lebih luas dari fikih, berlaku adabi, dan menunjukkan
kesatuan dalam Islam. Sedangkan Fikih adalah pemahaman manusia yang memenuhi
syarat tentang syari’at sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab Fikih. Oleh
karena itu sifatnya instrumental, ruang lingkupnya terbatas, tidak berlaku
abadi, dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda antara satu tempat
dengan tempat yang lain. Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap
syari’ah melalui kegiatan ijtihad, yakni usaha yang sungguh-sungguh yang
menggunakan segenap kemampuan yang dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi
syarat untuk mendapatkan suatu kepastian hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam Al-Qur’an maupun Hadits.
Hukum Islam adalah dua kata dalam bahasa Indonesia yaitu kata
"hukum" dan "Islam". Kata "hukum" dalam bahasa
Indonesia adalah serapan dari bahasa Arab yaitu kataالحكم
(al- hukmu) yang
merupakan bentuk singular /tunggal, adapun bentuk plural/jama'nya adalahالأحكام (al-ahkam). Secara etimologi kata ini berartiالقضاء (al-qadha) yang bermakna memutuskan, memimpin,
memerintah, menetapkan dan menjatuhkan hukuman,[1] Al-Fairuz Abady menyatakan bahwa
kataالحكم (al- hukmu) dengan dhamah berartiالقضاء (al-qadha) yaitu
mengadili, bentuk jama'nya adalahالأحكام (al-ahkam). Abdullah bin Shalih
Al-Fauzan dalam Syarh Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqhmenyatakan :
اللحكم لغة :
المنع والحكم اصطلاحا : ما دل عليه خطاب الشرع المتعلق بأفعال المكلفين من طلب او
تخيير او وضع
Al-Hukmu secara bahasa adalah mencegah, sedangkan secara
istilah adalah segala sesuatu yang menunjukan padanya kehendak syar'iyang
berkaitan dengan amalan-amalan orang yang sudah dewasa(mukallaf) baik
berupa tuntutan kewajiban, pilihan dan hukumwadh'i.
Nasrun Haroen merinci pengertian dari kata "al-hukm" dalam
beberapa arti. Pertama, menetapkan
sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya, seperti menetapkan terbitnya bulan dan
meniadakan kegelapan dengan terbitnya matahari. Kedua, Khitab Allah, seperti“aqimu
ash-shalata” dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum adalah nash yang
datang dari Syari'. Ketiga, Akibat
dari KhitabAllah, seperti hukum ijab yang dipahami dari firman
Allah “aqimu ash-shalata”. Pengertian ini digunakan para fuqaha (ahli
fiqh).Keempat, Keputusan
hakim di sidang pengadilan.
Dari berbagai pengertian tersebut terlihat adanya makna yang satu yaitu
bahwa al-hukm adalah :
خطاب الله
المتعلق بأفعال المكلفين طلبا أو تخييرا أو وضعا
Khitab Allah ta'ala yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
orangmukallaf yang berupa tuntutan, pilihan atau yang
bersifat wadh'i”.Pengertian ini menunjukan bahwa hukum adalah
sesuatu yang menjadi tuntutan syara' atas setiap orang-orang
yang sudah mukallafuntuk melaksanakannya, baik hal itu berupa
tuntutan, pilihan atau berbagai sebab yang mengakibatkan adanya hukum tersebut,
sepertiahkam al-khamsah yaitu haram, makruh, mubah, sunnah
dan wajib.
Berbeda dengan makna hukum sebelumnya, Muhammad Daud Ali menyatakan kata
"hukum" berasal dari bahasa Arab yaitu al-hukmyang
berarti kaidah, norma, ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan
untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.[6] Hal ini sama seperti yang
diungkapkan oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy yang menyatakan “Istilah hukum Islam
walaupun berlafadz Arab, namun telah dijadikan bahasa Indonesia, sebagai
terjemahan dari Fiqh Islam atau Syariat Islam”.
