Rabu, 02 Agustus 2017

MAKALAH "HUMAN TRAFFICKING DALAM KONTEKS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL"

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. LATAR BELAKANG

 

Berdasarkan sejarah, perdagangan atau perbudakan telah ada dan berkembang sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu yang dimulai dengan adanya penaklukan atas suatu kelompok oleh kelompok lainnya, kelompok yang paling kuat dan memiliki kekuasaan akan menguasai kelompok yang lemah. Kepemilikan kekuasaan ekonomi dan politik menjadikan sumber dan peluang untuk dapat berkembangnya perbudakan, sebagai akibat dari penaklukan yang dibayar dengan suatu pengabdian yang mutlak.
Dalam sejarah bangsa Indonesia perdagangan orang pernah ada melalui perbudakan dan penghambaan. Masa kerajaan kerajaan di Jawa, perdagangan orang, yaitu perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan yang sifatnya agung dan mulia. Kekuasaan raja tidak terbatas, hal ini tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lainnya adalah persembahan dari kerajaan lain dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat bawah yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga itu mempunyai ketertarikan dengan keluarga istana, sehingga dapat meningkatkan statusnya. Perempuan yang dijadikan selir berasal  dari daerah tertentu. Sampai sekarang daerah –daerah tersebut masih merupakan legenda.
Kini, perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian luas di Asia bahkan di seluruh dunia. Perdagangan orang terjadi tidak hanya menyangkut di dalam negara Indonesia saja yaitu perdagangan orang antarpulau, tetapi juga perdagangan orang di luar negara Indonesia dimana terjadi perdagangan orang ke negara negara lain. Maraknya issue perdagangan orang ini diawali dengan semakin meningkatnya pencari kerja baik laki laki maupun perempuan bahkan anak anak untuk bermigrasi ke luar daerah sampai keluar negeri guna mencari pekerjaan. Kurangnya pendidikan dan keterbatasan informasi yang dimiliki menyebabkan mereka rentan terjebak dalam perdagangan orang. Berbagai penyebab yang mendorong terjadi hal tersebut diatas, diantaranya yang paling dominan adalah faktor kemiskinan, ketidaktersediaan lapangan pekerjaan, perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri serta krisis ekonomi yang tidak berkesudahan.
Masyarakat Internasional telah lama menaruh perhatian terhadap permasalahan perdagangan orang ini. Perserikatan Bangsa - Bangsa, misalnya melalui konvensi tahun 1949 mengenai penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran oleh pihak lain, konvensi tahun 1979 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, konvensi tahun 1989 mengenai hak hak anak. Berbagai organisasi Internasional seperti IOM, ILO, UNICEF, dan UNESCO memberikan perhatian khusus pada masalah perdagangan anak, pekerja anak yang biasanya berada pada kondisi pekerjaan eksploitatif, seksual komersial.
Kebijakan hukum perlu dilakukan khususnya dalam penanggulangan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang agar hukum dapat berjalan   secara   efektif   dan   sesuai   dengan   harapan.   Menurut   Mochtar Kusumaatmadja hukum tanpa kekuasaan adalah angan angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman.
Seiring dengan hal itu maka adapun gagasan tentang pencegahan, pemberantasan dan penanganan perdagangan orang yang di buat oleh pemerintah Indonesia dalam menangani tindak pidana perdagangan orang yakni dengan diundangkannya Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak Anak. Diundangkannya   undang  undang   tersebut   diatas   melengkapi   konvensi Perserikatan Bangsa   - Bangsa (PBB) untuk menentang tindak pidana trans nasional yang terorganisir.

