Sabtu, 05 Desember 2020

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

 

1. Seorang pedagang bensin eceran ternyata terbukti telah mencampur bensin yang dijualnya dengan minyak tanah. Hal ini telah dia lakukan selama bertahun-tahun. Kejadian ini baru diketahui setelah salah seorang pembeli bensin langganannya mengeluh karena motornya sering mengalami kerusakan atau tersendat pada saat dijalankan. Dia curiga kalau hal ini disebabkan oleh kualitas bensin yang selama ini dia beli. Untuk itu, secara diam-diam dia  mengikuti dan mengamati gerak gerik si pedagang bensin tersebut mulai dari membeli di Pom Bensin hingga ke tempat biasa dia berdagang dan dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau bensin tersebut kemudian dicampur dengan minyak tanah.

Pertanyaannya:

a. Menurut Anda, pedagang bensin tersebut telah melanggar pasal berapa saja dalam UUPK? Jelaskan!

Tindakan pengoplosan bensin tersebut tidak hanya melanggar Pasal 7 huruf a tentang beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya, tetapi juga melanggar pasal lain, yaitu Pasal 4 huruf a, b, c UUPK tentang hak konsumen, dan Pasal 7 huruf b dan d UUPK tentang kewajiban pelaku usaha. Tindakan pengoplosan sebagaimana telah diatur dalam UUPK dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. UUPK sendiri telah mengatur perbuatan yang dilarang ini pada Pasal 8 sampai dengan Pasal 17, dimana tindakan pengoplosan telah melanggar beberapa ketentuan, antara lain:

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan.

b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang cacat atau tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lenkap dan benar.

c. Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi standar mutu tertentu, barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru ataupun barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.

Sebagai akibatnya, UUPK memberikan sanksi berupa sanksi pidana. Sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pada Pasal 8 UUPK terkait pelarangan pelaku usaha untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dari ketentuan perundang-undangan,maka menurut Pasal 62 UUPK, pelaku usaha yang melanggar Pasal 8 UUPK dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), serta dapat juga dijatuhkan pidana tambahan sebagaimana pada Pasal 63 diatur pidana tambahan yang dapat berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, penarikan barang dari peredaran oleh pelaku usaha, atau pencabutan izin usaha.

 

b. Jika Anda merupakan konsumen dari pedagang bensin tersebut tindakan apa yang akan Anda lakukan? 

Mengajukan penggantian atas kerugian yang dialami, karena hal ini merupakan hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUPK, dan menjadi kewajiban bagi pelaku usaha untuk mengembalikan uang konsumen sebagai bentuk ganti rugi, ataupun mengganti barang yang telah dibelioleh konsumen dengan barang yang selayaknya atau seharusnya diperoleh konsumen.  Dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib karena jika dibiarkan akan semakin banyak konsumen yang menjadi korban dan menderita kerugian, pun hal ini akan memberikan efek jera kepada pedagang curang tersebut dan dapat menjadi pelajaran untuk pedagang curang lainnya.

HUKUM TATA NEGARA

 

1. Jelaskan asas-asas kewarganegaraan seseorang yang berlaku di dunia!

     Secara umum asas kewarganegaraan dibagi menjadi dua macam, yakni asas ius sanguinis dan asas ius soli. 

a.    Asas Ius Sanguinis (Asas Keturunan)

Asas kewarganegaraan suatu negara yang ditetapkan menurut keturunan darah orang tuanya disebut asas ius sanguinis atau asas keturunan. Artinya kewarganegaraan seorang anak mengikuti kewarganegaraan orang tuanya, tanpa memperhatikan dimana anak itu lahir.

Contohnya : Seorang anak dilahirkan di negara Australia, sedangkan kewarganegaraan orang tuanya adalah Indonesia. Maka anak tersebut berkewarganegaraan Indonesia, meski lahir di Australia.

Negara yang menerapkan asas sanguinis antara lain adalah Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Italia, Portugal, Spanyol, Polandia, Belgia, Korea Selatan dan lain-lain.

b.   Asas Ius Soli (Asas Kedaerahan)

Asas kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran disebut juga dengan istilah asas ius soli atau asas kedaerahan. Artinya kewarganegaraan seorang anak tergantung tempat ia dilahirkan dan tidak memperhatikan kewarganegaraan kedua orang tuanya.

Contohnya : Seorang anak dilahirkan di negara Australia, sedangkan kewarganegaraan orang tuanya adalah Indonesia. Maka anak tersebut berkewarganegaraan Australia, meski orang tuanya Indonesia.

Negara yang menerapkan asas sanguinis antara lain adalah Amerika Serikat, Brasil, Kolombia, Panama, Argentina, Kosta Rika, Pakistan, Guatemala, Kanada dan lain-lain.

 

1.   Asas apakah yang berlaku dalam penetapan kewarganegaraan yang dianut di Indonesia ?

Secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas, hal ini tercantum dalam Pasal 4 UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia huruf I sampai k dan kewarganegaraan ganda terbatas huruf l.