Jika kita cermati, kata "hukum" dilihat dari asal kata bahasa
Arab, maka makna yang sebenarnya tidaklah sama dengan kata hukum yang telah
menjadi bahasa Indonesia. Kata hukum ini telah mengalami perubahan dan
perluasan makna sehingga tidak sesuai lagi dengan makna bahasa asalnya. Adapun
kata yang semakna dengan hukum dalam bahasa Arab adalah syariah dan fiqh.
2.
HUKUM, HUKM
DAN AHKAM
Hukum
merupakan seperangkat aturan dan norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia
yang disusun oleh penguasa.
Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan diatur
oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang disebut hukm,
jamak: ahkam.
Hukm adalah patokan, tolok ukur, ukuran atau kaidah
mengenai perbuatan atau benda. Dalam sistem hukum Islam ada lima (5)
hukum atau kaidah yang digunakan sebagai Patokan mengukur perbuatan manusia
baik di bidang ibadah maupun muamalah.Lima jenis kaidah tersebut al-ahkam
al-khamsah atau penggolongan yang lima, yaitu: (1)ja’iz atau mubah atau ibahah,
(2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib,
dan (5) haram. Penggolongan hukum ini
disebut juga hukum taklifi.
Hukum taklifi yaitu norma atau kaidah hukum Islam yang
mungkin mengandung kewenangan terbuka yaitu kebebasan memilih untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, disebut ja’iz atau mubah.
Hukum taklifi mengandung anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya
(sunnat); mengandung kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena jelas tidak
berguna (makruh); mengandung perintah yang wajib dilakukan (fardhu
atau wajib) ; mengandung larangan untuk dilakukan (haram).
Hukum wadhi yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat dan
halangan terjadinya hukum. Halangan atau mani’.
3.
SYARI’AT
Syariah menurut bahasa memiliki beberapa makna,
diantaranya adalahالوارد (al-warid) yang berarti jalan,
ia bermakna pulaنحو الماء yaitu tempat
keluarnya (mata) air.[8] Al-Raghib
menyatakan syariahadalah metode atau jalan yang jelas dan terang
misalnya ucapaanشرعت له نهجا (aku mensyariatkan padanya sebuah jalan).
Manna' Khalil Al-Qathan berkata “Syariat pada asalnya menurut bahasa adalah
sumber air yang digunakan untuk minum, kemudian digunakan oleh orang-orang Arab
dengan arti jalan yang lurus (al-syirath al-mustaqim) yang
demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan
keselamatan/kesehatan badan, demikian juga arah dari jalan yang lurus
yang mengarahkan manusia kepada kebaikan, padanya ada kehidupan jiwa dan
pengoptimalan akal mereka[9]
Kata syariah banyak terdapat di dalam Al-Qur'an, misalnya
firman Allah ta’ala dalam QS Al-Jatsiyah : 18
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ
اْلأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَآءَ الَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatusyariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.
Makna syariah pada ayat ini adalah peraturan atau cara
beragama. Sedangkan dalam QS Asy-Syura ayat 13 bermakna memberikan tata cara
beragama :
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا
وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى
الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ
وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Makna syariah yang serupa disebutkan dalam QS Al-Syura ayat 21
Allah ta’ala berfirman :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ
مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ
وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama
yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari
Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.
Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kata syariah bermakna
peraturan, agama dan tata cara ibadah. Pengertian ini telah mengarah kepada
makna secara istilah, karena khitab dari
ayat-ayat tersebut adalah orang-orang yang beriman agar mereka dapat
merealisasikan syariat tersebut.
Secara istilah “syariat” adalah “Seperangkat norma yang
mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala,
serta bermuamalah dengan sesama manusia”. Al-Fairuz Abady menyebutkan bahwa
syariat adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada para hambaNya. Ibnu
Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :
والشريعةُ والشِّرْعةُ ما سنَّ
الله من الدِّين وأَمَر به كالصوم والصلاة والحج والزكاة وسائر أَعمال البرِ
Segala sesuatu yang ditetapkan Allah dari dien(agama)
dan diperintahkanya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan amal kebaikan
lainnya.