Dunia     memperingati tanggal 2 Desember sebagai Hari Penghapusan Perbudakan setiap tahunnya. Modernisasi tak lantas secara otomatis menjadikan perbudakan sebagai bagian dari sejarah manusia yang tinggal kenangan. Faktanya hingga kini perbudakan masih saja terjadi dalam berbagai bentuk.  Perbudakan  yang  mendorong  terjadinya perdagangan  orang  yang  merupakan  salah  satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Perdagangan orang adalah permasalahan internasional, yang mana hampir setiap negara di dunia  ini  mempunyai  catatan  kasus  perdagangan orang  yang  terjadi  di  negaranya.  
Miliaran  dolar telah   dihasilkan   dengan   mengorbankan   jutaan orang  korban  perdagangan  orang.  Anak  laki-laki dan  anak  perempuan  yang  mestinya  bersekolah dipaksa  untuk  menjadi  tentara,  melakukan  kerja paksa, atau dijual untuk kepentingan            seks. Demikian juga dengan perempuan-perempuan dan anak-anak perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan berbagai bentuk eksploitasi, seperti dipaksa untuk menjadi pekerja domestik, prostitusi ataupun kawin paksa. Sementara untuk laki-laki, seringkali terperangkap oleh hutang, kemudian menjadi budak di daerah pertambangan, perkebunan, atau bentuk kerja terburuk lainnya.
Perdagangan orang adalah bentuk kejahatan yang resikonya rendah namun besar perolehan keuntungannya. Sifat kejahatannya yang sangat sistematis dan mekanisme-mekanisme canggih yang digunakan berpadu dengan kenyataan masih banyaknya negara yang belum memiliki hukum ataupun peraturan perundang-undangan sebagai instrument untuk  memberantas    kejahatan    ini.
Walaupun begitu, kalaupun sudah ada penegakan hukumnya masih lemah, sehingga banyak terjadi kasus dimana pelaku kejahatan perdagangan orang dilepaskan dengan mudahnya sedangkan korbannya diperlakukan sebagai penjahat.
                   Persoalan perdagangan orang saat ini telah menjadi suatu keprihatinan bagi dunia internasional. Hal ini mengingat sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (dan untuk selanjutnya disingkat menjadi HAM) dianggap sebagai penyebab dan sekaligus akibat dari perdagangan orang. Pelanggaran HAM yang dimaksud seperti kerja paksa, eksploitasi seksual dan tenaga kerja, kekerasan, serta perlakuan sewenang-wenang terhadap para korbannya. Para pelaku perdagangan orang secara licik telah mengeksploitasi kemiskinan,  memanipulasi harapan dan kepolosan dari para korbannya dengan menggunakan ancaman, intimidasi dan kekerasan untuk membuat para korban menjalani perhambaan terpaksa, menjalani peonage,menjalani perhambaan karena hutang (debt bondage), dan perkawinan terpaksa atau palsu, terlibat dalam pelacuran terpaksa atau untuk bekerja dibawah kondisi yang sebanding dengan perbudakan untuk keuntungan bagi si pedagang. Korban tidak lagi diperlakukan seperti manusia, melainkan selayaknya budak yang dipaksa untuk memproduksi barang-barang murah ataupun memberikan layanan yang terus-menerus. Mereka hidup dalam ketakutan, dan banyak juga yang pada akhirnya menjadi korban kekerasan.
                   Keprihatinan berbasis HAM tersebut perlu juga menjadi keprihatinan yang inklusif-jender. Jender dianggap faktor penentu dalam perdagangan, baik dari segi persediaan maupun permintaan. Perempuan dan anak-anak perempuan jauh lebih mungkin menjadi korban perdagangan orang dibandingkan dengan laki-laki ataupun anak laki- laki. Terutama jika kita bicara soal perdagangan orang yang ditujukan untuk pelacuran dan bentuk lain dari eksploitasi seksual, dan juga dalam eksploitasi kerja domestik yang lebih mirip dengan praktek perbudakan di era modern. Perdagangan orang adalah penjelmaan serius dari proses feminisasi kemiskinan dan tantangan-tantangan yang lebih besar yang dihadapi para perempuan dan anak-anak perempuan di dunia yang dikarakterisasi oleh diskriminasi jender, baik didalam maupun diluar pasar lapangan kerja. Pokok masalah dari perdagangan perempuan dan anak perempuan adalah status inferior kaum perempuan, prasangka budaya yang sangat berurat-akar yang menghalang- halangi kaum perempuan dalam menyadai potensinya. Kesemua hal itu diperparah dengan kegagalan negara dalam menjamin hak-hak perempuan. Di negara-negara dari mana sejumlah besar perempuan dan anak perempuan diperdagangkan, orang menemukan sketsa serupa dari ketidakberdayaan perempuan.