 

 

2.   Bagaimana status ganda kewarganegaraan seseorang ?

Kewarganegaraan Ganda merupakan kondisi dimana seseorang memiliki status kewarganegaraan yang sah secara hukum di dua negara atau lebih. Hal ini dapat terjadi karena setiap negara memiliki syarat dan kriteria yang berbeda-beda dalam menetapkan kewarganegaraan. Saat ini, Indonesia menerapkan sistem Kewarganegaraan Ganda Terbatas, dimana seseorang dapat memiliki kewarganegaraan ganda sampai menginjak umur 18 tahun. Ketika ia telah berumur 18, ia harus melepas salah satu status kewarganegaraan.    Hal mengenai kewarganegaraan telah diatur pada UU No. 12 tahun 2006, dimana disebutkan bahwa bagi anak yang dilahirkan pada dan setelah 1 Agustus 2006 dari pasangan WNI atau salah satu orang tuanya adalah WNI maka dapat mengajukan kewarganegaraan ganda terbatas.

HUKUM TATA NEGARA

 

1.   Sumber Hukum Tata Negara baik Materil maupun Formil

Sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum, dan sumber materiil HTN Indonesia adalah Pancasila. Sebagai falsafah dasar negara (philosofische grondslag) dan cita-cita hukum (rechtsidee) maka Pancasila merupakan sumber hukum material dari HTN Indonesia yang harus menjiwai dan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya, ketika bentuknya menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati. Sumber hukum formil HTN Indonesia, terdiri dari: UUD 1945 (Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya) dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur/memuat ketentuanketentuan ketatanegaraan, Konvensi Ketatanegaraan, dan Traktat (perjanjian internasional).

 

2.   Bentuk dan Hierarki peraturan Perundang-undangan sesuai dengan undang-undang Nomor 12 Tahun 2011

a.   Undang-Undang Dasar NRI 1945

UUD 1945 adalah hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 merupakan peraturan tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.

b.   Ketetapan MPR

Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR meliputi Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR yang masih berlaku.

c.   Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

UU adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

d.   Peraturan Pemerintah

PP adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. PP berfungsi untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

e.   Peraturan Presiden

Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam.

f.    Peraturan Daerah Provinsi

Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

g.   Peraturan Daerah Kabupaten /Kota

Perda Kabupaten atau Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.

3.   Periodesasi perkembangan UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

a.   18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949, masa itu berlaku UUD 1945.

Pada masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia belum memiliki Konstitusi/UUD. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945, sebab pada saat itu MPR belum terbentuk.Lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945 (Sebelum amandemen) adalah MPR, Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA.

b.   27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950, masa itu berlaku Konstitusi RIS 1949.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat, mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD RIS. Rancangan UUD RIS tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada KMB. Lembaga-lembaga negara menurut kontitusi RIS adalah Presiden, Menteri-menteri, Senat, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan.

c.   17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959, masa itu berlaku UUDS 1950.

Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950, adalah : Presiden dan wakil presiden, Menteri-menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan.

d.   5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999, masa itu berlaku kembali UUD 1945

Konstitusi yang pernah berlaku pada masa Orde Baru memiliki semboyan yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial, ternyata masih banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/Pemerintah.

e.   19 Oktober sampai Sekarang, masa ini berlaku UUD 1945 (Hasil amandemen).

Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD sudah mengalami 4 tahap perubahan yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui 4 tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

 

 

 

 

Referensi:

1.   Pengertian Umum dan Sumber Hukum Tata Negara Dr. Fatmawati, S.H., M.H.

2.   Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Sony Maulana Sikumbang, S.H., M.H., Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H., M. Yahdi Salampessy, S.H, M.H.

3.   Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Hingga Era Reformasi Kus Edy Sartono.

 

 

 

 

 

HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN

 

1.   Jelaskan pengaruh kerusakan lapisan ozon terhadap manusia dan lingkungan?

a.    Menyebabkan pemanasan global dimana suhu Bumi mengalmai kenaikan yang begitu pesat. Suhu bumi yang pada mulanya normal akan terasa panas;

b.    Menyebabkan kanker kulit, katarak karena tingginya radiasi UV-8;

c.     Melemahkan system imunitas tubuh;

d.    Merusak hasil pertanian;

e.    Penurunan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan vitamin D di kulit;

f.      Kehidupan darat, tumbuhan yang terhambat akibat peningkatan UV-8 yang menggangu rantai makanan Mengganggu ekosistem, mengubah alur pertukaran karbon dioksida antara atmosfer dan biosfer;

g.    Biota laut rusak akibat peningkatan besar UV-8 menyebabkan rantai makanan biota laut meningkat. Hal ini tentu sangat mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem laut;

h.    Kerusakan material akibat paparan UV-8 yang merusak bahan alami maupun sintesis.

i.      Mencairnya es di kutub- kutub Bumi;

j.      Naiknya permukaan air laut, es yang jumlahnya sangat banyak tersebut mencair, maka hal pertama dapat dirasakan oelh manusia adalah meningginya permukaan air laut. Es yang mencair berarti menjadi air dan siap menambah volume perairan di Bumi. Akibatnya permukaan laut menjadi lebih tinggi dan banyak pulau- pulau dengan ukuran kecil menjadi tenggelam.