Definisi ini
seperti yang disebutkan oleh Manna' Al-Qathan yang menyebutkan bahwa syariat
secara istilah adalah “Setiap sesuatu yang datang dari Allah ta'alayang
disampaikan oleh utusan/RasulNya kepada para hambaNya, dan Dia adalah pembuat
syariat yang awal, hukumNya dinamakan syar'an.[12] Senada
dengan pengertian ini Mahmud Syalthut mendefinisikannyadengan "Sebuah
nama untuk tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah ta'ala dalam
bentuk ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai pedoman dalam
berhubungan dengan Allah dan antar sesama manusia."
Para intelektual muslim Indonesia memberikan definisi dari syariah dengan
beraneka ragam, misalnya Hasbi Ash-Shidieqy mendefinisikannya dengan “Segala
yang disyariatkan Allah untuk kaum muslimin, baik ditetapkan oleh Al-Qur'an
ataupun sunnah Rasul yang berupa sabda, perbuatan, ataupun taqrirnya”.Sedangkan
M. Ali Hasan menyatakan bahwa syari'ahadalah : Hukum-hukum yang
disyariatkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya (manusia) yang dibawa oleh para
nabi, baik menyangkut cara mengerjakannya yang disebut far'iyah
amaliyah (cabang-cabang amaliyah) dan untuk itulah fiqh dibuat, atau
yang menyangkut petunjuk beri'tiqad yang disebut ashliyah
i'tiqadiyah (pokok keyakinan), dan untuk itu para ulama menciptakan
ilmu kalam (ilmu tauhid). Dalam bagian lain disebutkan bahwa syariah adalah
“Semua yang disyariatkan Allah untuk kaum muslimin baik melalui Al-Qur'an
maupun melalui sunnah rasul.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kata hukum dalam “Hukum Islam” bukanlah
arti hukum dalam bahasa Arab al-hukm akan tetapi makna hukum
dalam bahasa Indonesia adalah bermakna syari'ah dalam bahasa
Arab. Pendapat ini seperti disebutkan oleh Fathurrahman Djamil yang
menyimpulkan : Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam Al-Qur'an
dan literatur hukum dalam Islam, yang ada dalam Al-Qur'an adalah kata syari'ah,
fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya, kata hukum Islam merupakan
terjemahan dari term “Islamic Law” dari literatur
barat.
Maka dalam ruang lingkup hukum Islam digunakan istilah Syariah
Islam, yaitu "Seluruh peraturan dan tata cara kehidupan dalam Islam
yang diperintahkan oleh Allah ta'ala yang termaktub di dalam
Al-Qur'an dan Al-Sunnah". Hal ini sebagaimana term hukum dalam bahasa
Indonesia yaitu “Seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh
dan berkembang di tengah masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat
dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa, baik berupa hukum tertulis
ataupun tidak tertulis seperti hukum adat”.
Pengertian selanjutnya dalam rangkaian hukum Islam adalah kata “Islam”.
Kata ini secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu kataالسلام - أسلم – يسلم - إسلاما (al-salam-aslama-yaslimu-islaman) kata
ini mempunyai cabang makna yang sangat banyak, namun semuanya menunjuk kepada
makna السلم (al-salam) yaitu kesejahteraan, kedamaian
serta sifat tunduk patuh.[18] Dalam
Al-Qur'an akar kata أسلم(aslama) terdapat dalam QS
Al-Hujuraat : 14
قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا
وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ
وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada
mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu
belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia
tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang".
Pada ayat ini kata أَسْلَمْنَا berarti kami tunduk kepada peraturan
Allah ta'ala. Adapun dalam QS Al-Jin : 14, kata أَسْلَمْ bermakna
taat terhadap perintahNya :
وَأَنَّا
مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ
تَحَرَّوْا رَشَدًا
Dan sesungguhnya di antara kami
ada orang-orang yang ta`at dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran. Barangsiapa yang ta`at,maka
mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.