Alasan keprihatinan lainnya adalah soal kerentanan korban perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak perempuan, terhadap HIV/AIDS. Para perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan dapat terekspos pada resiko yang lebih tinggi terhadap penularan HIV serta masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual lainnya dibandingkan dengan para pekerja seks komersial karena sifat dan situasi mereka yang terkurung serta terkendali serta kerentanan mereka terhadap perlakuan sewenang-wenang termasuk perkosaan secara keji. Disamping itu para perempuan dan anak-anak yang   diperdagangkan   sering   tidak memiliki akses ke pelayanan-pelayanan kesehatan dan pengobatan IMS dikarenakan kurangnya sumber daya keuangan, takut akan diketahui, pelayanan kesehatan yang tidak memadai, dan hal lainnya. Selain itu ancaman HIV/AIDS dapat juga digunakan untuk pendiskriminasian lebih lanjut terhadap para perempuan korban perdagangan. Para perempuan dan anak-anak perempuan yang diselamatkan dari perdagangan sering menjadi sasaran tes wajib HIV/AIDS pada saat mereka kembali ke negara mereka, sedangkan para laki-laki tidak diwajibkan untuk itu.
Situasi-situasi membahayakan itu, semakin diperparah dengan tidak memadainya ketentuan- ketentuan hukum serta intervensi kebijakan yang ada dari sebagian besar negara. Kurangnya perundang-undangan khusus yang tepat dan efektif mengenai perdagangan orang di tingkat nasional telah diidentifikasi sebagai salah satu halangan utama dalam memberantas perdagangan orang. Perundang-undangan yang ada dan penegakan hukum di sebagian besar negara selama ini tidak memadai untuk menghalangi perdagangan orang dan menyeret para pedagang ke hadapan hukum.

B. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:
1.    Apa pengertian Human Trafficking ?
2.    Bagaimana tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) dilihat dari bentuk - bentuk, faktor penyebab, dan akibatnya ?

3.    Bagaimana  pengaturan  hukum  internasional tentang  tindak  pidana  perdagangan  orang (Human Trafficking) ?
4.    Bagaimana tanggung jawab negara dalam upaya pemberantasan dan pencegahan perdagangan orang ?

C. Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian Human Trafficking;
2.    Untuk mengetahui seperti apa tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) dilihat dari bentuk - bentuk, faktor penyebab, dan akibatnya;
3.    Untuk mengetahui pengaturan  hukum  internasional tentang  tindak  pidana  perdagangan  orang (Human Trafficking);
4.    Untuk mengetahui tanggung jawab negara dalam upaya pemberantasan dan pencegahan perdagangan orang.

D. Manfaat
a.    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai bahan kepustakaan dan bahan referensi hukum bagi mereka yang berminat pada kajian-kajian ilmu hukum pidana internasional;
b.    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat bahwa perdagangan manusia di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat memprihatinkan dan harus segera mendapat penanganan yang serius.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN



A.   Pengertian Human Trafficking
Definisi human trafficking mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam hal ini yang dimaksud dengan human trafficking atau perdagangan manusia, yakni: “...the recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs.”, yang artinya:... perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau kecurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun menerima/memberi bayaran, atau manfaat untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian human trafficking, adalah sebagai berikut:
a.       Mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b.      Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c.       Trafficking mempunyai tujuan eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Di Indonesia pengertian human trafficking atau perdagangan manusia (perempuan dan anak) sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang menyatakan bahwa: “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku (trafficker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan – perempuan dan anak - dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya”.




B.   Bentuk Bentuk, Faktor Penyebab dan Akibat dari Tindak Pidana    Perdagangan Orang (Human Trafficking)

a)  Bentuk Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)
1)        Pekerja Migran
Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Menurut Everet S. Lee dalam Muhadjir Darwin bahwa keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah konsekuensi dari perbedaan dalam nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan factor penarik dari tempat tujuan.
2)        Pekerja Anak
Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut pertama kali terjadi.
3)        Kejahatan Protistusi
Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar kopulasi dan hubungan seksual.
4)        Perdagangan Anak Melalui Adopsi (Pengangkatan Anak)
Prosedur pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk melindungi hak hak anak yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan kejahatan seperti perdagangan anak. Ketidaktahuan prosedur ini menimbulkan persepsi dimasyarakat bahwa mengadopsi anak itu mudah, sehingga sering kali masyarakat   bertindak   di   luar   hukum,   maka   dapat   terjadi   tindak   pidana perdagangan anak.
5)        Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan
Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Salah satu modus operandi perdagangan orang yang lain adalah pengantin pesanan (mail border bride) yang merupakan pernikahan paksa dimana pernikahannya diatur orang tua. Perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan orang apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui penipuan,    penyesengsaraan,    penahanan    dokumen,    sehingga    tidak    dapat
melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi dengan keluarga.
6)         Implantasi Organ
Jakarta, Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan anak dan perempuan. Sepanjang 2003 2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui di adopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke sejumlah negara diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia, dan Prancis. Hal ini diungkap mantan ketua Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak dan Perempuan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Rachmat.

b)     Faktor  Penyebab  Terjadinya  Tindak  Pidana  Perdagangan  Orang  (Human Trafficking)
1)      Faktor Ekonomi
Permasalahan ini sering sekali menjadi pemicu utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar untuk menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga membutuhkan uang yang tidak sedikit pula, terlilit hutang yang sangat besar, dan motif - motif lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan manusia. Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tersebut.