 

2.   Jelaskan 3 aspek dalam pembangunan yang keberlanjutan yang perlu dipadukan?

Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga aspek yang saling berkesinambungan, diantaranya:

1.      Pertumbuhan ekonomi, yakni menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan merestrukturisasi sistem produktif untuk menghemat sumber daya dan energi.

2.      Keberlanjutan sosial, yakni menjamin keadilan sosial dalam distribusi kekayaan dan pelayanan sosial.

3.      Keberlanjutan lingkungan, yakni dengan menjaga lingkungan tempat tinggal agar nyaman dan aman melalui zero emission.

Keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan tidak hanya di bergantung pada sektor ekonomi melainkan perlu adanya campur tangan dari pemegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah, guna mengimplementasinya pembangunan berkelanjutan sehingga tercapai pemerataan kesejahteraan. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan berorientasi pada pengembangan Kota Hijau yang memiliki kualitas hidup baik dan kondisi lingkungan yang kondusif.

       Konsep pembangunan berkelanjutan dirumuskan untuk mencegah atau mengurangi dampak pemekaran kota yang tidak terstruktur (urban sprawl) sehingga kota menjadi tidak efisien dan efektif dalam melayani kehidupan di dalamnya.

HUKUM LINGKUNGAN

 

1.   Jelaskan pengaruh kerusakan lapisan ozon terhadap manusia dan lingkungan?

a.    Menyebabkan pemanasan global dimana suhu Bumi mengalmai kenaikan yang begitu pesat. Suhu bumi yang pada mulanya normal akan terasa panas;

b.    Menyebabkan kanker kulit, katarak karena tingginya radiasi UV-8;

c.     Melemahkan system imunitas tubuh;

d.    Merusak hasil pertanian;

e.    Penurunan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan vitamin D di kulit;

f.      Kehidupan darat, tumbuhan yang terhambat akibat peningkatan UV-8 yang menggangu rantai makanan Mengganggu ekosistem, mengubah alur pertukaran karbon dioksida antara atmosfer dan biosfer;

g.    Biota laut rusak akibat peningkatan besar UV-8 menyebabkan rantai makanan biota laut meningkat. Hal ini tentu sangat mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem laut;

h.    Kerusakan material akibat paparan UV-8 yang merusak bahan alami maupun sintesis.

i.      Mencairnya es di kutub- kutub Bumi;

j.      Naiknya permukaan air laut, es yang jumlahnya sangat banyak tersebut mencair, maka hal pertama dapat dirasakan oelh manusia adalah meningginya permukaan air laut. Es yang mencair berarti menjadi air dan siap menambah volume perairan di Bumi. Akibatnya permukaan laut menjadi lebih tinggi dan banyak pulau- pulau dengan ukuran kecil menjadi tenggelam.

 

2.   Jelaskan 3 aspek dalam pembangunan yang keberlanjutan yang perlu dipadukan?

Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga aspek yang saling berkesinambungan, diantaranya:

1.      Pertumbuhan ekonomi, yakni menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan merestrukturisasi sistem produktif untuk menghemat sumber daya dan energi.

2.      Keberlanjutan sosial, yakni menjamin keadilan sosial dalam distribusi kekayaan dan pelayanan sosial.

3.      Keberlanjutan lingkungan, yakni dengan menjaga lingkungan tempat tinggal agar nyaman dan aman melalui zero emission.

Keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan tidak hanya di bergantung pada sektor ekonomi melainkan perlu adanya campur tangan dari pemegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah, guna mengimplementasinya pembangunan berkelanjutan sehingga tercapai pemerataan kesejahteraan. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan berorientasi pada pengembangan Kota Hijau yang memiliki kualitas hidup baik dan kondisi lingkungan yang kondusif.

       Konsep pembangunan berkelanjutan dirumuskan untuk mencegah atau mengurangi dampak pemekaran kota yang tidak terstruktur (urban sprawl) sehingga kota menjadi tidak efisien dan efektif dalam melayani kehidupan di dalamnya.