Sinonim dari kata tunduk dan taat adalah berserah diri, hal ini seperti
disebutkan dalam QS Az-Zumar :54
وَأَنِيبُوا
إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ
ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu
kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Selain itu masih banyak sekali ayat-ayat yang menggunakan lafadz aslama seperti
dalam QS Ash-Shafaat 103, An-Naml 44, Al-Haj 34, Al-An'am 14, Al-Maidah 44,
An-Nisaa 125, Ali Imran 83 dan 20 serta Al-Baqarah ayat 131 dan 112.[19]
Akar kata aslama juga terdapat dalam sebuah hadits yang
shahih dari riwayat Abdullah bin Amr bin Al-'Ash,Rasulullah bersabda :
لمسلم من سلم المسلمون من لسانه ويد
Seorang
muslim itu adalah seseorang yang kaum muslimin lainnya selamat dari ucapan
lidah dan gangguan tangannya.”[20]
Sedangkan pengertian Islam menurut
istilah adalah :
الإستسلام
لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك وأهله
Penyerahan diri kepada Allah ta'ala serta tunduk dengan
penuh ketaatan serta berlepas diri dari syirik dan para pelakunya."
Secara umum dapat dikatakan bahwa Islam adalah “Rangkaian ibadah kepada
Allah ta'ala dengan apa-apa yang disyariatkanNya, ia berlaku
sejak Nabi pertama di utus hingga hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam QS
Al-Baqarah ayat 128 :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُوا
عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ
إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau
dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau
dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.
Sedangkan Islam dalam arti khusus adalah agama yang diturunkan oleh Allah
ta’ala kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam bagi
seluruh umat manusia.[22] Pengertian
yang lebih komprehensif disebutkan oleh Mahmud Syalthut dalam Al-Islam,
Aqidah wa Syari'ah, ia mendefinisikan Islam dengan “Dienullah (Agama
Allah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam yang
berisi pokok pengajaran pada bidang ushul (dasar/pokok) maupun
syariat, dan Nabi diperintahkan untuk menyampaikan kepada seluruh manusia dan
menda'wahkannya.
Dari sini dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan
kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Mengenai hal ini M. Daud Ali
mengatakan “Hukum Islam adalah seperangkat tingkah laku yang mengatur tentang
hubungan seorang manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya
yang berasal dari Allah ta'ala”.[24] Adapun
Hasbi Ash-Shidieqy menyatakan bahwa hukum Islam adalah “Hukum-hukum yang
bersifat umum dan kulliyang dapat diterapkan dalam perkembangan
hukum Islam menurut kondisi dan situasi masyarakat dan masa.
4.
FIKIH
Selain istilah syariah dalam hukum Islam dikenal pula
istilah Fiqh Islam, yaitu serangkaian hukum Islam yang
bersifat furu’ (cabang) yang berkaitan dengan perbuatan hamba
yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh atau al-fiqhu الفقه secara
bahasa adalahالفهم (al-fahmu) yang berarti “memahami”. Dalam Lisaan
Al-Arab disebutkan :
العلم
بالشّيء والفهم له
Al-Fiqh adalah ilmu tentang sesuatu dan pemahaman
tentangnya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menggunakan istilah fiqh yang
bermakna pemahaman, diantaranya dalah firmanNya :
فَمَالِ
هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا
Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikit pun?
Dalam ayat yang lainnya disebutkan :
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةًۭ ۚ
فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍۢ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌۭ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى
ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.
Sementara di dalam hadits, Rasulullah bersabda :
مَنْ يُرِدِ
اللّٰهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقّهْهُ فِى الدّيْنِ
Barangsiapa
dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam
persoalan agama.