2)      Faktor Ekologis
Penduduk Indonesia amat besar jumlahnya, yaitu 238 juta jiwa (sensus 2010), dan secara geografis, Indonesia terdiri atas 17.000 pulau dan 34 provinsi. Letak Indonesia amat strategis sebagai negara asal maupun transit dalam perdagangan orang, karena memiliki banyak pelabuhan udara dan pelabuhan kapal laut serta letaknya  berbatasan  dengan  negara  lain,  terutama  di  perbatasan  darat  seperti Kalimantan Barat dengan Sabah, Australia di bagian selatan, Timor Leste  di bagian timur, dan Irian Jaya dengan Papua Nugini.
Hal inilah yang menimbulkan terjadinya perpindahan penduduk ke berbagai daerah sehingga banyak orang beramai ramai pindah dari daerah asalnya dan ketika itulah mereka menjadi korban perdagangan orang yakni dengan banyaknya cara pelaku tindak pidana perdagangan orang mengelabui korbannya. Misalnya dengan memberikan pekerjaan yang tidak nyata, dijanjikan pekerjaan pembantu akan tetapi kenyataannya dijadikan pekerja seks komersial.
3)      Faktor Sosial Budaya
Secara geografis Indonesia terdiri atas beribu ribu pulau dan banyak provinsi. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, lebih dari 400 bahasa berbeda digunakan  di  Indonesia.  Keragaman  budaya  dimanifestasikan  dalam  banyak
macam suku bangsa, tradisi dan pola pemukiman yang kemudian menghasilkan keragaman gugus budaya dan sosial. Dalam masyarakat terdapat sedikit kesepakatan dan lebih banyak memancing timbulnya konflik konflik, diantaranya konflik kebudayaan. Tidak saja konflik kebudayaan yang dapat memunculkan kejahatan, tetapi juga disebabkan oleh faktor sosial, dimana ada perbedaan antara budaya dan sosial, maka hal ini dapat memunculkan terjadinya
konflik. Ketika terjadi konflik maka banyak penduduk akan melakukan transmigrasi dari daerahnya yang rawan konflik ke daerah yang lebih aman. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya korban perdagangan orang terutama kepada penduduk yang miskin tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia utuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi.
4)  Ketidakadaan Kesetaraan Gender
Dari banyak penelitian penelitian bahwa banyak perempuan yang menjadi korban, hal ini karena dalam masyarakat terjadi perkawinan usia muda yang dijadikan cara untuk keluar dari kemiskinan. Dalam keluarga anak perempuan seringkali menjadi beban ekonomi keluarga, sehingga dikawinkan pada usia muda. Mengawinkan anak dalam usia muda telah mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial, karena pertama, tingkat kegagalan pernikahan semacam  ini  sangat  tinggi,  sehingga  terjadi  perceraian  dan  rentan  terhadap
perdagangan orang.
5)  Faktor Penegak Hukum
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi faktor penegakan hukum adalah :
1)  Faktor hukumnya sendiri,
2)  Faktor penegak hukum,
3)  Faktor sarana atau fasilitas,
4)  Faktor masyarakat,
5)  Faktor kebudayaan.

c)    Akibat   Akibat  Yang  Ditimbulkan  dari  Bentuk   Bentuk  Tindak  Pidana Perdagangan Orang
Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan. Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi fisik, korban perdagangan manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban anak - anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat.

C.     Pengaturan Hukum Internasional Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR). UDHR memuat 30 pasal tentang hak-hak yang dimiliki setiap orang. UDHR tidak dirancang menjadi dokumen hukum yang mengikat negara-negara penandatangan, namun hanya pernyataan-pernyataan tentang prinsip perlakuan kepada setiap manusia. Oleh karena itu, UDHR tidak mempunyai kekuatan hukum yang mampu memaksa negara-negara untuk memenuhi pasal-pasal di dalamnya.
Pada perkembangannya prinsip-prinsip yang terkandung dalam UDHR dituangkan ke dalam dua konvensi yaitu Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rigths (ICCPR) dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Kedua konvensi ini diberlakukan pada tahun 1966.
Sejauh ini Pemerintah R.I. telah mengesahkan dalam bentuk ratifikasi/ratification sejumlah instrumen HAM internasional utama ke dalam sistem hukum Indonesia, yaitu: 

a.      Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan/ CEDAW (1984)
Sejarah mencatat bahwa Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW merupakan Bill of Rights for Women komprehensif yang pertama kali secara khusus mengakui hak asasi perempuan (HAP). Sebagai sebuah instrumen internasional HAM, CEDAW menjadi standar universal pertama yang mengatur mengenai HAP. Pondasi utama yang diberikan CEDAW dalam perkembangan HAM adalah lahirnya definisi yang jelas tentang diskriminasi terhadap perempuan (discrimination against women) dan persamaan (equality). CEDAW mengatur cakupan HAP dan kewajiban negara untuk menjamin pemenuhan HAP. CEDAW memuat 12 area HAP.

b.      Konvensi Hak-Hak Anak/CRC (1990)
Dalam konteks HAM, hak asasi anak atau hak anak mulai diatur dengan lahirnya Konvensi Hak Anak atau Covenant on the Rights of Children (CRC) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun 1989. Perlunya pengaturan tentang hak anak (selain HAM) didasarkan oleh pemahaman bahwa anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang khusus yang berhubungan dengan situasinya sebagai subjek yang rentan, tergantung dan berkembang.

c.      Konvensi Anti Penyiksaan/CAT (1998)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat membahas satu hak tunggal yang tercantum dalam DUHAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Instrumen tersendiri lainnya membahas dasar diskriminasi (seperti gender,ras) atau kelompok rentan yang didefinisikan secara khusus (anak, pekerja migran dan lain-lain). Indonesia telah mengesahkan Konvensi tersebut walaupun tidak mengesahkan Protokol Opsionalnya.

d.      Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial/ICERD (1999)
ICERD merupakan sebuah konvensi internasional yang membahas mengenai penghapusan dengan segera segala bentuk diskriminasi rasial dan mulai berlaku efektif sejak tanggal 4 Januari 1949. Prinsip dasar ICERD adalah persamaan, dengan kata lain setiap orang lahir dengan derajat yang sama. Pelaksanaan ICERD ini harus dijamin oleh setiap negara yang meratifikasinya melalui hukum dan peraturan yang dibuat berkenaan dengan implementasi di negaranya. ICERD terinspirasi oleh beberapa konvensi pendahulu seperti konvensi anti diskriminasi pada buruh (1958) dan konvensi anti diskriminasi dalam pendidikan (1960). Sehingga ICERD ini lebih lebih seperti gabungan dari konvensi-konvensi tersebut dengan cakupan yang lebih menyeluruh dan kompleks.

e.         Kovenan Hak-Hak Sipil-Politik/ICCPR (2005)
ICCPR merupakan perjanjian internasional yang teksnya dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1966. ICCPR mulai berlaku tahun 1976 setelah 35 negara meratifikasi. Perlu dicatat, ICCPR hanya berlaku bagi negara-negara yang telah meratifikasi.Substansi yang diatur dalam ICCPR intinya adalah penghormatan atas HAM yang terkait dengan hak – hak sipil dan politik dan mewajibkan kepada negara peserta untuk mentransformasikan ke dalam hukum nasional.

f.          Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya/ICESCR (2005)
        ICESCR adalah salah satu konvensi internasional mengenai hak ekonomi,sosial dan budaya yang ditetapkan oleh resolusi majelis umum no 2200 A pada 16 Desember 1966.Manusia berhak mendapatkan hak asasinya dalam bidang ini asalkan tidak merampas dan mengganggu hak-hak orang lain.Seperti yang dikatakan Rights Based Theory,semua orang mempunyai hak yang melekat pada dirinya dan harus dihormati oleh negara[1]. Secara legal formal pun,melalui konvensi ini,negara harus menjamin pelaksanaan hak-hak ini tanpa diskriminasi dan mengambil segala langkah,baik individual maupun kerjasama dengan lembaga atau negara lain,untuk membantu mewujudkan pelaksanaan hak ekonomi,sosial dan budaya seperti yang tertulis di pasal 2 ayat 1 hingga 3[2].

Serta terdapat 4 perjanjian internasional pendahulu yaitu :
1)        Persetujuan Internasional tanggal 18 Mei 1904 untuk penghapusan perdagangan budak kulit putih (International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic). Dokumen ini diamandemen dengan protokol PBB pada tanggal 3 Desember 1948.
2)    Konvensi Internasinal tanggal 4 Mei 1910 untuk penghapusan perdagangan budak kulit putih (International Convention for the Suppression of White Slave Traffic), diamandemen dengan protokol tersebut di atas.
3)      Konvensi Internasional tanggal 30 September 1921 untuk penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Convention of on the Suppression of Traffic in Women and Children), diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947.
4)       Konvensi Internasional tanggal 22 Oktober 1933 untuk penghapusan perdagangan perempuan dewasa (International Convention of the Suppression of the Traffic in Women of Full Age), diamandemen dengan protokol PBB tersebut di atas.
Adapun larangan human trafficking secara internasional telah banyak instrumen yang mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah human trafficking. Instrumen instrumen yang dimaksud yaitu antara lain :
1)   Universal Declaratin of Human Rights ;
2)  International Covenant on Civil and Political Rights;
3)  International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights;
4)  Convention on the Rights of the Child and its Relevant Optional Protocol; 5)Convention   Concerning   the   Prohibiton   and   Immediate   Action   for   the Elimination of the Worst Forums of Child Labour ( ILO No. 182 );
6) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women; 7)United Nations protokol to Suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Against Transnational Organized Crime;
8)SARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitusion.

D.     TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN HUMAN TRAFFICKING
                 Negara sebagai institusi yang memiliki legitimasi dan perangkat-perangkat yang  memungkinkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip HAM yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights (dan untuk selanjutnya disingkat Deklarasi HAM Internasional) dan memikul tanggungjawab terbesar untuk melaksanakan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM. Tanggungjawab ini pada dasarnya ada  karena negara dibentuk justru  untuk  menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip HAM. Dan instrumen-instrumen HAM yang dibentuk setelahnya, menegaskan bahwa penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara. Berkaitan dengan hal tersebut, menjadi tanggungjawab negara pula jaminan atas penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip-prinsip HAM. Apabila negara membiarkan ketiadaan penegakan hukum atau bahkan menjadi bagian dari pelanggaran HAM tersebut maka negara telah melakukan tindakan yang dikatakan sebagai impunitas (impunity).
Tanggungjawab negara berkaitan dengan HAM adalah menghormati, melindungi dan memenuhi (to respect, to protect, to fulfill) HAM. Tanggungjawab untuk menghormati HAM adalah tanggungjawab negara untuk tidak bertindak atau mengambil kebijakan yang bertentangan dengan HAM. Tanggungjawab untuk  melindungi HAM adalah tanggungjawab untuk mencegah, menghentikan dan menghukum setiap terjadinya pelanggaran HAM.  Sedangkan tanggungjawab untuk memenuhi HAM adalah kewajiban negara untuk melaksanakan, memberikan menjamin pelaksanaan setiap hak-hak asasi melalui tindakan dan kebijakan-kebijakannya. Dengan demikian sebuah kewajiban bagi negara untuk mencegah terus terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagai bentuk dari pelanggaran  HAM, sebagaimana juga penting bagi negara untuk menghukum atas terjadinya pelanggaran HAM dalam tindak pidana perdagangan orang serta memberikan perlindungan kepada orang-orang yang diperdagangkan.
Mengingat bahwa negaralah yang bertugas melaksanakan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM serta agar prinsip-prinsip dalam DUHAM yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum, maka perlu dibentuk suatu perjanjian internasional tentang HAM. Khusus untuk perdagangan orang, masyarakat internasional telah memiliki Protokol PBB untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak (United Nations Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) yang dirumuskan pada tahun 2000 atau dikenal juga sebagai Protokol Palermo. Protokol ini sifatnya melengkapi the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).
Protokol Palermo ini mulai berlaku sejak tanggal 25 Desember 2003 dan dirancang untuk memperkokoh dan meningkatkan kerjasama internasional guna mencegah dan memerangi perdagangan orang. Selain itu, Protokol ini juga dipromosikan untuk memperbaiki perlindungan dan bantuan bagi para korban.
Ada empat unsur kunci pada Protokol yang memperkuat tanggapan internasional terhadap perdagangan orang. Pertama, menetapkan suatu definisi mengenai “perdagangan orang” yang jelas berhubungan dengan eksploitasi, kerja paksa, perbudakan dan perhambaan yang menekankan kerentanan tertentu dari perempuan dan anak. Seorang anak didefinisikan sebagai setiap orang yang belum berusia 18 tahun. Kedua, menawarkan alat bagi penegakan hukum, pengawasan perbatasan, dan pengadilan dengan mewajibkan negara-negara untuk melakukan tindakan: mengkriminalkan perdagangan orang; mendukung kewajiban negara untuk menyelidiki, mengusut dan menghukum pelaku kejahatan perdagangan orang; dan memperkuat pengawasan perbatasan dan penerbitan dokumen-dokumen perjalanan dan kontrol kualitas. Ketiga, memperluas cakupan perlindungan dan dukungan dari negara bagi para korban dan para saksi dengan melakukan tindakan sebagai berikut: menjamin privasi dan keamanan; memberikan informasi dan tata cara hukum; memberikan pelayanan bagi pemulihan fisik dan psikologis; mengambil langkah-langkah guna menghindari deportasi yang segera; menjamin pemulangan korban secara aman; dan mengakui persyaratan-persyaratan khusus bagi korban anak. Keempat, menegaskan strategi-strategi pencegahan termasuk pemberian informasi dan pendidikan bagi para korban, petugas penegak hukum, petugas pemerintah lainnya dan masyarakat umum melalui riset bersasaran dan kampanye informasi antara lain strategi-strategi pencegahan.
Dalam menerapkan suatu kerangka HAM, ada sejumlah prinsip penting yang perlu diperhatikan, diantaranya bahwa HAM adalah bersifat universal, tidak dapat dibagi, tidak dapat dicabut, dan saling tergantung karena  semua  hak sama  pentingnya. Pelanggaran HAM adalah penyebab sekaligus akibat dari perdagangan orang. Jadi adalah penting untuk meletakkan perlindungan terhadap semua HAM pada inti dari langkah-langkah apapun yang diambil untuk mencegah dan mengakhiri perdagangan orang. Langkah-langkah anti- perdagangan tidak boleh memberikan efek yang merugikan terhadap HAM dan harga diri seseorang, dan terutama, hak-hak dari mereka yang telah diperdagangkan, dan juga para migran. Sebuah kerangka respon komprehensif harus mencakup Pencegahan perdagangan orang,  perlindungan atas orang-orang yang diperdagangkan, dan penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan orang.
Rekomendasi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan Perdagangan Orang menegaskan bahwa strategi- strategi yang ditujukan terhadap pencegahan perdagangan orang harus memusatkan perhatian pada permintaan sebagai penyebab utama perdagangan orang. Selain itu, Negara-negara serta organisasi-organisasi antar-pemerintah harus menjamin bahwa intervensi mereka memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap perdagangan orang, termasuk ketidakadilan, kemiskinan dan semua bentuk diskriminasi.
Di sisi lain, hal tersebut di atas harus didukung dengan perundang-undangan yang mampu melindungi, mempromosikan dan memberikan pengaruh praktis pada hak-hak orang yang diperdagangkan. Kebutuhan akan penyelarasan legislatif juga harus dicermati. Hal ini mengingat bahwa sering kali adanya ketidak selarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya. Kurangnya penyelarasan legislatif telah diidentifikasikan sebagai halangan utama dalam penuntutan hukum dan upaya perlindungan yang efektif, menghalangi upaya apapun  dalam kerjasama lintas-perbatasan  antara  pihak berwenang nasional masing-masing di negara asal, transit dan tujuan. Namun penyelarasan yang demikian tidak boleh terbatas semata-mata pada penafsiran atas hukum yang ada, tetapi harus dilakukan dalam rangka standar-standar HAM internasional dan regional.
Salah satu hambatan dalam hal pemberantasan dan pencegahan perdagangan orang adalah kurangnya perundang-undangan yang khusus dan/atau yang memadai tentang perdagangan orang di tingkat nasional yang dianggap sebagai salah  satu hambatan penting dalam perang menentang perdagangan orang. Ada kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan definisi hukum, prosedur dan kerjasama pada tingkat nasional dan regional sesuai dengan standar internasional. Pembentukan suatu kerangka hukum yang tepat, dan konsisten dengan perangkat dan standar internasional yang relevan akan sangat berguna dalam pencegahan perdagangan orang dan eksploitasi terkait. Negara wajib mempertimbangkan untuk menggunakan perundang-undangan nasional yang sesuai dengan standar       internasional       sehingga       kejahatan perdagangan orang terumuskan secara tepat di dalam hukum nasional dan pedoman terperinci diberikan mengenai berbagai elemennya yang dapat dikenakan pidana.
Semua praktek-praktek yang tercakup dalam perumusan tentang perdagangan orang, seperti perhambaan karena hutang, kerja paksa dan pelacuran terpaksa, juga harus dijadikan tindak pidana. Perundang-undangan juga  harus  secara tepat diberlakukan, dimana pidana untuk badan- badan hukum atas kejahatan perdagangan orang disamping pertanggungjawaban perseorangan. Juga penting untuk mengkaji undang-undang, pengawasan dan usaha-usaha yang mungkin berfungsi sebagai kedok untuk perdagangan orang seperti misalnya biro jodoh, perusahaan jasa tenaga kerja, perusahaan jasa perjalanan, hotel dan pelayanan pengantar.












BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

a)      Saat ini bentuk bentuk dari tindak pidana perdagangan orang banyak mengalami perkembangan yang sangat signifikan, dimana bentuk dari perdagangan orang yang paling mengerikan yakni implantasi organ, dimana organ tubuh seseorang diambil untuk diperjualbelikan di pasar internasional seperti ke daerah Malaysia, Belanda, Swedia, Prancis dan lain sebagainya. Hal ini merupakan perbuatan yang sangat tidak manusiawi lagi apabila dilihat masa sekarang yang sudah menjunjung tinggi hak asasi manusia. Begitu juga dengan banyaknya faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan faktor utama dari tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku) adalah faktor ekonomi. Faktor inilah yang paling banyak dialami yakni dari kesaksian para korban tindak pidana perdagangan orang yang mengatakan faktor keuanganganlah yang menyebabkan mereka akhirnya terjerumus  kedalam  tindak  pidana  perdagangan  orang.  Serta  adanya dampak atau akibat dari perdagangan orang terhadap korban sangat kompleks, yakni para korban banyak sekali yang mengalami traumatis merenggut perasaan kendali diri individu yang sering mengarah kepada perasaan tidak nyaman dan kurang aman yang menyeluruh dan mendalam, serta korban telah secara paksa dipisahkan dari sistem lingkungan dan kekerabatan mereka sehingga wilayah keselamatan serta keamanan mereka telah dilanggar. Mereka mungkin juga telah diancam oleh pelaku agar tidak menceritakan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan mereka sulit untuk mempercayai orang lain dan berbicara mengenai pengalaman mereka.
b)      Di Indonesia, perdagangan orang telah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Namun, karena tiadanya undang-undang yang komprehensif dengan hukum penegakan dan ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat pemerintah serta kesadaran masyarakat, kejahatan ini terus menjadi persoalan dan tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat. perdagangan orang di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat penting untuk di bahas, mengingat bahwa banyak warga Indonesia yang menjadi objek dari perdagangan orang itu sendiri sehingga perlu adanya upaya terpadu dari semua pihak, terutama pihak pemerintah.
c)      Pemerintah R.I. telah mengesahkan dalam bentuk ratifikasi / ratification sejumlah instrumen HAM internasional utama ke dalam sistem hukum Indonesia misalnya CEDAW, CRC, CAT, ICERD, ICCPR, ICESCR.
d)     Saat ini, masyarakat internasional telah memiliki Protokol PBB untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak- anak (United Nations Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) tahun 2000 atau dikenal juga sebagai Protokol Palermo. Protokol ini sifatnya melengkapi the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).

B.   SARAN

a)      Sebaiknya seluruh Pemerintah Daerah baik itu di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia membuat peraturan daerah (Perda) tentang penanganan dari tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan nilai nilai budaya yang ada di dalam masyarakat tersebut, sehingga korban korban yang ada di setiap daerah dapat terlindungi dan dapat kembali ke kehidupan masyarakat sekitarnya dan kepada pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat terus mengikuti perkembangan yang ada didalam masyarakat mengenai perdagangan orang baik itu hal hal yang belum terjangkau oleh undang undang yang berlaku dengan melakukan perubahan – perubahan terhadap undang – undang yang ada.
b)      Dalam melakukan peningkatan kapasitas di kalangan penegak hukum dan pelaksana kebijakan, Pemerintah perlu  untuk memasukkan muatan pemahaman akan HAM dan   prinsip-prinsipnya.   Sehingga   nilai-nilai HAM bisa terintegrasi di dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pelaksana kebijakan lainnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.
c)      Menjalin kerjasama dengan negara transit dan negara penerima/tujuan untuk menghormati hak-hak buruh migran dan tidak memperlakukan mereka yang passportnya hilang/ditahan majikan sebagai imigran gelap. Termasuk memberi kesempatan kepada buruh migran untuk tetap berada di negara penerima dan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
d)     Memperkuat jaringan non- pemerintah anti perdagangan orang secara nasional maupun internasional agar perlindungan perempuan dari perdagangan orang sesuai dengan standar HAM.
e)      Memperkuat pendokumentasian (database) tentang tindak pidana perdagangan perempuan dan anak dari berbagai pihak sebagai bahan advokasi kebijakan pemerintah dan bahan kampanye pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

DAFTAR PUSTAKA












Tidak ada komentar:

Posting Komentar