HUKUM KETENAGAKERJAAN

1. Coba anda uraikan sejarah hukum ketenagakerjaan sebelum proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945

Sejarah hukum ketenagakerjaan sebelum Proklamasi 17 Agustur 1945 dibagi dalam beberapa periode yaitu

a.    Masa Perbudakan

Zaman perbudakan adalah zaman dimana orang melakukan pekerjaan di bawah peimpinan orang lain. Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh tuannya. Yang dipunyai hanya kewajiban bekerja dan mengikuti perintah dan petunjuk tuannya. Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada peraturan dari pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak menjadi kewajiban pemiliknya. Baru pada Tahun 1817 Pemerintah Hindia Belanda mengatur mengenai perbudakan, namun peraturan tersebut belum dapat merubah nasib para budak.

b.    Masa Penjajahan Hindia Belanda (Zaman Rodi)

Mula-mula bentuknya adalah melakukan pekerjaan secara bersama-sama antara budak-budak atau anggota masyarakat desa. Namun karena berbagai alasan dan keadaan, kerja bersama tersebut berubah menjadi kerja paksa untuk kepentingan seseorang dengan menerima upah. Kemudian kepentingan tersebut beralih lagi yakni untuk Gubernemen. Pekerjaan yang dilakukan para budak tersebut merupakan kerja paksa atau rodi. Misalnya, pekerjaan untuk mendirikan benteng, pabrik gula, jalan raya (Anyer sampai Panarukan yang biasa disebut jalan Daendels).

Guna melakukan kepentingan tersebut banyak pekerja yang mati. Pada Tahun 1813 Raffles berusaha menghapuskan rodi namun usahanya menemui kegagalan. Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands, kerja rodi bahkan makin diperhebat dan digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni : a. Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda tanpa bayaran. b. Rodi perorangan, yang bekerja pada pembesar-pembesar Belanda / Raja-raja di Indonesia. c. Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa Proses hapusnya rodi ini memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938 rodi baru dapat dihapuskan.

c.     Masa Penjajahan Jepang (Zaman Romusa)

Pada masa pendudukan Jepang mulai tanggal 12 Maret 1942, pemerintah militer Jepang membagi menjadi tiga daerah yaitu Jawa, Madura dan Sumatra yang dikontrol dari Singapura dan Indonesia Timur. Politik hukum masa penjajahan Jepang, diterapkan untuk memusatkan diri bagimana dapat mempertahankan diri dari serangan sekutu, serta menguras habis kekayaan Indonesia untuk keperluan perang Asia Timur Raya. Pada masa ini diterapkan romusya dan kinrohosyi. Romusa adalah tenaga-tenaga sukarela, kenyataannya adalah kerja paksa yang dikerahkan dari pulau Jawa dan penduduk setempat, yang didatangkan ke Riau sekitar 100.000 orang. Romusya lokal adalah mereka yang dipekerjakan untuk jangka waktu yang pendek disebut kinrohosyi.

2. Bolehkah perusahaan mempekerjakan anak? Bagaimana ketentuan UU 13/2003 mengatur pekerja anak? Jelaskan!

            Pada Pasal 68 UU Ketenagakerjaan diatur bahwa Pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Tetapi, ada beberapa pengecualian untuk mempekerjakan pekerja anak pada suatu jenis/sifat pekerjaan tertentu,  sesuai dengan kelompok umurnya yakni sebagai berikut:

  1. Anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial;
  2. Anak berumur antara 15 (lima belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, sudah dapat dipekerjakan secara normal/umum, hanya saja tidak diperbolehkan dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan yang membahayakan.

 

Pada Pasal 69 Ayat (2) Syarat yang harus dipenuhi apabila perusahaan mempekerjakan anak adalah:

1.Mendapat izin tertulis dari orang tua atau wali;
2.Perjanjian kerja dibuat antara pengusaha dan orang tua atau wali;
3.Waktu kerja maksimum per hari adalah 3 jam;
4.Pekerjaan dilakukan waktu siang hari di luar waktu sekolah;
5.Adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja;
6.Adanya hubungan kerja yang jelas;
7.Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut maka dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan sehingga dapat dikenai sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda.

3. Fulan bekerja sebagai karyawan kantor sebuah perusahaan. Dia bekerja sebagai pegawai PKWT/kontrak dan sudah bekerja selama 2 tahun. Bagaimana ketentuan ketenagakerjaan mengatur tentang PKWT tersebut. Bagaimana pula status Fulan apabila PKWT akan diperpanjang.

            Menurut UU No.13/2003 pasal 59 ayat 4, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Jika tidak ada perpanjangan maka hubungan kerja dengan segala hak dan kewajiban para pihak (pengusaha dan pekerja) otomatis berakhir.

            Apabila PKWT akan diperpanjang maka harus memberitahukan  maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam wakktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), seperti yang diatur dalam UU No.13/2003 pasal 59 ayat 5.

Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 3 ayat 2  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, bahwa PKWT hanya  dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.

PKWT yang dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka  perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan permanen – UU No.13/2003 pasal 59 ayat 7.

 

 


MAKALAH KAJIAN KRIMINOLOGI KEJAHATAN KERAH PUTIH DAN UPAYA PREVENTIF

 

MAKALAH

KAJIAN KRIMINOLOGI KEJAHATAN KERAH PUTIH

DAN UPAYA PREVENTIF

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

XXXXXXX

NIM : XXXXXX

 

 

 

PROGRAM ILMU HUKUM (S1)

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ XXXXXX

2020


DAFTAR ISI

 

Halaman

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................       i

DAFTAR ISI ..................................................................................................      ii

 

1.    PENDAHULUAN .....................................................................................      1

A.      LATAR BELAKANG MASALAH .................................................      3

B.       RUMUSAN MASALAH ...................................................................      4

 

2.    PEMBAHASAN........................................................................................      4

A.       Perkembangan White Collar Crime di Indonesia saat ini ..............      4

B.       Upaya Preventif White Collar Crime................................................      9

 

C.  PENUTUP .................................................................................................      12

A.    SIMPULAN .........................................................................................      12

B.     SARAN ................................................................................................      12

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 


1.    PENDAHULUAN

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah mehras dalam maq,arakat. Perkembangannya terus meninglat dari tahun ke tahrm, baik dari jumlah kasus yang tet'adi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilalrukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.[1]

Kejahatan kerah putih atau white collar crime merupakan suatu tindak kecurangan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki posisi dan wewenang cukup tinggi pada sektor pemerintahan maupun sektor swasta, sehingga dapat mempengaruhi suatu kebijakan dan keputusan. Bicara mengenai white collar crime memang cukup luas ranah pembahasannya, dimana terkadang terjadi beberapa pendapat ahli yang berbeda terkait scope dari masing-masing kejahatan apakah bisa diklasifikasikan sebagai white collar crime atau bukan. Menurut Edwin H. Sutherland, white collar crime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang sangat terhormat dan berstatus social tinggi di dalam pekerjaannya. Tindakan kejahatan ini dapat terjadi di dalam perusahaan, kalangan professional, perdagangan maupun kehidupan politik.

Dalam memahami white collar crime, diperlukan pengetahuan terkait tipologi pelaku kejahatan tersebut. Sebab, definisi terkait suatu tindak kejahatan dapat digolongkan ke dalam white collar crime atau tidak dapat dilihat berdasarkan tipologi pelakunya. Tipologi pertama dilihat dari status social pelaku, apakah berasal dari status “terhormat” atau tidak. Status terhormat dalam hal ini merupakan suatu jabatan yang dimiliki pelaku dalam instansi, baik negera maupun swasta, yang ia miliki. Selanjutnya, tipologi yang dapat dilihat adalah tindak kejahatan yang dilakukan memerlukan keahlian di bidang komputerisasi atau tidak. Jika, iya, maka kejahatan yang dilakukan dapat digolongkan sebagai WCC dalam lingkup cyber crime. Terakhir, tindak kejahatan yang dilakukan pelaku bertujuan untuk menguntungkan individu atau kelompok. Melalui ini, dapat dilihat pola seleksi dan penggolongan dari kasus white collar crime yang terjadi. Tipologi pelaku white collar crime dapat dilihat melalui gambar bagan berikut.

White collar crime ini pada umumnya terjadi pada negara-negara yang belum memiliki hukum korporat yang matang. Sehingga para pelaku dapat dengan mudah melakukan aksinya tanpa ragu terkait hukuman yang mungkin mereka akan peroleh. Negara dengan kematangan hukum koorporat yang rendah ini banyak terdapat di wilayah Asia, khususnya pada negara-negara berkembang. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan juga bahwa pelaku white collar crime berasal dari negara-negara dengan ekonomi tinggi, seperti Jepang dan Cina misalnya. Jepang yang seringkali digambarkan sebagai salah satu negara maju di Asia dengan tingkat kejahatan rendah justru memiliki jumlah kasus white collar crime yang tidak sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan besar, kejahatan umum (street crime) di Jepang ternilai sangat rendah akibat dikalahkan oleh kuantitas kejahatan kerah putih dan korporat yang lebih tinggi dan samar terlihat. Sedangkan di China yang merupakan negara dengan ekonomi tertinggi di Asia, white collar crime lebih banyak dipengaruhi oleh faktor reformasi ekonomi yang berimplementasi pada ketidakstabilan kehidupan ekonomi-politik negara tersebut.

Kasus white collar crime banyak tersebar di berbagai negara di Asia seiring dengan tekanan yang dihasilkan dari kondisi ekonomi saat krisis. Krisis menyebabkan banyak barang yang dipasarkan melebihi dari kapasitas pembeli. Sehingga perputaran uang tidak dapat berjalan lancar. Di asia-pasific hal ini menyebabkan berkurangnya permintaan untuk berbagai area ekspor, khususnya tourism, manufaktur dan komoditas. Dengan ini, pendapatan pemerintah juga menurun drastis, terutama dari pekerja luar negeri. Di era krisis ini, korupsi kemudian menjadi salah satu fenomena yang marak berkembang. Terhambatnya arus perputaran uang di masa krisis menyebabkan banyaknya tawaran hutang luar negeri. Tawaran hutang luar negeri inilah yang banyak dimanfaatkan oleh pelaku white collar crime untuk menjalankan aksinya dengan berbagai bentuk modus kejahatan. Berbagai bentuk white collar crime yang umumnya terjadi di Asia antara lain seperti korupsi, penyuapan, penipuan, pencucian uang, penggunaan asset publik untuk kepentingan pribadi, penjualan gelap, dan penghindaran pajak.

 

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Tindak Pidana Korupsi dapat disebut dengan kejahatan kerah putih (white collar crime) atau kejahatan berdasi. Para pelaku dari perbuatan white collar crime tersebut biasanya terdiri dari orang-orang terhormat, terpandang, berpendidikan tinggi atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan atau uang, yang biasanya menampakkan dirinya sebagai orang baik-baik, bahkan di antara mereka yang dikenal sebagai dermawan, yang terdiri dari politikus, birokrat pemerintah, penegak hukum, serta masih banyak lagi. Tindak Pidana Korupsi selalu mendapatkan perhatian serius dibandingkan dengan Tindak Pidana lain karena termasuk merugikan keuangan Negara.

Menurut Munir Fuady suatu white collar crime dapat juga terjadi di sektor publik, yakni yang melibatkan pihak-pihak pemegang kekuasaan publik atau pejabat pemerintah, sehingga sering disebut juga dengan kejahatan jabatan (occupational crime). White collar crime ini seperti banyak terjadi dalam bentuk korupsi dan penyuapan, sehingga terjadi penyalahgunaan kewenangan publik. Korupsi dan suap-menyuap yang terjadi di kalangan penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim adalah hal yang sangat gencar dibicarakan di mana-mana, di samping korupsi di kalangan anggota legislatif dan eksekutif. Berbeda dengan kejahatan konvensional yang melibatkan para pelaku kejahatan jalanan (street crime, blue collar crime, blue jeans crime), perbuatan white collar crime ini jelas merupakan kejahatan kelas tinggi karena sama saja menjarah dana negara yang nilainya sangat besar. White collar crime ini sangat sulit untuk di ungkap sehingga perlu penanganan yang ekstra, khusus dan serius untuk ditangani.[2]

Masalah korupsi bukan lagi masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Korupsi telah menyelinap masuk dari berbagai penjuru dunia sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan kepentingan masyarakat. Korupsi mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi, yang menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya sangat penting. Oleh karenanya, diperlukan untuk mencegah dan memberantas korupsi dengan suatu pendekatan secara efektif. Pendekatan dimaksud salah satunya adalah keberadaan bantuan teknis yang dapat memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan Negara, termasuk dengan memperkuat kapasitas dan dengan peningkatan kemampuan lembaga untuk mencegah dan memberantas korupsi secara efektif.

  Hal yang sangat sulit untuk dipecahkan di berbagai Negara di Dunia termasuk juga di Indonesia adalah kejahatan korupsi. Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap

Kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hakhak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang penanganannya harus benar-benar didahulukan dari kejahatan biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagaimanakah perkembangan Kejahatan Kerah Putih di Indonesia saat ini?

2.    Bagaimanakah upaya pencegahannya?

 

2.    PEMBAHASAN

A.       Perkembangan Kejahatan Kerah Putih di Indonesia saat ini

Kejahatan korupsi kian berkembang bahkan merajalela hingga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia karena tidak pernah diberantas secara sungguh-sungguh hingga tuntas oleh Pemerintah. Maraknya kasus-kasus korupsi dinegeri ini membuat gemas dan cemas masyarakat terhadap masa depan Negara kita. Korupsi telah menggerogoti kehidupan bangsa dan Negara Indonesia sejak kemerdekaannya diproklamirkan.

Selama ini korupsi terus terjadi dalam struktur kehidupan sosial manusia di sepanjang periode waktu. Korupsi telah dianggap memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia baik terhadap perekonomian masyarakat, maupun terhadap norma dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi masalah di dalam sebuah negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Dikarenakan dampaknya yang sangat luas terhadap kehidupan manusia, maka korupsi menjadi musuh bersama yang harus di berantas. Untuk memberantas korupsi, berbagai negara termasuk Indonesia telah membentuk lembaga pemberantas korupsi.

Di Indonesia saat ini korupsi masih marak terjadi bahkan bisa dikatakan sudah menjadi budaya bangsa dan korupsi patut di lestarikan. Jadi ini sangat terbukti dengan berjalannya waktu kasus korupsi sangat fantastis dan merajalela. Banyaknya surat pengaduan kasus korupsi yang masuk, KPK telah menyusun peringkat ke 10 propinsi terkorup di Indonesia. Akibat banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia maka masyarakat bisa terganggu.

Semakin besar kekuasaan dan kewenangan seseorang, semakin besar pula peluang melakukan korupsi. Bedanya, terletak pada pelaku-pelaku korupsi. Dalam rezim otoriter, berkembang secara luas korupsi birokrasi (beaurocrazy corruption) yang dilakukan oleh birokrat sipil dan militer. Militerisme menyebarkan benih korupsi.penguasa kroni merupakan jaringan patronase korupsi. Itulah sebaliknya, skala dan volume korupsi dalam rezim otoriter orde baru demikian besar dan mengakar. Sebaliknya, dalam rezim demokratis, pelaku korupsi didominasi oleh aktor-aktor politik (politicien corruption).[3]

Selama ini korupsi terus terjadi dalam struktur kehidupan sosial manusia di sepanjang periode waktu. Korupsi telah dianggap memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia baik terhadap perekonomian masyarakat, maupun terhadap norma dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi masalah di dalam sebuah negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Dikarenakan dampaknya yang sangat luas terhadap kehidupan manusia, maka korupsi menjadi musuh bersama yang harus di berantas. Untuk memberantas korupsi, berbagai negara termasuk Indonesia telah membentuk lembaga pemberantas korupsi.

Selama ini korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang cukup serius. Hal ini di tunjukkan melalui peringkat korupsi Indonesia masih tergolong tertinggi di bandungkan negara ainnya. Kebocoran dan disalokasi anggaran di berbagai sektor pemerintahan menghambat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, dalam keberhasilan pemberantasan korupsi sangat di perlukan kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pemberantasan koruupsi secara maksimal. Pemberantasan korupsi sangat di perlukan karena korupsi memiliki dampak yang sangat buruk dalam kehidupam berbangsa dan bernegara, bahkan dalam kehidupan sosial masyarakat yang terkena dampaknya.

Pemahaman oleh masyarakat terhadap berbagai macam dampak korupsi terhadap kehidupan manusia di haraapkan dapat menciptakan norma dan budaya anti korupsi dalam masyarakat Indonesia khususnya. Penolakan masyarakat terhadap korupsi yang terjadi dalam suatu negara mampu meningkatkan tingkat deteksi terhadap korupsi. Sebaliknya pembiaran atau penerimaan masyarakat terhadap korupsi akan membuat korupsi semakin merajalela dan menjadi pola-pola perilaku yang sangat merugikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penolakan masyarakat terhadap koruptor dan perbuatan korupsi menyebabkan sanksi sosial terhadap korupsi menjadi tinggi, sehingga mengurangi niat koruptor untuk melakukan korupsi.

Jadi dikalangan masyarakat, korupsi merupakan salah satu dampak yang sangat merugikan terhadap masyarakat berbangsa dan bernegara. Tingkat korupsi di Indonesia dapat di kategorikan masih tinggi seperti kasus berikut yang baru-baru ini terjadi ditengah wabah Covid-19: DPRD Beberkan Temuan Dugaan Markup Bansos Kota Serang Rp 1,9 M.[4]

Serang - Anggaran bansos berupa jaring pengaman sosial (JPS) untuk warga terdampak COVID-19 di Kota Serang diduga ada markup Rp 1,9 miliar. Bantuan Rp 200 ribu per keluarga ini sempat jadi perbincangan karena berisi beras 10 kg, 2 sarden merek Sampit, dan 14 mi Top Ramen.

Anggota Komisi II DPRD Kota Serang Nur Agis Aulia mengatakan hasil rapat Dewan dengan Dinsos pada Selasa (12/5) menemukan ada ketidaksesuaian harga barang yang dibeli oleh penyedia. Hasilnya, ada Rp 1,9 miliar kelebihan pembayaran.


"Jadi sudah dikonfirmasi kita hitung betul komponennya berapa. Akhirnya Dinsos melakukan penghitungan kurang-lebih ada pengembalian Rp 1,9 miliar. Ini salah satu pengawasan dari kita bahwa ada ketidaksesuaian dari (harga) komoditas," kata Nur Agis di DPRD Kota Serang, Rabu (13/5/2020).


Persoalan kelebihan pembayaran ini sekarang menurutnya menjadi ranah Inspektorat.

 

Di tempat yang sama, Ketua Komisi II Pujianto menambahkan, temuan Rp 1,9 miliar merupakan di luar keuntungan pihak ketiga sebagai penyedia barang untuk bansos. Penyedia, menurutnya, mengambil keuntungan 13 persen di luar adanya kelebihan pembayaran.


"Kami siap mempertanggungjawabkan evaluasi dengan Dinsos," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Pujianto menyampaikan prosedur pengadaan bansos yang totalnya Rp 30 miliar ini sudah sesuai dengan aturan. Audit dilakukan inspektorat ke penyedia. DPRD menyampaikan temuan ini agar tidak ada polemik di tengah masyarakat.


"Kota Serang dalam menjalankan jaring pengaman sosial sudah sesuai dengan regulasi yang ada," ujarnya.


Total anggaran bansos untuk terdampak COVID-19 ini sejumlah Rp 30 miliar. Bansos dibagi sebanyak tiga kali untuk 50 ribu dengan pembagian Rp 200 ribu per keluarga. Bansos berupa beras 10 kilo, mi instan 14 bungkus, dan sarden.

 

Pola perilaku korupsi sepertinya telah merajalela di Indonesia. Tidak heran jika dalam kehidupan birokrasi, masyarakat seringkali di hadapkan oleh suap dan pungli dalam pelayanan publik yang telah menjadi rahasia umum di masyarakat. Hampir setiap hari penyajian berita pada media massa juga berkaitan dengan gratifiksi, penggelapan anggaran pemerintah, penyidikan dan pengenaan hukuman bagi para koruptor. 

Penegakan hukum yang betangung jawab (akuntabel) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, Bangsa dan Negara yang berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Memang proses penegakan hukum tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedangkan sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses/ tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh penegak hukum dan masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.[5]

Dengan begitu, baik keluarga besar kampus, terutama mahasiswa, maupun pihak di luar kampus dapat mengontrol berjalannya sistem di dalam kampus yang transparan dan akuntabel, terutama dalam persoalan keuangan, penerimaan mahasiswa baru, rekrutmen dosen dan karyawan, serta persoalan lain yang sensitif di mata publik. Perguruan tinggi juga harus berani memasang poster, spanduk, baliho dan beragam alat peraga lain yang berisi tulisan “kampus bebas korupsi”, jika itu dilakukan, maka secara moril kampus memiliki tanggung jawab yang luar biasa besar untuk terus berusaha “membersihkan diri” dari praktik korupsi. karena sampai sejauh ini, perguruan tinggi masih belum terjamah oleh isu-isu antikorupsi. Padahal, tidak ada jaminan bahwa perguruan tinggi terbebas dari praktik korupsi.

Memang harus disadari bahwa sanksi pidana yang tajam tidak menjamin dapat menurunkan dapat menurunkan perilaku yang koruptif dari masyarakat. tumbuh suburnya perilaku yang koruptif tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan karena adanya berbagai fakta yang menstimulusnya, termasuk dorongan kalangan masyarakat sendiri yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak prosedural dan ingin serba instan dalam setiap interaksi terkait dengan kepentingan usahanya atau pribadinya. Perilaku kalangan masyarakat yang demikian itu, secara tidak sadar telah meluluhlantahkan integritas para petugas, penguasa atau pihak-pihak yang berwenang.[6]

 

B.       Upaya Preventif Kejahatan Kerah Putih

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut:

1.      Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2.      Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang  Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

3.      Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.

4.      Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

6.      Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.

7.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Disamping itu Pemerintah dan DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan preventif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.

 

Strategi preventif pemberantasan White Collar Crime, sebagai berikut :

1.      Strategi Preventif

Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:

1)      Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;

2)      Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya;

3)      Membangun kode etik di sektor publik;

4)      Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi  Bisnis.

5)      Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.

6)      Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri;

7)      Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah;

8)      Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;

9)      Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat;

10)  Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;

11)  Kerja sama menyeluruh dari semua sub-sistem hukum, yaitu: masyarakat, pemerintah dan penegak hukum;

12)  Meningkatkan kesadaran dari pribadi manusia itu sendiri, baik melalui etika dan agama; dan

13)  Memberikan kewenangan khusus pada Lembaga Penegakan Korupsi, sebagai lembaga khusus di Indonesia.

 

Pelaksanaan strategi preventif akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).

 

 

 

 

 

 

3. PENUTUP

A.      SIMPULAN

1.    Kejahatan korupsi kian berkembang bahkan merajalela hingga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia karena tidak pernah diberantas secara sungguh-sungguh hingga tuntas oleh Pemerintah.

2.    Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).

 

B.       SARAN

1.    Pemerintah sebaiknya memperbaiki sistem agar menjadi lebih baik dan bisa meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi misalnya transparansi penyelenggara negara dengan menerima laporan seperti  LHKPN;

2.    Edukasi dan kampanye sebagai strategi pembelajaran Pendidikan Antikorupsi dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan antikorupsi, serta membangun perilaku dan budaya antikorupsi;

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

I.          PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

II.       BUKU-BUKU

Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi Dalam Perspektif HAN, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 2.

Dwi Saputra dkk (ed), Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa tengah, Semarang, 2004,hlm.27 dan 28.

 

O.C Kaligis, Deponeering Teori dan Praktik, Alumni, Bandung, hlm. 88.

Marwan Effendy, Korupsi dan Strategi Nasional, Pencegahan Serta Pemberantasannya, Refensi, Jakarta 2013, hlm. 155.

 

III.   INTERNET

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5013947/dprd-beberkan-temuan-dugaan-markup-bansos-kota-serang-rp-19-m

 

 

 

 

 

 

 



[1] Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

[2] Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi Dalam Perspektif HAN, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2.

[3] Dwi Saputra dkk (ed), Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa tengah, Semarang, 2004,hlm.27 dan 28

[4] https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5013947/dprd-beberkan-temuan-dugaan-markup-bansos-kota-serang-rp-19-m

[5] O.C Kaligis, Deponeering Teori dan Praktik, Alumni, Bandung, hlm 88

[6] Marwan Effendy, Korupsi dan Strategi Nasional, Pencegahan Serta Pemberantasannya, Refensi, Jakarta 2013, hlm 155