Sedangkan secara istilah fiqh adalah :
معرفة
الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية
Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Pengertian yang lebih
komprehensif mengenai fiqh adalah :
العلم
بالأحكام الشّرعيّة العمليّة المكتسب من أدلّتها التّفصيليّة
Ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama),
yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci. Dalil-dalil
yang tafsili yang dimaksud berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
Dari pengertian syari'ah dan fiqih yang telah dibahas sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa keduanya memiliki karakter masing-masing. Dilihat dari
sumbernya maka syariah bersumber dari Allah ta’ala yaitu berupa Al-Qur'an dan
Hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Sedangkan Fiqh
bersumber dari para ulama dan ahli Fiqh yang telah menggali hukum-hukum yang
berasal dari Al-Qur'an dan Hadist. Sementara dari segi obyeknya maka syariah
objeknya meliputi bukan saja batin manusia akan tetapi juga lahiriyah manusia
dengan Tuhannya (ibadah). Sedangkan Fiqih objeknya peraturan manusia yaitu
hubungan lahir antara manusia dengan manusia serta manusia dengan makhluk
lainnya. Perbedaan selanjutnya adalah mengenai sanksi ketika melanggarnya,
syariah sanksinya adalah pembalasan Allah ta’ala di akhirat, sedangkan Fiqih
Semua norma sanksinya bersifat sekunder yaitu negara sebagai pelaksana
sanksinya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Islam adalah aturan-aturan yang
datang dari Allah ta’ala melalui perantara para rasulNya yang berupa
hukum-hukum yang qath’i (syariah) dan juga yang bersifat dzanni yaitu fiqh.
Dengan kata lain hukum Islam adalah syariat Allah yang bersifat menyeluruh
berupa hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta
hukum-huukm yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan
metode ijtihad (fiqh).
Dasar-dasarilmufiqihituterbagimenjadi 2 yaitu:
1. Dasar-dasar
yang bersifatMuttafaq (disepakati)
Adapununtukdasar-dasarfiqih yang
bersifatmuttafaqdibagimenjadi 4, yaitu Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ danQiyas.
2. Dasar-dasar yang bersifatMukhtalaf
(berbeda-beda)
3. Adapununtukdasar-dasarfiqih
yang bersifatMukhtalafdibagimenjadi 6, yaitu Istihsan, MashalihulMursalah,
Istishab, ‘Urf, QoulusShohabiy dan Syar’u Man Qoblana.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
1. Dari paparan
diatas, dapat kita simpulkan bahwa Fiqh, Syariat, dan Hukum Islam, seyogyanya
adalah satu pengertian yang sama. Hanya ada sedikit perbedaan pada penerapan
dan pembagiannya. Ketiganya juga memiliki peran masing-masing dalam
penerapannya di kehidupan manusia.
2. Hukum Islam
sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yang diterapkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah serta
hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan
metode ijtihad (fiqh).
3. Syari’at
adalah seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara
beribadah kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah dengan sesama
manusia.
4. Fikih
merupakan elaborasi atau rincian terhadap syari’ah melalui kegiatan ijtihad,
yakni usaha yang sungguh-sungguh yang menggunakan segenap kemampuan yang
dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan suatu
kepastian hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an
maupun Hadits.
5. Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan diatur oleh seperangkat
ukuran tingkah laku yang disebut hukm, jamak: ahkam.Yakni, ukuran, tolak ukur, patokan atau
kaidah mengenai perbuatan dan benda.
2.
SARAN
1. Hendaknya
kita dapat membedakan secara tepat Hukum Islam, Syari’at dan Fikih.
2. Hendaknya
kita sebagai Mahasiswa dapat memahami Hukum Islam dengan baik dan
mengimplementasikannya untuk mengatur berbagai kehidupan manusia sehingga
tercapai kemaslahatan.
3. Dapat
mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh berdasarkan prinsip-prinsip yang
diajarkan Islam.
4. Diharapkan
dapat memahami ruang lingkup ajaran Islam, menggambarkan kerangka dasar ajaran
Islam dengan benar serta mempergunakan metode mempelajari Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Khairuddin.
“Hukum Islam, Syari’ah dan Fikih”.
Chintya. “Makalah Hukum
Islam”
10Maret
2016.
Academia.edu.
“ Makalah Studi HukumIslam Syari’at, Fiqh dan Hukum Islam”.
10Maret 2016. <http://www.academia.edu/9397526/Makalah_Studi_Hukum_Islam_Syariat_Fiqh_dan_Hukum_Islam>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar